1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Seni

Sahabat Kafka dari Jawa

30 November 2017

Kisah hidup sastrawan nyentrik, Franz Kafka, ditangan penulis Indonesia hadir dengan nuansa berbeda. Kegelisahan hidup penulis asal Praha itu diracik Triyanto Triwikromo dan dibalutnya dengan filosofi Jawa.

Schriftsteller Triyanto Triwikromo
Foto: DW

Tiga bulan lamanya, Triyanto Triwikromo menelusuri jejak Franz Kafka, penulis berbahasa Jerman yang hidup 93 tahun lalu di Praha, Ceko. Tak hanya di Praha, penulis cerita pendek itu juga mengunjungi lokasi yang dituliskan Kafka dalam bukunya yang legendaris berjudul Metamorfosa atau judul aslinya Verwandlung.

Buku itu pula yang menjadi inspirasi Triyanto untuk menulis ulang buku biografi Kafka dan menamai buku versinya dengan judul Metamorkafka. Kafka yang dikisahkan pria kelahiran Salatiga tersebut, menjadi aktor utama dalam bingkai cerita yang diciptakan Kafka dalam Metamorfosa. Triyanto tak hanya merekonstruksi ulang kisah Kafka dalam bentuk roman biografi, tapi ia juga menyisipkan buah pikiran dari budaya Jawa. 

Buku Metamorfosa karya Kafka mengubah pandangan dunia mengenai bagaimana sastra bisa ditulis dengan cara berbeda.Foto: public domain

"Saya tidak sekadar menuliskan biografi, tapi saya ingin menulis sisi gelap kehidupan Kafka. Jadi tak selamanya kisah Kafka dan Dora sangat romantis, namun saya balik," ujar Tiryanto menambahkan. "Bagi saya Kafka itu andai kata lahir di Jawa akan menulis novel yang sama, karena di Jawa kehidupan yang ditulis Kafka itu biasa saja. Dalam realisme Jawa apa yang tampak dan tidak tampak itu bersilang tempur dalam manusia Jawa tanpa dibedakan. Kesetanan dan Ketuhanan dalam tubuh orang Jawa hanya atribut yang saling berdampingan tanpa perlu dipertentangkan."

Suasana kental budaya Jawa turut dihadirkan Triyanto saat membaca bab pertama dari Metamorkafka di ruang kelas Bahasa Indonesia di gedung Studi Asia Universitas Bonn pada hari Senin (27/11). Ia mendendangkan lagu Jawa bertema Api untuk menggambarkan kisah Kafka di pantai Laut Timur Ostsee.

Roman Kafka Guratan Penulis Indonesia

01:25

This browser does not support the video element.

Triyanto Triwikromo hanya satu dari belasan penulis yang mendapat dukungan beasiswa dari pemerintah Indonesia dalam program residensi untuk melakukan riset di negara-negara Eropa. Ia memilih untuk menulis Kafka di Berlin karena merasa ada ikatan pribadi dengan negara yang pernah ditempati Kafka sebelum akhirnya meninggal di Praha.

"Saya merasa teman saya paling dekat di Jerman adalah Kafka meski dia lahir di Praha. Selain itu saya merasa dekat dengan pikiran Max Horkheimer yang mengatakan puncak rasionalitas adalah irrasionalitas dan puncak irrasionalitas adalah rasionalitas. Menurut saya, itu adalah kristalisasi pemikiran Jawa," kata wartawan di Suara Merdeka tersebut.

Sejak Indonesia menjadi tuan rumah di Frankfurt Book Fair tahun 2015 lalu, pemerintah serius melirik pasar Eropa dengan mendukung para penulis melakukan riset untuk memperkaya penulisan buku-buku mereka.

ts/hp