1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Saddam Hussein Dituntut Hukuman Mati

21 Juni 2006

Proses pengadilan terhadap mantan penguasa Irak, Saddam Hussein, disetir oleh Amerika Serikat.

Foto: AP

Saddam dituduh melakukan pembantaian 148 warga Syiah di kota Dudjail, dan dengan begitu melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Tema ini disoroti dengan tajam oleh harian Eropa dan Jerman.

Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar:

"Jika pengadilan menjatuhkan vonis hukuman mati, tentu eksekusinya dilaksanakan dengan cara digantung, sama seperti hukuman yang dilakukan kepada sejumlah anggota NAZI dalam pengadilan di Nürnberg tahun 1946 lalu. Akan tetapi, kemungkinan diperlukan waktu cukup panjang, hingga eksekusi dilaksanakan. Dalam arti, semua kemungkinan bagi proses naik banding juga harus dibuka. Namun, dari para pemegang otoritas di Irak tidak terdengar reaksi apapun. Presiden Djalal Talabani yang berasal dari kaum Kurdi, tidak mengeluarkan sepatah katapun. Sama seperti halnya PM Nuri al-Maliki, yang mengatakan, tidak ada komentar."

Sementara harian Jerman Hessische-Niedersächsische Allgemeine yang terbit di Kassel berkomentar:

"Para hakim berusaha menunjukan kesan, bahwa proses itu bukan pengadilan yang disetir pemenang perang. Karena itu, para hakim harus menghadapi keterbatasan. Juga jika bukti yang diajukan cukup konkrit, sasaran politik yang mencuat dalam proses pengadilan, tidak akan dapat tercapai. Bagi para korban rezim Saddam Hussein, kepuasan hanya tercapai jika para hakim memutuskan vonis hukuman mati. Akan tetapi, vonis ini samasekali tidak memenuhi rasa keadilan. Hukuman mati bagi Saddam hanya akan memuaskan keinginan membalas dendam. Tidak lebih dari itu."

Harian Jerman lainnya Landeszeitung yang terbit di Luneburg berkomentar:

"Terdapat rasa tidak enak dari proses pengadilan yang amat pendek. Dengan itu, hanya tuntutan balas dendam dari mayoritas warga Syiah, yang cukup lama mengalami tekanan dari rezim Saddam, yang dapat terpuaskan. Tapi bukan rasa keadilan. Sebetulnya yang diperlukan adalah penuntasan semua kejahatan semasa kekuasaan Saddam. Juga termasuk peranan Amerika Serikat dan Perancis dalam memasok bantuan kepada rezim Saddam. Jika algojo nanti menyelesaikan tugasnya, sebagian besar masalah di zaman Saddam tetap tidak tuntas. Dan ibaratnya, di kemudian hari sejumlah rekening tagihan masih akan datang."

Sementara harian Jerman Kölner Stadt Anzeiger yang terbit di Köln berkomentar:

"Dari sudut sejarah, vonis bersalah terhadap Saddam sudah lama dijatuhkan. Akan tetapi, yang lebih diperlukan adalah sebuah proses dalam tema hak asasi. Jadi bukan sekedar bukti kesalahan. Yang paling baik adalah pengakuan secara menyeluruh, bahwa telah terjadi ketidak adilan di negara itu. Hal ini sangat berguna, sebagai landasan bagi perujukan di Irak. Tapi proses pengadilan Saddam masih sangat jauh dari tujuan itu. Sebuah proses pengadilan yang jujur dan adil di Irak, saat ini sangat tidak mungkin dilaksanakan. Seharusnya Saddam diadili di Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag. Tapi AS tidak mengakui mahkamah ini. Artinya, proses pengadilan Saddam akan tetap menyisakan pertanyaan terbuka. Sebab, pengadilan di Bagdad tidak bertujuan menegakan keadilan di Irak."