Apa saja yang diperlukan untuk sajian dari Indonesia? Bagaimana menyiapkan bumbunya? Itu semua diajarkan Chef Degan Septoadji dalam kursus memasak di hotel Traube Tonbach di Schwarzwald Jerman.
Iklan
Koki kenamaan Degan Septoadji menimba ilmu di Jerman. Kehadirannya tahun ini di Jerman adalah yang kedua. Tahun lalu ia juga sudah mengadakan kursus memasak dan menyelenggarakan gala diner di hotel Traube Tonbach, Jerman. Tahun depan juga sudah direncanakan kunjungan berikutnya.
Sebelum memiliki restoran sendiri di Indonesia, tepatnya di Bali dan Jakarta, chef Degan juga sudah bekerja di Thailand. Dari pengalamannya di Thailand itu, antara lain berbuah "koneksi" ke hotel Traube Tonbach, di mana teman dari masa pendidikan, koki Henry Oskar Fried, bekerja. Kini mereka bekerjasama dalam penyelenggaraan gala diner kuliner Indonesia.
Dalam kursus yang diadakan beberapa kali, hadir para tamu hotel atau tamu yang khusus datang untuk belajar memasak. Di antara mereka, banyak yang sudah ikut kursus tahun lalu.
Bisa Anda ceritakan, apa yang Anda ajarkan dalam kursus memasak makanan Indonesia?
Kami membuat “cooking class“ makanan tradisional. Jadi kami juga menunjukkan bahwa orang Indonesia membuat bumbu dengan menggunakan ulekan. Kami sudah bawa ulekan ketika datang tahun lalu ke sini, ketika itu juga untuk mengajarkan cara masak Indonesia. Ulekan kemudian kami tinggal di hotel ini. Kalau di Eropa orang menggunakan “Thermomix“ (alat penghancur dan pencampur bumbu – red). Kalau di Indonesia ulekanlah yang jadi Thermomixnya. Jadi kami sediakan bahan-bahan untuk bumbu dan ulekannya. Lalu kami peragakan cara mengulek kemudian mereka harus mencobanya.
Apa pengikut kursus yang kebanyakan orang Jerman bisa mengulek?
Ada yang kesulitan, ada yang langsung bisa. Tapi semua mengatakan, “Waduh berat, ya, ini…“ Kami kemudian menjelaskan, kalau Anda menggunakan “blender“ juga bisa. Tapi kalau di Indonesia, inilah yang digunakan, karena kalau memakai ulekan, bumbunya menjadi lebih enak, semua rasanya keluar. Mereka terus mengatakan, “Wah, memang dengan ulekan jadinya lebih balus“.
Kemudian kami jelaskan, memang di Indonesia, misalnya di pasar, ada penjual bumbu yang punya penggiling bumbu. Tetapi kalau di rumah tangga biasa, orang biasanya menggunakan ulekan, walaupun ukurannya mungkin lebih kecil. Selain itu di daerah pedesaan, walaupun kalau ada acara orang harus memasak untuk 100 tamu, tetap saja ulekan yang digunakan. Kadang-kadang ulekannya besar, dan orang mengulek beramai-ramai, empat sampai lima orang. Jadi kami juga memberikan informasi tentang budaya di Indonesia sebagai latar belakangnya.
Bagaimana bahan-bahannya?
Tahun ini kami bawa bahan yang sedikit berbeda dengan tahun lalu. Kami bawa kluak, misalnya. Di sini (Jerman – red) itu tidak ada, bisa dapat, tapi lewat Belanda. Tapi kalau dapatpun hanya isinya saja. Bisa saja teman saya yang membelikan di sini, tapi dia tidak kenal bumbu ini. Jadi saya tunjukkan bentuk aslinya kluak. “Penah lihat ini tidak?“ Terus dia bilang, “Ini… apa ini?“ Terus saya tunjukkan, “Ini kulitnya, kalau dibuka ada isinya“. Kalau isinya kering harus direndam. Setelah itu disaring. Kami kasi liat semua prosesnya. Jika sudah disaring ditumis pakai minyak, kemudian dikasi air, dimasak setelah itu di-blender, hasilnya pasta. Setelah itu pasta dimasak dengan bumbu-bumbu lain. Ini nanti bisa untuk “beef stew“ atau rawon. Saya juga tunjukkan, supaya mereka bisa mencium wanginya. Kemudian mereka bilang, “Ini seperti coklat yang difermentasikan.“
Jadi mereka juga lihat bahan-bahan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Misalnya juga nangka. Mereka tanya , “Ini bagaimana cara makannya?“ Kami jelaskan, kalau nangka muda untuk sayur. Kalau tua untuk buah. Kemudian kami buat nangka goreng, lalu kerjasama dengan “pastry“ yang membuat es krim. Nangka kemudian dihidangkan dengan es krim. Atau juga mangga. Jadi yang kami sajikan agak modern, tapi rasa aslinya semua ada.
Bahan bumbu yang tidak pernah didapat di Jerman hanya daun salam dan kencur. Yang tidak bisa diperoleh di sini, kami bawa dari Indonesia. Daun salam dibawa oleh asisten saya, Heru, karena dia punya pohonnya di rumah.
Mengapa sajian masakan Indonesia lebih laku daripada yang dari Thailand?
Menurut para tamu gala dinner yang sudah mencicipi makanan Indonesia, makanan Indonesia memang ada yang terasa pedas. Tetapi tidak sepedas makanan Thailand. Walaupun pedas, dalam makanan Indonesia rasa-rasa lainnya masih bisa terasa. Jadi keseimbangan antara rasa pedas dan rasa lainnya ada. Sehingga masih bisa disantap dengan minuman anggur.
Laporan dan wawancara dengan Chef Degan Septoadji bisa diadakan berkat dukungan pihak Hotel Traube Tonbach, Schwarzwald.
Menikmati Kuliner Indonesia di Hotel Bintang Lima Jerman
Siapa tidak kenal asinan Bogor, bumbu rendang dan krupuk? Di hotel bintang lima Traube Tonbach di daerah Schwarzwald, Jerman Selatan tamu gala dinner menikmati semua kuliner lezat Indonesia yang disajikan dengan cantik.
Foto: DW/M. Linardy
Hotel Bintang Lima di "Hutan Hitam"
Kursus masak dan "gala dinner" diadakan di hotel bintang lima bernama Traube Tonbach, yang terletak di kota Beiersbronn, di daerah Schwarzwald (hutan hitam) di Jerman Selatan. Tepatnya di negara bagian Baden Württemberg. Foto: bangunan paling tua di kompleks hotel, yang dibangun di lereng lembah. Bangunan yang dulunya hanya penginapan kecil, berkembang jadi hotel besar dengan tamu internasional.
Foto: DW/M. Linardy
Menyantap Makanan Sambil Menikmati Alam
Di ruang restoran Köhlerstube diadakan "gala dinner" masakan Indonesia. Masakan dihidangkan seperti dalam acara makan resmi yang lazim di Eropa. Yaitu dalam lima tahap, mulai dari hidangan pembuka, hidangan utama, sampai penutup. Tamu yang hadir sebagian tamu hotel. Sebagian lagi, tamu yang datang spesial untuk menikmati kuliner Indonesia.
Foto: DW/M. Linardy
Chef Degan Septoadji Siapkan Hidangan
Koki kenamaan Degan Septoadji bersama timnya mempersiapkan hidangan dari awal hingga akhir di dapur restoran. Salah satu hal yang sangat diperhatikan adalah penampilan tiap hidangan. "Di Eropa mata juga ikut makan," demikian dikatakannya. Jadi bukan rasanya saja yang harus sempurna.
Foto: DW/M. Linardy
Menanti Hidangan Istimewa
Menjelang malam, para tamu sudah siap menanti hidangan di meja-meja yang sudah ditata apik. Mereka duduk di tempat-tempat yang sudah ditetapkan lewat kartu meja. Sebelum hidangan disajikan, mereka sudah bisa memesan minuman. Mulai dari yang beralkohol seperti anggur merah, sampai air putih. Di akhir makan malam, tamu bisa memesan kopi.
Foto: DW/M. Linardy
Dengan Krupuk dan Sambal
Salah satu hal yang spesial dalam gala diner ini adalah cara penyajian makanan, yang bagi orang Indonesia kurang lazim. Tetapi makanan yang disajikan adalah makanan yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Tampak di foto: krupuk yang "naik pangkat" dan disajikan dalam wadah cantik. Pendampingnya tiga jenis sambal, yang ditempatkan dalam mangkuk persegi berwarna putih dengan sendok dari perak.
Foto: DW/M. Linardy
Sate, Lumpia, Wantan Goreng
Ini tiga makanan pembuka, yang dihidangkan dengan masing-masing sausnya. Lezat dan mengundang tamu untuk ingin mencicipi lebih jauh serta menanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan makanan-makanan itu. Dari pulau mana asalnya? Bagaimana kebiasaan menyantap makanan di Indonesia? Ini salah satu cara membuat kebudayaan Indonesia makin terkenal di Jerman.
Foto: DW/M. Linardy
Asinan Bogor Nan Cantik
Agak bingung juga waktu ditanya, apa nama makanan ini. Ternyata ini asinan Bogor. Begini makanan tradisional yang dikenal umum di Indonesia jika disajikan di hotel bintang lima oleh "chef" Degan Septoadji. Dalam variasi ini, asinan dilengkapi dengan daging ikan salmon yang diiris tipis-tipis.
Foto: DW/M. Linardy
Menikmati Lezatnya Celimpungan di Jerman
Setiap tamu mendapat "sup" ini di mangkuk-mangkuk kecil. Seperti urutan lima hidangan dalam jamuan makan resmi di Eropa, dalam gala dinner ini, ikan jadi sajian ketiga, setelah hidangan pembuka. Di mana letak Palembang? Apa bedanya hidangan di sana dengan di tempat lain di Indonesia? Begitu kira-kira pertanyaan para tamu.
Foto: DW/M. Linardy
Daging Bebek Indonesia
Seperti ini masakan daging bebek dengan bumbu Bali yang dihidangkan dalam gala dinner. Dilihat dari cara menghidangkannya, ini lebih menyerupai makanan Perancis di restoran mewah Eropa, dan bukan seperti hidangan masakan Indonesia. Tapi jika dirasa dengan bumbunya, ini berasal dari Indonesia.
Foto: DW/M. Linardy
Rendang atau Bukan Rendang?
Inilah "daging sapi bumbu rendang". Daging "fillet" dipotong dan ditempatkan di atas bumbu rendang. Sehingga setiap orang memotong daging kemudian menyantapnya dengan ikut merasakan bumbu rendang di bawahnya. Daging dan bumbu rendang dinikmati dengan kentang, wortel dan tauge.
Foto: DW/M. Linardy
Berbincang-Bincang dengan Koki
Setelah lima tahap hidangan berlalu, para koki mendatangi setiap meja. Mereka berbincang-bincang tentang makanan yang baru disajikan, dan menceritakan ide di baliknya. Sebagian tamu juga hadir dalam kursus masak yang juga ditawarkan chef Degan. Ada juga yang sudah pernah ke Asia misalnya Thailand. Itu menambah seru obrolan. Foto dari kiri: Nike Kurnia, Henry Oskar Fried, Degan Septoadji.