Freeport-McMoRan Inc. gagal mencapai target pemasukan, namun harga sahamamnya tertolong karena Indonesia memberi waktu enam bulan lagi untuk menyesuaikan diri dengan regulasi baru.
Iklan
Perusahaan pengelola salah satu tambang tembaga dan emas terbesar dunia itu hari Selasa (25/4) melaporkan laba bersih pada kuartal pertama sebesar $ 228 juta. Angka yang cukup menggembirakan, dibandingkan dengan kerugian $ 4,18 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Gagal mencapai target, tapi harga saham terangkat. Freeport-McMoran disambut kembali oleh para investor di pasar saham, setelah Indonesia menunda penerapan larangan ekspor konsentrat tembaga selama enam bulan.
Freeport-McMoRan terkena dampak regulasi baru di Indonesia yang membatasi ekspor produk-produk tertentu. Hal itu menyebabkan turunnya produksi pada operasi pertambangan di Indonesia dimulai pertengahan Januari lalu.
Pembatasan ekspor konsentrat dari pertambangan Grasberg yang diberlakukan pemerintah Indonesia akhirnya "ditunda" pekan lalu. Freeport mendapat waktu enam bulan dari pemerintah Indonesia untuk melanjutkan operasinya, sementara negosiasikan ulang untuk lisensi dan perjanjian yang baru masih dilakukan.
"Berdasarkan analisis kami, kesepakatan jangka pendek di Grasberg inilah yang merupakan langkah kunci untuk penyelesaian masalah pada perusahaan di Indonesia," kata analis dari Jefferies, Christopher LaFemina.
Freeport McMoran yang berbasis di Phoenix, Amerika Serikat ini selama kuartal pertama taghun ini memangn menjual lebih sedikit tembaga dan emas daripada yang diproyeksikan, karena hambatan ekspor yang ada di Indonesia.
Secara per saham, Freeport membukukan laba bersih 16 sen. Hasil ini tidak sesuai dengan ekspektasi di pasar bursa Wall Street. Perkiraan rata-rata sembilan analis yang disurvei oleh Zacks Investment Research adalah laba bersih sampai 17 sen per saham.
Freeport melaporkan pendapatan sebesar 3,34 miliar dolar AS pada kuartal pertama, yang juga berada di bawah ekspetasi pasar. Para analis tadinya mengharapkan pendapatan sekitar 3,51 miliar dolar AS. Pada kuartal yang sama tahun lalu, Freeport membukukan pendapatan sebesar 3,24 miliar dolar AS.
Sekalipun gagal mencapai target, harga saham Freeport-McMoRan naik 84 sen, atau hampir 7 persen, menjadi 13,07 dolar AS pada sesi perdagangan sore hari Selasa (25/4).
Perjudian Buntu di Tambang Grasberg
Kemelut antara Indonesia dan PT Freeport berpotensi cuma akan menghasilkan pecundang. Kedua pihak terjebak dalam pertaruhan besar seputar tambang Grasberg, tanpa ada jalan keluar.
Harus diakui, PT Freeport adalah salah satu perusahaan asing yang paling kontroversial di Indonesia. Hubungan antara perusahaan yang bermarkas di Phoenix, AS, dengan pemerintah selama ini dipenuhi kekisruhan dan perseteruan. Tidak heran jika jelang negosiasi perpanjangan kontrak, kedua pihak kembali bersitegang.
Foto: Getty Images/AFP/O.Rondonuwu
Bola Api dari Jakarta
Terakhir, raksasa tambang AS itu berseteru dengan pemerintah soal Kontrak Karya dan izin ekspor. Kontrak yang ada saat ini akan berakhir tahun 2021 dan Jakarta enggan memperpanjang karena khawatir merugi. Sebab itu Kementerian Energi dan SDM mengajukan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi Freeport buat memperpanjang kontrak.
Foto: Getty Images/AFP/O.Rondonuwu
Simalakama Freeport
Tahun 2017 pemerintah mengubah status Kontrak Karya yang dikantongi Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Bersamanya Freeport wajib membangun fasilitas pemurnian alias smelter dalam waktu lima tahun dan menyerahkan 51% saham tambang Grasberg pada Indonesia. Namun Freeport menolak klausul tersebut karena dinilai merugikan.
Foto: Getty Images/AFP/O. Rondonuwu
Menyambung Nyawa
Lantaran gagal memenuhi persyaratan yang diajukan, pemerintah mencabut izin ekspor Freeport dan sejak 2015 hanya memberikan izin sementara yang berlaku selama enam bulan. Situasi ini menyudutkan Freeport karena tidak bisa mengekspor ketika harga Tembaga sedang melambung. Terlebih tambang terbuka Grasberg nyaris habis masa pakainya dan Freeport harus mulai menambang tembaga di bawah tanah.
Foto: Getty Images/AFP/O.Rondonuwu
Tekanan Pasar
Lantaran sikap keras Jakarta, Freeport merumahkan 12.000 pegawai akibat penurunan produksi. Kemelut di Indonesia akhirnya berimbas negatif pada saham Freeport. Analis pasar menganjurkan investor jangka panjang untuk tidak membeli saham Freeport hingga kisruh kontrak diselesaikan. JP Morgan bahkan menurunkan status Freeport dari "Overweight" menjadi "Neutral."
Foto: Getty Images/AFP/O.Rondonuwu
Gali Lubang Demi Utang
Tekanan pasar pada Freeport bertambah besar lantaran ketidakjelasan soal izin ekspor. Tahun ini Freeport merencanakan kapasitas produksi tambang Grasberg sebesar 32% dari total volume produksi perusahaan. Demi membiayai produksi dan menutup utang, perusahaan itu telah menjual sahamnya di tambang-tambang Afrika, dan mulai menambang tembaga berkualitas tinggi di Papua.
Foto: Getty Images/AFP/T.Eranius
Terganjal Regulasi
Freeport berdalih akan berinvestasi senilai 15 miliar Dollar AS untuk mengubah Grasberg menjadi tambang bawah tanah. Untuk itu mereka menginginkan kepastian perpanjangan Kontrak Karya hingga 2041. Namun menurut UU Minerba, Indonesia hanya bisa menegosiasikan kontrak dua tahun sebelum masa berlakunya berakhir, dalam hal ini tahun 2019.
Foto: AFP/Getty Image
Jalan Buntu buat Dua Pihak
Akhirnya kedua pihak tidak bisa mengalah dan berniat membawa kasus Grasberg ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Buat Freeport, menerima IUPK berarti kehilangan kuasa atas salah satu sumber pemasukan terbesarnya. Sementara pemerintah Indonesia juga enggan mundur dari tuntutannya karena terancam merugi dan kehilangan muka di hadapan publik. Penulis: Rizki Nugraha/ap (dari berbagai sumber)