Jumlah temuan kasus TBC di Indonesia berada di angka 969.000. Ini membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak ke-2 dunia setelah India.
Iklan
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Dr dr Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan kasus tuberkulosis di Indonesia berada di kondisi yang tidak menggembirakan. Ia mengatakan saat ini jumlah kasus TBC di Indonesia telah menyentuh angka 969 ribu kasus.
"TBC di Indonesia saat ini kurang menggembirakan. Karena kalau dilihat dari incidence ratenya, tahun 2019 kita sebenarnya sudah berada di 301 per 100.000 atau setara 824.000 kasus baru setiap tahun. Tapi di 2021, kami dideclare oleh WHO naik incidence ratenya 356 per 100.000 atau setara dengan 969.000 kasus baru setiap tahun, mendekati 1 juta," ujarnya di Jakarta Selatan, Selasa (25/07).
Angka fantastis itu, sambung dr Maxi, membuat Indonesia berada di urutan ke-2 negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia.
"Kita nomor dua di dunia. India 2,1 juta, kita hampir 1 juta. Cina yang mestinya nomor dua sekarang Cina nya cepat sekali, penanganan (TBC) di Cina cepat," imbuhnya.
dr Maxi menyampaikan Indonesia sendiri masih memiliki target global untuk mengeliminasi TBC di tahun 2030. Pihaknya menargetkan incidence rate TBC dapat turun hingga 65 per 100.000.
"Kita masih ada waktu, target global eliminasi TB tahun 2030. Kita harapkan itu bisa 65 per 100.000, jadi masih ada waktu tujuh tahun," ucapnya.
8 Virus Paling Berbahaya
Virus tetap jadi ancaman kesehatan bagi manusia. Walaupun ilmuwan sudah berhasil temukan vaksin untuk sejumlah virus, beberapa tetap menjadi ancaman. Berikut 8 virus yang paling berbahaya.
Foto: Christian Ohde/CHROMORANGE/picture alliance
Corona SARS-CoV-2
Virus corona SARS-CoV-2 yang memicu pandemi Covid-19 tiba-tiba muncul di kota Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019. Ketika itu ratusan orang diserang penyakit misterius mirip pneumonia dengan angka fatalitas sangat tinggi. Virus corona menyebar cepat ke seluruh dunia, menjadi pandemi yang mematikan. Hingga akhir Juli 2021, sedikitnya 205 juta orang terinfeksi dan 4,32 juta meninggal akibat Covid-19.
Foto: Christian Ohde/CHROMORANGE/picture alliance
Marburg
Virus paling berbahaya adalah virus Marburg. Namanya berasal dari kota kecil di sungai Lahn yang tidak ada hubungannya dengan penyakit tersebut. Virus Marburg adalah virus yang menyebabkan demam berdarah. Seperti Ebola, virus Marburg menyerang membran mukosa, kulit dan organ tubuh. Tingkat fatalitas mencapai 90 persen.
Foto: picture alliance/dpa
Ebola
Ada lima jenis virus Ebola, yakni: Zaire, Sudan, Tai Forest, Bundibugyo dan Reston. Virus Ebola Zaire adalah yang paling mematikan. Angka mortalitasnya 90%. Inilah jenis yang pernah menyebar antara lain di Guinea, Sierra Leone dan Liberia. Menurut ilmuwan kemungkinan kalong menjadi hewan yang menyebarkan virus ebola zaire ke kota-kota.
Foto: picture-alliance/NIAID/BSIP
HIV
Virus ini adalah salah satu yang paling mematikan di jaman modern. Sejak pertama kali dikenali tahun 1980-an, lebih dari 35 juta orang meninggal karena terinfeksi virus ini. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, dan melemahkan pertahanan terhadap infeksi dan sejumlah tipe kanker. (Gambar: ilustrasi partikel virus HIV di dalam darah.)
Foto: Imago Images/Science Photo Library
Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Ada beberapa jenis nyamuk yang menularkan virus tersebut. Demam dengue dapat membahayakan nyawa penderita. Antara lain lewat pendarahan, kebocoran pembuluh darah dan tekanan darah rendah. Dua milyar orang tinggal di kawasan yang terancam oleh demam dengue, termasuk di Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa
Hanta
Virus ini bisa diitemukan pada hewan pengerat seperti tikus. Manusia dapat tertular bila melakukan kontak dengan hewan dan kotorannya. Hanta berasal dari nama sungai dimana tentara AS diduga pertama kali terinfeksi virus tersebut saat Perang Korea tahun 1950. Gejalanya termasuk penyakit paru-paru, demam dan gagal ginjal.
Foto: REUTERS
H5N1
Berbagai kasus flu burung menyebabkan panik global. Tidak heran tingkat kematiannya mencapai 70 persen. Tapi sebenarnya, resiko tertular H5N1 cukup rendah. Manusia hanya bisa terinfeksi melalui kontak langsung dengan unggas. Ini penyebab mengapa kebanyakan korban ditemukan di Asia, di mana warga biasa tinggal dekat dengan ayam atau burung.
Foto: AP
Lassa
Seorang perawat di Nigeria adalah orang pertama yang terinfeksi virus Lassa. Virus ini dibawa oleh hewan pengerat. Kasusnya bisa menjadi endemis, yang artinya virus muncul di wilayah khusus, bagian barat Afrika, dan dapat kembali mewabah di sana setiap saat. Ilmuwan memperkirakan 15 persen hewan pengerat di daerah Afrika barat menjadi pembawa virus tersebut. (Sumber tambahan: livescience, Ed.: ml)
Foto: picture-alliance/dpa
8 foto1 | 8
Lebih lanjut, ia memaparkan sejumlah kendala dalam menangani kasus TBC di Indonesia. Salah satunya yaitu melakukan tracing dan penanganan terhadap pasien TB laten.
"TB laten adalah yang belum ada gejala klinis. Jadi kita temukan TB yang belum ada gejala klinis, itu harus ditangani. Ini kita yang masih sangat rendah. China itu berhasilnya di situ, bagaimana dia mampu melakukan penanganan pada TB laten itu," katanya.
Selain itu, TB resistensi obat (RO) juga menjadi faktor yang berkontribusi pada tingginya angka kasus TBC di Indonesia.
"Beban berikut adalah TB RO. Ini naik, karena masyarakat belum teredukasi dengan baik. Diobat dua bulan, dia merasa sehat, putus obat. Putus obat, balik lagi obat, lama-lama jadi TB RO," tuturnya.
"TB RO jadi masalah karena sulit (ditangani), angka kematiannya tinggi, dan penularannya kalau orang sudah TB RO ditularkan ke orang lain pasti akan TB RO juga," pungkas dr Maxi. (ha)