1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Saling Usir Diplomat Antara Inggris-Rusia

20 Juli 2007

Rusia mengumumkan pengusiran empat diplomat Inggris dari Moskow, sebagai langkah balasan pengusiran diplomatnya dari Inggris.

Andrei Lugovoi
Andrei LugovoiFoto: picture-alliance/dpa

Sengketa diplomatik antara Inggris dan Rusia meruncing karena kasus pembunuhan Alexander Litvinenko di London. Inggris menuntut Rusia menyerahkan tersangka utama Andrei Lugovoi, tapi Rusia menolak.

Harian Swiss Der Bund menulis:

„Seperti di era perang dingin, London dan Moskow melakukan saling usir diplomat. Aksi pengusiran ini lebih layak terjadi antara pihak yang bermusuhan, padahal sebelumnya banyak yang percaya, masa permusuhan ini sudah berlalu. Rusia sudah dianggap salah satu negara besar penganut demokrasi dan ekonomi pasar. Rusia diterima sebagai anggota G-8, tapi belum berlaku seperti layaknya anggota G-8. Jadi kata-kata dan sinyal tegas, sekalipun tidak begitu elegan, lebih baik daripada sikap diam.“

Harian Italia Il Messaggero menulis:

“Aksi balas dendam. Sehubungan dengan kasus Litvinenko, Kremlin kelihatannya berada lagi di jalan dingin konfrontasi dengan Barat. Tidak hanya dalam pernyataan, melainkan juga dalam tindakan. Situasinya seperti di era tirai besi antara Uni Soviet dan negara-negara NATO. Moskow mengumumkan, akan mengusir empat diplomat Inggris dalam waktu sepuluh hari ini. Ini adalah jawaban terhadap kebijakan London, mengusir empat diplomat Rusia, setelah Moskow menolak menyerahkan Andrei Lugovoi, tersangka utama dalam kasus pembunuhan bekas anggota dinas rahasia Rusia, KGB. Jadi ini benar-benar langkah balas dendam terhadap apa yang disebut Rusia sebagai upaya ‚amoral’ dengan tujuan mendudukkan Rusia di kursi terdakwa.“

Harian Austria Standard berkomentar:

„Permainan saling usir diplomat ini kelihatan seperti kekanak-kanakan, tapi sebenarnya tidak. Sebenarnya Rusia dan Inggris sudah memainkan ini tahun 90-an. Hanya saja sengketa yang sekarang terjadi dalam situasi hubungan yang sudah berubah antara Barat dan Rusia. Jadi seberapa seriusnya Rusia? Selama tidak ada konsekuensi ekonomi bagi Rusia, situasinya akan tetap dingin seperti ini, dan belum terlihat bagaimana sengketa ini akan berakhir. Karena penyelesaian sengketa ini juga berkaitan dengan sengketa-sengketa lain, yang belum ada solusinya. Eropa dan Amerika Serikat di Dewan Keamanan misalnya mengajukan rancangan resolusi untuk Kosovo, yang jelas-jelas tidak akan diterima oleh Rusia dan dijawab dengan veto. Langkah itu juga bisa dianggap sebagai provokasi.“

Harian Italia La Reppublicca menyoroti pemilihan presiden India, yang untuk pertama kali membuka peluang bagi terpilihnya seorang presiden perempuan: Pratibha Patil. Harian ini menulis:

„India untuk pertama kalinya memilih seorang presiden perempuan. Pratibha Patil yang berusia 72 tahun. Untuk Patil tentu bukan jabatan mudah. Ia akan menghadapi banyak masalah. Berkaitan dengan noda hitam masa lalunya, sebenarnya biasa-biasa saja. Parlemen India penuh dengan politisi yang sudah beberapa kali masuk pengadilan dan dihukum.“