Tarif curhat online yang tumbuh saat pandemi COVID-19 ini relatif terjangkau. Mulai dari Rp20 ribu hingga Rp250 ribu orang sudah bisa meluapkan ganjalan isi hati.
Iklan
Kalau kata orang tua dulu, jangan sering curhat dengan orang asing tapi sama keluarga. Zaman sudah berubah. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung terkadang jadi tempat paling mengancam. Dalam beberapa kasus, orang lain justru bisa jadi penolong atau setidaknya menjadi pendengar.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Eirene Ericha Sulu, pendiri jasa curhat (curahan hati) online Curhatin Aja kepada seorang perempuan muda di ujung video call.
"Mbak, sorry suamiku pulang," kata perempuan itu. Segera suara 'klik' tanda telepon ditutup terburu-buru terdengar dan meninggalkan Eirene yang ikut merasakan empati dan pilu.
Malam itu, perempuan yang biasa disapa Rene ini baru saja menyaksikan pemandangan yang mengerikan dan menyakitkan: Seorang ibu muda yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Saat bercerita lewat zoom, perempuan itu bertanya apakah Rene bersedia melihat luka akibat KDRT yang ia alami.
"Dia buka rambutnya dan saya lihat ada perban berdarah-darah dari lukanya." Saat melihat itu, Rene mengaku berusaha keras untuk bisa tetap tenang. "Di tengah-tengah cerita, dia bilang suaminya pulang, teleponnya ditutup dan sesi selesai."
Mulai Rp20 ribu sudah bisa curhat
Itu bukan satu-satunya cuhatan tentang keluarga yang beracun atau toxic yang didengarnya. Kasus KDRT maupun kekerasan dalam masa pacaran meningkat selama pandemi COVID-19. Jargon dan hastag #dirumahaja untuk mencegah penyebaran pandemi, justru memperdalam masalah keluarga dan tidak sedikit yang bermasalah secara mental.
"Karena ternyata selama ini banyak orang yang selalu keluar rumah karena menghindari keluarganya, tapi karena imbauan di rumah saja, akhirnya terpaksa tinggal di rumah." Ia bahkan menggambarkan ada seorang mahasiswa yang tidur dengan membawa pisau karena merasa tidak aman tinggal di rumah.
Jasa curhat online Rene dimulai sejak 23 Agustus 2020. Saat itu dia yang baru lulus kuliah di jurusan psikologi tiba-tiba dibombardir dengan banyaknya curhatan dari teman-teman via DM IG. Lama-kelamaan, yang curhat bukan hanya teman-temannya tapi juga orang asing. Lantaran tingginya permintaan soal teman curhat, dia pun memutuskan untuk serius menekuni bisnisnya.
Tarif curhat online ini dibanderol mulai dari Rp20 ribu-Rp250 ribu. Namun tiap Jumat malam sampai Sabtu malam, Curhatin Aja menyediakan layanan curhat gratis. Di masa-masa awal, pelanggannya kebanyakan mahasiswa usia 19-23 tahun. Lama-kelamaan mulai beralih ke ibu muda berusia 30-an. Kebanyakan masalahnya tentang pernikahan dan cinta.
Memang, beberapa kali ada yang curhat tentang masalah keluarganya, umumnya mereka merasa tidak nyaman untuk bicara dengan teman atau bahkan keluarga sendiri.
Kekerasan Terdokumentasi dalam 16 Benda Sehari-Hari
Berkaitan dengan 16 hari kampanye PBB demi pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, Dana Penduduk PBB (UNFPA) mengumpulkan 16 benda dari kasus kekerasan dan penganiayaan di berbagai negara.
Foto: UNFPA Yemen
"Ini Patahan Gigi Saya, Setelah Suami Memukuli Saya"
Ameera (bukan nama asli) baru 13 tahun ketika ia dinikahkan dengan seorang pria tua di Yaman. Suatu hari, karena ia terlambat membangunkan suaminya yang sedang tidur siang, suaminya memukulinya dengan sapu, hingga hidungnya retak dan sebagian giginya patah. Ameera kini tinggal di rumah penampunya yang didukung dana UNFPA. Ia menyimpan patahan gigi sebagai bukti di pengadilan.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Diteruskan ke Generasi Berikutnya
Omar (bukan nama sebenarnya) di Maroko merusak piano mainannya ini, saat berusaha menjaga ibunya dari pukulan tangan ayahnya. Ketika itu Omar baru berusia enam tahun. Ibunya mengatakan dengan keselamatan anaknya. "Saya ingin masa depan lebih indah bagi anak-anak saya."
Foto: UNFPA Morocco
"Kami Pertaruhkan Nyawa Tiap Hari Karena Kumpulkan Kayu untuk Memasak"
Di kawasan yang dilanda krisis kemanusiaan, perempuan jadi target empuk. Zeinabu (22) diserang milisi Boko Haram ketika mengumpulkan kayu bakar di dekat kamp pengungsi di bagian timur laut Nigeria. Banyak perempuan lainnya juga diperkosa, diculik atau dibunuh ketika mengumpulkan kayu bakar untuk memasak. Ini foto seikat kayu kering yang dikumpulkan Zeinabu.
Foto: UNFPA Nigeria
Tali Yang Digunakan Ayah Setiap Kali Memperkosa Anaknya
Inilah tali yang digunakan ayah Rawa (bukan nama asli) setiap kali memperkosanya. Perang bisa sebabkan kondisi berbahaya bagi perempuan, bahkan di rumah sendiri. Di Yaman, salah satu negara dengan bencana kemanusiaan terbesar di dunia, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat lebih dari 60%. Salah satu penyebabnya stres berat. Sementara kasus Rawa tidak bisa dimengerti sama sekali.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Sebabkan Sakit, Trauma atau Berbuntut Kematian
Martha dirawat dengan obat dan perban untuk pertolongan pertama setelah dipukuli suaminya di Lusaka, Zambia. "Wajahnya babak belur," kata pembimbing di tempat penampungan. "Ia juga menderita luka di punggung. Martha mengatakan, kalau ia tidak melarikan diri, suaminya kemungkinan akan membunuhnya." Dua pertiga korban kekerasan rumah tangga adalah perempuan dan anak perempuan.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Bayangan Gelap Kekerasan Berdampak pada Seluruh Keluarga
Keluarga Tatiana di Ukraina terpecah belah akibat suaminya yang meneror dengan kekerasan. Sekarang Tatiana sudah terlepas dari suaminya. Tetapi ia dan enam anaknya masih berusaha membangun hidup baru di rumah yang sempit. "Saya sekarang hidup bagi anak-anak saya," katanya.
Foto: UNFPA Ukraine/Maks Levin
Penyiksaan Psikologis Juga Bentuk Kekerasan
Di Bolivia, pacar Carmen (bukan nama asli) selalu menertawakan penampilannya. Ia mengejek baju dan gaya Carmen. Oleh sebab itu, Carmen selalu bersembunyi di toilet di universitas, termasuk yang tampak pada foto. Perlakuan seperti itu dampaknya dalam, katanya. Itu berefek pada keyakinan diri dan bisa mengubah seseorang.
Foto: UNFPA Bolivia/Focus
Jejak Kaki Saat Melarikan Diri
"Saya ditampar kemudian diseret suami saya." Begitu cerita Sonisay (bukan nama sebenarnya) di Kamboja. Ini foto telapak kaki Sonisay di pekarangan rumah, saat lari dari suaminya. Secara global, sepertiga perempuan mengalami kekerasan, dalam bentuk apapun. Dan itu kerap disebabkan oleh seseorang yang dikenalnya.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Penn
"Ia Didorong ke Tempat Tidur kemudian Dicekik"
Kekerasan seksual bisa mengubah hidup perempuan sepenuhnya akibat teror, stigma, penyakit atau kehamilan. Di Yordania, seorang perempuan pergi ke klinik untuk minta bantuan medis. Di sana ia lega setelah diberitahu tidak hamil. "Tapi ia tetap syok dan sedih," kata Dr. Rania Elayyan. Seperti halnya banyak orang lain yang selamat dari serangan. Perempuan ini memilih tidak melaporkan nasibnya.
Foto: UNFPA Jordan/Elspeth Dehnert
Perempuan Berusaha Minimalisasi Kekerasan
Di kawasan krisis, perempuan juga menghadapi kesulitan mencari tempat yang bisa didatangi, juga berpakaian untuk minimalisasi ancaman kekerasan. Kekerasan seksual merajalela di kalangan Rohingya yang lari dari krisis di Myanmar. Ini foto gundukan pakaian di luar kamp pengungsi di Bangladesh, yang ditolak perempuan karena dianggap bisa menyulut perhatian yang tidak diinginkan dari pria.
Foto: UNFPA Bangladesh/Veronica Pedrosa
"Ia Membawa Saya Ke Rumahnya"
Di Zambia, Mirriam (14) mengunjungi pusat konseling setelah dipaksa menikah dengan pria berusia 78 tahun. "Rasa sakit hampir tidak tertahan," kata Mirriam. "Ia mengatakan saya harus melakukannya karena saya sekarang istrinya." Di negara berkembang, rata-rata satu dari empat anak perempuan dipaksa menikah. Namun pernikahan anak-anak juga bisa ditemukan di negara berkembang.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Mutilasi Berujung Penderitaan
Seorang perempuan yang biasa melakukan mutilasi genital atau FGM (Female Genital Mutilation) di Somalia kini menyadari bahayanya. “Anak perempuan saya jatuh sakit setelah melalui FGM,” demikian diakuinya. Tapi ia memperkirakan, FGM tidak bisa dihapuskan dengan mudah.
Foto: Reuters/S. Modola
Perampasan Hak Finansial Juga Suatu Kekerasan
Hakim di Nikaragua mengeluarkan keputusan hukuman terhadap ayah Sofia (bukan nama sebenarnya), yang memukuli istrinya, dan tidak memberikan dukungan finansial kepada Sofia. Ia menghentikan sokongan saat Sofia mengandung di usia 14. Hakim memutuskan, ayahnya harus memberikan sokongan sampai ia berusia 21 tahun.
Foto: UNFPA Nicaragua/Joaquín Zuñiga
"Kami Dikurung Sejak Kecil selama 20 Tahun"
Sejumlah kasus mengerikan menunjukkan bagaimana perempuan dan anak perempuan dirampas kebebasannya. Contohnya Balqees (bukan nama asli) di Yaman. Sejak berusia 9 tahun, ia dan saudara perempuannya dikurung di kamar ini. Saudara laki-laki mereka merasa, saudara perempuan mereka akan memalukan keluarga jika berbaur dengan masyarakat. Akhirnya, mereka ditinggalkan sepenuhnya dan ditolong tetangga.
Foto: UNFPA Yemen
Pria dan Anak Laki-Laki Harus Ikut Serta Menghapus Kekerasan
Ry di Kamboja mengatakan, ia sering melakukan kekerasan terhadap istrinya di rumah ini. Tapi ia kemudian ikut "Good Men Campaign" (Kampanye Pria Baik), yaitu inisiatif untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Sekarang ia bertekad bersikap lebih baik. "Kalau bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan bertengkar dengan istri saya. Malah lebih mencintai dan menghormatinya," kata Ry.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Pen
Kekerasan Tidak Boleh Diselubungi
Kisah kekerasan harus diungkap agar cakupan masalah bisa dilihat semua orang, dan jalan keluar bisa ditemukan. Di Belarus, seorang perempuan yang selamat dari KDRT menggambar bunga dalam kelas terapi. Tujuannya adalah agar mereka bisa memproyeksikan dan menangani rasa takut, dan belajar dari pengalaman. Topik kelas ini adalah "open to live" (terbuka untuk hidup). Ed.: ml/hp (Sumber: UNFPA)
Foto: UNFPA Belarus/Dina Ermolenko
16 foto1 | 16
Terbuka untuk laki-laki dan perempuan
Bagi beberapa orang, cerita masalah pribadi ke orang asing mungkin akan terasa aneh. Bukan cuma karena harus cerita semua permasalahan dari awal tapi juga karena perasaan tidak nyaman karena tak saling kenal.
Menurut Rene, kesadaran masyarakat akan kesehatan mental saat ini sudah cukup besar. Ia pun membuka puntu bagi perempuan dan laki-laki untuk mencurahkan isi hati mereka.
"Justru kadang cowok kasihan karena mereka kuat, nggak boleh nangis, nggak boleh curhat. Di balik kuatnya mereka ada kerapuhan yang besar. Mereka dituntut untuk sekuat itu," ujar perempuan yang baru saja menyelesaikan pendidikan S2 Profesi Psikolog itu.
"Dulunya banyak orang malas curhat sama stranger. Tapi makin ke sini orang makin susah mau percaya siapa? ... Karena kadang sumber masalahnya dari lingkungan terdekatnya sendiri, keluarga."
Iklan
Konsultan pun butuh curhat
Meski menjadi teman curhat banyak orang, Rene juga manusia biasa yang punya masalah dan butuh teman curhat. Dua bulan membuka jasa curhat online, Rene mengalami mental breakdown dan saat itu tidak sanggup meneruskan jasa curhat online.
Saat itu dia berpikir bagaimana bisa menyelesaikan masalah orang sedangkan masalah sendiri sudah cukup banyak. "Pas tutup banyak yang chat, 'Kak kapan buka lagi?'" ucapnya. Akhirnya ia pun merasa tidak tega.
Dalam kondisi yang tidak baik-baik saja itu, Rena kembali mencoba mendengarkan curhatan dari orang-orang asing. "Saya pikir saya akan semakin mental breakdown, tapi enggak. Malah jadi seperti ada teman, 'oh kamu tidak sendirian, dan semua orang bermasalah. Manusia saling membutuhkan, jadi akhirnya saya buka lagi."
Berawal dari inisiatifnya sendiri, Rene sekarang dibantu oleh 30 konsultan yang ia kategorikan sebagai helper dan expert. Helper bertugas untuk jadi teman curhat alias hanya mendengarkan saja. Mereka memiliki pendidikan S1 psikologi. Sedangkan expert memiliki pendidikan S2 profesi psikolog dan diizinkan untuk memberi solusi dan berdiskusi untuk mencari jalan keluar.
Berawal curhat menjadi teman
Kurnia Indra juga menyediakan jasa curhat online. Indra awalnya hanya ikut-ikutan teman untuk 'menyediakan kuping untuk mendengar,' tapi sekarang, dia justru senang dengan kegiatan paruh waktu ini.
Para pengguna jasa curhatnya, ujar Indra, rata-rata hanya ingin didengarkan dan melampiaskan kegundahan mereka. "Karena kalau (cerita) sama yang yang sudah kenal bingung, kalau tidak kenal bisa lebih lega," kata Indra kepada DW Indonesia.
Awalnya Indra tidak menyangka kalau jasanya ini akan banyak peminat. Menjadi pendengar curhat orang kini malah jadi pekerjaan sampingannya tiap malam. "Onlinenya habis pulang kerja. Malam gitu jam 10 sampai 12 malam, pernah sampai subuh juga karena yang ramai jam-jam segitu."
Indra pertama kali bergabung dengan penyedia jasa curhat mulai September 2021. "Awalnya sih join di apps namanya Lita buat mabar (main game bareng) lalu teman saya daftar fitur jasa curhat di apps yang sama. Akhirnya saya ikutan juga."
Setelah mendaftar, Indra tidak langsung mendengarkan curhat pelanggan. Ada wawancara dan training sebelumnya karena dia tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi.
Usai lulus wawancara dan training, Indra dan kawan-kawannya resmi tergabung dalam layanan curhat online tersebut. Kliennya kebanyakan perempuan yang berkutat dengan permasalahan cinta, tidak hanya dari Indonesia tapi juga Korea Selatan dan Jepang.
Soal tarif curhat, ia mengaku bisa menentukan sendiri. Makin tinggi skor keaktifannya bayarannya juga makin tinggi, kata dia.
Namun Indra mengaku bukan hanya kelebihan finansial yang ia dapatkan dari menyediakan jasa ini. "Dari yang awalnya join di apps itu buat cari duit, sekarang ada beberapa orang yang malah justru jadi teman," ujarnya. (ae)