Pembahasan RUU Perampasan Aset ingin dipercepat setelah belasan tahun mandek. Dianggap ampuh memulihkan kerugian negara dan lawan korupsi, aturan ini dikhawatirkan bisa jadi bumerang jika penegak hukum belum direformasi.
Rangkaian unjuk rasa yang terjadi pada akhir Agustus dan awal September lalu mendesakkan tuntutan 17+8 seperti pengurangan tunjangan DPR, tetapi juga pengesahan RUU Perampasan Aset yang masih mandekFoto: Willy Kurniawan/REUTERS
Iklan
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa DPR telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Usulan ini lahir dari hasil pertemuan Presiden Prabowo dengan para pimpinan partai. Pernyataan tersebut disampaikan kepada wartawan pada Selasa (09/09) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dilansir dari Kompas, pemerintah kini menunggu draf terbaru RUU dari DPR. Setelah rampung, Presiden akan mengirimkan Surat Presiden (Surpres).
Sebelumnya, gelombang unjuk rasa pada akhir Agustus hingga awal September turut mendorong pengesahan RUU ini, yang kembali menggema di ruang publik.
Mahasiswa menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset yang masih mandek sebagai bagian dari upaya memerangi korupsi. Namun kesiapan penegak hukum diragukan.Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Dorongan membahas RUU ini bukanlah hal baru. RUU ini pertama kali digagas pada 2009 dan rampung dirancang pada 2012. Namun, pengesahannya mandek selama belasan tahun, melewati tiga presiden yang belum menepati janji.
RUU ini dinilai penting untuk memulihkan kerugian negara akibat kejahatan ekonomi, termasuk korupsi. Karena itu, mahasiswa, buruh, dan berbagai kelompok masyarakat mendesak agar regulasi ini segera disahkan.
Meski begitu, sejumlah pakar mengingatkan potensi penyalahgunaan. Tanpa pengawasan ketat, RUU ini dikhawatirkan bisa jadi pedang bermata dua, membuka celah bagi penguasa bertindak sewenang-wenang.
Yang perlu diperhatikan dari RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset mengusung prinsip non-conviction based asset forfeiture, yaitu perampasan aset tanpa menunggu putusan pengadilan. Fokusnya bukan menghukum pelaku, melainkan memulihkan aset yang diperoleh secara ilegal. Mekanisme ini dinilai efisien karena mempercepat pemulihan kerugian negara, membatasi beredarnya duit kriminal dan mengurangi beban proses hukum.
Menurut ahli hukum pidana Chairul Huda, prinsip ini berbeda dari prosedur biasa yang mengandalkan pembuktian di pengadilan. Jika sebelumnya hukuman dijatuhkan lebih dulu, RUU ini menekankan pemulihan aset sebagai prioritas.
“Biasanya kan dibuktikan di pengadilan. Sebelum dia dinyatakan bersalah, harta kekayaannya disita dulu untuk sementara waktu. Begitu dinyatakan bersalah, penyitaan itu berubah menjadi perampasan. Nah ini memakan waktu, memakan biaya, juga belum tentu terbukti. Namun, dengan mekanisme non-conviction ini, di satu sisi negara mempunyai keuntungan karena pemulihan aset. Di sisi lain, orang juga tidak berlama-lama menempuh jalur hukum,” jelas Huda.
Lima Skandal Kasus Korupsi Besar Indonesia
Dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga makin memperpanjang daftar kerugian besar yang dialami negara. Berikut adalah lima skandal korupsi besar di Indonesia yang terungkap dalam lima tahun terakhir.
Foto: Muhammad Hanafi/DW
Kasus korupsi Pertamina (Rp968,5 triliun)
Kejaksaan Agung menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang Pertamina periode 2018-2023. Kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun hanya dalam satu tahun, yaitu 2023. Dengan asumsi kerugian tahunan yang sama, total kerugian lima tahun bisa mencapai Rp968,5 triliun. Kerugian ini mencakup impor minyak mentah hingga pemberian subsidi.
Foto: Algadri Muhammad/DW
Kasus korupsi PT Timah (Rp300 triliun)
Kasus korupsi dalam tata niaga timah di PT Timah Tbk periode 2015-2022 berujung pada penetapan 22 tersangka. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara mencapai Rp300 triliun, terdiri dari penyewaan alat yang tidak sesuai prosedur Rp2,28 triliun, pembayaran bijih timah ilegal Rp26,6 triliun, dan kerusakan ekologi Rp271 triliun.
Foto: WILLY KURNIAWAN/REUTERS
Kasus korupsi Jiwasraya (Rp16,8 triliun)
Enam terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada periode 2008-2019 didakwa merugikan negara sebesar Rp16,8 triliun, menurut laporan BPK pada 9 Maret 2020. Kasus ini terungkap setelah Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas yang menyebabkan ekuitasnya minus hingga Rp27,24 triliun pada November 2019.
Foto: Mykhailo Polenok/PantherMedia/IMAGO
Kasus korupsi Garuda (Rp8,8 triliun)
Kasus korupsi di Garuda Indonesia terkait pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang berlangsung antara tahun 2011 hingga 2021 telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp8,8 triliun. Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Foto: picture-alliance/M. Mainka
Kasus korupsi Kominfo (Rp8 triliun)
Kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada 2020-2022, yang terungkap pada 2023, merugikan negara hingga Rp8,03 triliun. Penyebabnya meliputi masalah pada kajian, mark up barang, hingga pembayaran menara BTS yang secara fisik tidak ada. Dalam perkara ini, mantan Menkominfo Johnny Plate divonis 15 tahun penjara.
Foto: AP Photo/picture alliance
5 foto1 | 5
Regulasi ini menempatkan penyitaan, perampasan, dan pengejaran aset sebagai prioritas utama. Sebab, menurut kajian Indonesia Corruption Watch (ICW), aset hasil kejahatan yang berhasil dikembalikan ke negara masih di bawah 10 persen. Hal ini disampaikan oleh Tibiko Zabar, aktivis antikorupsi dan anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk RUU Perampasan Aset.
“Regulasi perampasan aset dilatar belakangi dengan kurang optimalnya upaya pemulihan aset dari hasil tindak pidana kejahatan ekonomi, termasuk korupsi. Jadi, RUU ini tidak hanya bicara korupsi, tapi juga tindak pidana ekonomi secara umum,” ujar Tibiko.
Harapannya, RUU ini bisa diterapkan pada berbagai tindak pidana ekonomi seperti pencucian uang, pasar modal, perbankan, dan asuransi. Bahkan, regulasi ini juga relevan untuk kejahatan lain yang menghasilkan keuntungan ilegal, seperti narkotika dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Iklan
Area abu-abu yang harus diperjelas
Saat ini, draf RUU yang beredar merupakan versi yang disusun DPR pada 2023. Menurut Huda, ada dua hal penting yang masih perlu diperjelas: definisi perampasan aset dan mekanismenya di lapangan.
“Mekanisme jadi hal terpenting. Ketika orang sudah mengaku bersalah dan menyerahkan aset yang diperoleh secara tidak sah kepada negara, apakah masih ada lagi proses hukum kepada yang bersangkutan?” kata Huda.
Pakar juga mengingatkan potensi tumpang tindih dengan regulasi lain, terutama RKUHAP yang masih dalam pembahasan.
“Jangan sampai ini jadi redundant dengan undang-undang yang ada. Ini tidak dimaksudkan untuk membuktikan orang bersalah di pengadilan, tetapi jadi suatu penyelesaian di luar pengadilan terhadap dugaan-dugaan tindak pidana tertentu, jadi semacam restorative justice,“ tambahnya.
Kepada DW Indonesia, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Muhammad Nur Ramadhan juga memaparkan lebih lanjut tentang catatan yang perlu diperhatikan DPR.
“Terkait hukum acara, mulai dari proses awal penyanggahan, proses pembekuan transaksi di rekening, penyitaan dan perampasan, itu semuanya perlu diurai lebih lanjut,” jelasnya.
Menurut pernyataan ICW yang dirilis Rabu (10/09), meski RUU Perampasan Aset tidak berfokus pada pemidanaan pelaku, tindakan seperti pemblokiran dan penyitaan aset tetap merupakan bentuk upaya paksa yang membatasi hak individu. Karena itu, mekanisme dalam RUU ini harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian.
Idealnya, menurut Huda, perlu ada judicial scrutiny (pengawasan ketat dari pengadilan) untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, harus dipastikan bahwa aset yang dirampas benar-benar milik sah tersangka atau terdakwa.
Sementara Nur Ramadhan juga mengingatkan pentingnya kejelasan soal kewenangan antarinstansi, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan regulasi.
Perlu ada mekanisme dan uraian lebih lanjut dalam RUU Perampasan Aset terkait kewenangan instansi penegak hukumFoto: Detik/Rengga Sancaya
“Penting juga untuk menegaskan siapa yang berwenang terkait RUU Perampasan Aset ini. Apakah kewenangannya hanya tunggal di kejaksaan, atau ada instansi lain yang juga mendukung nantinya,” tambah Nur.
Saat ini, kewenangan kejaksaan sebagai lembaga pengelola aset masih menjadi perdebatan. Sebab, kejaksaan memiliki ruang gerak yang sangat luas mulai dari penyimpanan, pengamanan, hingga pemanfaatan dan pengembalian aset.
“Sejauh ini, Indonesia menyatakan bahwa penegak hukum tindak korupsi ada tiga, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Siapa yang mengatur pembagian kewenangan di antara mereka? Kan tidak ada. Jadi memang harus ada sebuah lembaga yang bisa menguji apakah benar aset ini hasil tindakan korupsi,” jelas Huda.
Tanpa reformasi penegak hukum, UU berpotensi disalahgunakan
Pakar menilai, tanpa adanya reformasi penegak hukum, undang-undang sulit berjalan secara efektif.
“Ketika undang-undangnya berkualitas dan dihadapkan dengan aparat yang belum dirombak atau direformasi, memang akan sia-sia. Yang perlu dilakukan sekarang, memang harus secara selaras dilakukan perubahan terhadap proses penegakan hukum, baik aparatnya, hukum acaranya, undang-undang serta aturannya,” ungkap Nur.
Masalahnya, jika DPR tidak segera membahas RUU ini secara transparan kepada publik, dikhawatirkan akan ada multitafsir dan celah hukum yang dapat disalahgunakan.
“Ini bahaya sekali, kalau semisal penegak hukum tidak suka dengan seseorang, lalu bisa jadi dikatakan hasil korupsi, padahal mungkin ia memperoleh harta tersebut secara sah,” kata Huda.
RUU ini berpotensi merugikan masyarakat sipil jika diterapkan secara sewenang-wenang tanpa pengawasan dan akuntabilitas hukum yang memadai, tambahnya.
Rangkaian Aksi Protes: Isu Tunjangan DPR hingga Patroli Aparat
Demonstrasi pecah sejak 25 Agustus 2025 setelah publik marah soal tunjangan rumah DPR Rp50 juta per bulan. Aksi meluas dan memuncak saat kendaraan taktis Brimob melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan hingga tewas.
Foto: Dita Alangkara/AP Photo/picture alliance
Isu gaji fantastis DPR mencuat
Isu bermula dari pernyataan TB Hasanuddin soal gaji DPR yang bisa mencapai Rp100 juta per bulan. Publik lalu menyoroti tunjangan rumah Rp50 juta, yang dibenarkan Ketua DPR Puan Maharani sebagai pengganti rumah dinas. Pernyataan itu memicu kritik luas. Gelombang protes pun menyebar cepat, menuntut transparansi dan keadilan anggaran negara.
Foto: Levie Wardana/DW
Blunder pernyataan anggota DPR
Pernyataan kontroversial sejumlah anggota DPR memicu kemarahan publik. Nafa Urbach menyoroti kemacetan dari rumahnya di Bintaro sebagai alasan perlunya tunjangan rumah, sementara Ahmad Sahroni menyebut seruan pembubaran DPR sebagai ucapan “orang tolol sedunia”, memicu kritik luas di media sosial.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Awal gelombang protes
Gelombang unjuk rasa pertama pecah di Jakarta, Senin (25/08). Mahasiswa, buruh, dan aktivis mengecam kebijakan tunjangan rumah DPR. Tak satu pun anggota dewan menemui massa. Aksi ricuh berlangsung hingga malam hari, polisi blokir jalan utama dan bubarkan massa dengan gas air mata. Bentrokan juga terjadi di Medan dan Palu antara mahasiswa dan aparat.
Foto: Donal Husni/ZUMA/dpa/picture alliance
Brimob lindas pengemudi ojek online
Sejak Kamis (28/08) pagi, ribuan buruh turun ke jalan menuntut kenaikan upah, penghentian outsourcing, dan pembatalan tunjangan DPR. Usai bubar, mahasiswa lanjutkan aksi. Sore, bentrokan pecah saat massa panjat pagar DPR, meluas ke kawasan Asia Afrika dan Tanah Abang. Malam, mobil Brimob melindas pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) hingga tewas.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Pemakaman Affan dan eskalasi kerusuhan
Eskalasi aksi makin memanas. Pada Jumat (29/08) pagi, kabar tewasnya Affan Kurniawan viral. Ribuan ojek online kawal pemakamannya di Karet Bivak. Massa kemudian kepung Mabes Polri dan Markas Brimob Kwitang. Marinir dan Kostrad dikerahkan. Kerusuhan menjalar ke berbagai titik Jakarta, termasuk pembakaran Halte TransJakarta Senen dan perusakan fasilitas umum.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Suara dari Istana
Presiden Prabowo akhirnya angkat bicara soal kerusuhan. Ia menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Affan Kurniawan dan mengecam tindakan aparat yang dinilai berlebihan. Ia menjanjikan investigasi transparan, menjamin kehidupan keluarga korban, serta menyerukan ketenangan publik sambil memperingatkan pihak yang ingin memicu kekacauan.
Foto: Yasuyoshi Chiba/AFP
Kerusuhan di daerah
Kerusuhan meluas ke berbagai daerah. Di Makassar, gedung DPRD dibakar, menewaskan tiga orang dan melukai lima lainnya. Di Solo, tukang becak tewas diduga akibat gas air mata, sementara di Surabaya kericuhan merusak hotel dan toko. Total korban jiwa pada Jumat (29/08) sedikitnya lima orang, ratusan luka-luka. IHSG anjlok 2,27%, rupiah melemah hampir 1%.
Foto: Bilal Wibisono/REUTERS
Korban bertambah dan protes meluas
Di Yogyakarta, mahasiswa AMIKOM Rheza Sendy Pratama (21) tewas usai bentrok di Mapolda DIY. Di Makassar, pengemudi ojek online Rusdamdiansyah tewas dikeroyok massa karena disangka intel. Gedung DPRD NTB di Mataram dibakar. Aksi juga terjadi di Surabaya, Solo, Cirebon, dan kota lain.
Rumah Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya dirusak dan dijarah saat kerusuhan meluas. Presiden Prabowo perintahkan TNI-Polri bertindak tegas. Kapolri izinkan anggotanya menggunakan peluru karet. Eskalasi meningkat, aparat diberi ruang lebih keras. Fitur live TikTok pun diblokir, diduga untuk meredam penyebaran aksi secara real-time.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Pertemuan elite politik
Pada Minggu (31/08) dini hari, rumah Menkeu Sri Mulyani dijarah. Sementara massa sempat mendatangi rumah Puan Maharani, tetapi berhasil dihalau. Siang harinya, Presiden Prabowo mengumpulkan ketua umum partai dan menteri di Istana. Disepakati pencabutan tunjangan rumah DPR, moratorium kunjungan luar negeri, dan penonaktifan kader kontroversial.
Foto: BPMI Setpres
Prabowo: Kerusuhan mengarah pada makar dan terorisme
Prabowo memerintahkan aparat bertindak keras terhadap perusuh dan menyebut sebagian kerusuhan mengarah pada makar dan terorisme. Pernyataan ini dikritik Amnesty sebagai retorika berlebihan yang bisa membenarkan kekerasan aparat. YLBHI menilai presiden gagal menangkap akar kemarahan rakyat dan mendesak reformasi Polri, penghentian represifitas, serta pembebasan demonstran.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Jakarta mereda, Prabowo apresiasi aparat
Rencana aksi lanjutan di Jakarta batal, massa tidak terkonsentrasi. Presiden Prabowo mengunjungi RS Polri di Jakarta Timur. Ia memuji aparat, menjanjikan biaya pengobatan, kenaikan pangkat, bahkan beasiswa. Sikap ini menuai kritik karena lebih menonjolkan penghargaan pada polisi dibanding empati kepada korban sipil.
Foto: Firda/Detikcom
10 warga sipil tewas
Hingga Selasa (02/09), ratusan pendemo terluka dalam aksi di berbagai daerah. Sementara untuk korban jiwa, Tempo mencatat telah mencapai 10 orang, yakni Affan Kurniawan, Andika Luthfi Falah, Iko Juliant Junior, Rheza Sendy Pratama, Sumari, Septinus Sesa, Syaiful Akbar, Muhammad Akbar Basri, Sarinawati, dan
Rusmadiansyah. (rvs/ha)
Foto: Juni Kriswanto/AFP/Getty Images
13 foto1 | 13
Meski ada kekhawatiran, publik tetap menaruh harapan besar pada RUU ini sebagai angin segar dalam upaya memberantas korupsi yang masih merajalela di Indonesia.
“Bagi masyarakat, RUU ini jadi titik terang. Kita melihat banyak sekali orang yang melakukan tindak pidana, tapi kemudian masih memanfaatkan aset-asetnya untuk kepentingan lain. Itulah yang disasar regulasi ini demi melindungi semuanya, khususnya kepentingan masyarakat banyak,“ jelas Nur.
Jika RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan dan dijalankan secara ideal, regulasi ini berpotensi menjadi titik balik dalam pemberantasan korupsi sekaligus membuka babak baru bagi Indonesia dalam melawan kejahatan ekonomi.
“UU ini tidak disukai oleh siapa pun yang memegang kekuasaan di pemerintahan, baik legislatif ataupun yudikatif. Sekali lagi, undang-undang ini justru ditakuti oleh pejabat pemerintahan dan parlemen, tapi juga ditunggu para aparat penegak hukum karena mereka bisa main mata di situ,“ ungkap Huda.