Film dokumenter Samin Vs Semen diputar di 10 kota di Jerman mulai April hingga Mei 2017. Film ini mengisahkan perjuangan komunitas Samin menolak kehadiran pabrik semen di pegunungan Kendeng.
Iklan
Film ini bercerita tentang perjuangan komunitas Samin yang berusaha mempertahankan tanahnya melawan perusahaan semen. Filmnya dibuat dari sudut pandang kaum Samin. Konflik dari tahun 2010 ini terus berlanjut hingga sekarang. Kedua belah pihak yang berseteru adalah Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) dari Komunitas Samin melawan PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. lewat anak perusahaannya PT Sahabat Mulia Sakti (SMS).
Deutsche Welle berkesampatan menyaksikan pemutaran fim dan diskusi film ini, ketika Samin vs Semen diputar di Kota Köln, Jerman. Kepada DW, pembuat film Dandhy Laksono menjelaskan tujuan dari kampanye komunitas Samin ke Jerman:
"Tujuannya adalah agar film yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman ini ditonton oleh warga Jerman, sehingga bisa memberikan tekanan sosial dan politik kepada pemerintah Jerman dan Indonesia, agar perusahaan induk Heidelbergcement berpikir ulang mengenai pendirian pabrik semen di Kendeng."
Sebagaimana diketahui, HeidelbergCement adalah perusahaan semen yang berkantor pusat di Heidelberg, Jerman. Produsen semen terbesar ketiga di dunia ini juga pemegang saham mayoritas PT Indocement, salah satu pabrik semen di Indonesia. Melalui anak usahanya tersebut, HeidelbergCement akan membangun pabrik di Pati, Jawa Tengah, yang mendapat tentangan dari komunitas Samin.
Petani Samin Sampai ke Jerman
05:15
Gunarti ingin bicara di depan pemegang saham
Salah seorang petani Samin bernama Gunarti yang juga hadir dalam pemutaran dan diskusi film Samin vs Semen memaparkan pendirian pabrik semen di pegunungan merusak tatanan sosial dan lingkungan di wilayah mereka berada.
"Mereka selalu mengucurkan uang untuk mempengaruhi warga. Di Rembang dan Tuban sudah terjadi ketidakakuran itu. Debu, polusi, banyak yang sakit. Biarlah kawasan kami tetap jadi lahan pertanian”, tegas Gunarti
Ilmuwan sudah memperingatkan bahaya intervensi ke kawasan pegunungan karst di Kendeng, yang dapat mengganggu kesuburan tanah di wilayah tersebut. Selain itu juga memicu banjir dan kekeringan. Di lain pihak, perusahaan semen bersikukuh pembangunan pabrik ini tak merusak lingkungan.
Dalam rapat pemegang saham HeidelbergCemen yang diagendakan diselenggarakan tanggal 10 Mei 2017, Gunarti akan turut hadir di kantor perusahaan tersebut dan memaparkan aspirasi komunitas Samin yang menolak kehadiran pabrik semen di wilayahnya.
Kehadiran pembuat film Samin vs Semen Dandhy Laksono dan Gunarti di Jerman merupakan prakarsa solidaritas warga Jerman dan beberapa komunitas di Jerman seperti : Südostasien Informationsetlle, Retten Regenwald, Heinrich-Böll Stiftung dan Watch Indonesia, ditambah lagi inisiatif organisasi-organisasi lainnya di berbagai kota dimana pemutaran film diadakan. Misalnya di kota Köln, organisasi Asianhaus dan Deutsch-Indonesischen Gesellschaft (Persahabatan Jerman-Indonesia) turut membantu terselenggaranya acara pemutaran film ini.
Seruan Kendeng Hingga ke Jerman
Perjuangan petani Pegunungan Kendeng dalam menolak pembangunan pabrik semen belum usai. Selain menuntut pemerintah Indonesia menyelesaikan konflik agraria, merekapun mendesak pemerintah Jerman membantu perjuangan mereka.
Foto: Gunretno/Dewi Chandraningrum
Melawan pabrik semen
Setelah melakukan aksi demonstrasi dengan mengecor kaki di depan Istana Negara, Jakarta, beberapa waktu lalu puluhan warga yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, Kabupaten Pati, Jawa Tengah mendesak pemerintah Jerman agar peduli atas konflik agraria antara masyarakat Kendeng melawan perusahaan semen.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Andil Jerman
Menurut warga yang tergabung Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng pihak Jerman harus ikut peduli, mengingat perusahaan Jerman Heidelberg Cement AG, lewat Birchwood Omnia Ltd. memiliki saham besar di PT. Indocement Tunggal Prakarsa. Dengan membawa hasil bumi mereka berdemonstarsi ke Kedutaan Jerman, 16 Mei 29016.
Foto: Gunretno/Dewi Chandraningrum
Menjaga bumi Kendeng
Para warga Peduli Kendeng mengingatkan agar penanaman modal Jerman di Indonesia tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi, namun juga memperhatikan aspek sosial budaya serta daya dukung dan daya tampung wilayah. Kelestarian lingkungan harus dijaga.
Foto: Gunretno/Dewi Chandraningrum
Menghindarkan bencana
Pegunungan Kendeng Utara adalah kawasan karst yang terbentang dari Kabupaten Tuban, Rembang, Blora, Grobogan, Pati dan Kudus. Fungsi karst adalah sebagai daerah resapan air. Warga tak ingin rusaknya kawasan karst harus dibayar mahal dengan berbagai bencana yang melanda seperti kekeringan, hilangnya hasil bumi, & mata pencaharian petani. Ini merk simbolkan dengan membawa hasil bumi & kendi.
Foto: Gunretno/Dewi Chandraningrum
Perjuangan demi perjuangan
Sebelumnya warga Kendeng menggugat Surat Keputusan Bupati Pati tahun 2014 tentang Izin Lingkungan Pembangunan Pabrik Semen serta penambangan batu gamping dan batu lempung di Kabupaten Pati yang dilakukan PT Sahabat Mulia Sakti (anak perusahaan Indocemet) di Kabupaten Pati melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
Foto: Gunretno/Dewi Chandraningrum
Pantang menyerah
Tahun 2015, hakim PTUN Semarang memenangkan gugatan warga terhadap Surat Keputusan Bupati Pati 2014 tentang Izin Lingkungan Pembangunan Pabrik Semen serta penambangan Batu Gamping dan Batu Lempung di Kabupaten Pati oleh PT Sahabat Mulia Sakti milik Indocement. Tapi, pihak tergugat mengajukan banding ke PTUN Surabaya. Warga kembali berjuang, baik petani pria maupun perempuan, pantang menyerah.
Foto: Gunretno/Dewi Chandraningrum
Melawan dengan semen
April 2016, sembilan orang ibu-ibu dari Kabupaten Rembang, Pati, Grobogan mengecor kakinya selama 2 hari dan meminta Presiden Joko Widodo agar menyelesaikan konflik agraria di Jawa Tengah. Kini mereka berharap Jerman pun memperhatikan problem agraria Kendeng. Perjuangan belum usai.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
7 foto1 | 7
Bagaimana respon warga Jerman?
Salah seorang peserta diskusi film, Oliver Pye mengatakan kampanye yang dilakukan petani Kendeng ini menginsinspirasi, “karena berani menentang penjajahan atas wilayahnya dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan.“
Sementara itu, warga Jerman lainnya, Sebastian Keblieng merasa sangat tersentuh dengan bagaimana Gunarti menyampaikan protesnya dengan cara damai di Jerman: “Dia menyampaikan suara hati warga lewat senandung ltembang dan puisi tentang kerusakan lingkungan,itu cara yang amat berbeda dari sebuah kampanye dan itu amat menyentuh hati saya.” Usai pemutaran film, Gunarti sempat menembangkan lagu dan mengucapkan syair mengenai hubungan alam dan manusia.
Karl Mertes dari Deutsch-Indonesischen Gesellschaft, seorang warga Jerman, yang memberikan tumpangan penginapan gratis kepada Dandhy dan Gunarti mengatakan: “Aksi komunitas Samin di Jerman ini impresif. Mereka berkampanye bukan hanya lewat film, namun juga dengan cara-cara cerdas lainnya yang menarik perhatian dan positif, sehingga mendapatkan reaksi yang positif pula."
Perusahaan semen Jerman yang ingin membangun pabriknya di Jawa merupakan bentuk globalisasi dan untuk kepentingan ekonomi, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai tradisi, budaya dan etika masyarakat setempat. "Dengan kunjungan ke Jerman ini, maka kita bisa bertukar informasi, dan mungkin membangun kesadaran masyarakat dan ide inisiatif”, tegas Mertes.
Selain di Köln, pemutaran film berlangsung di kota Göttingen, Hamburg, Bremen, Münster, Berlin, Heidelberg, Leipzig, Greifswald dan Freiburg.
(Ed:Purwaningsih/Setiawan)
Aksi Para Kartini Kendeng
9 perempuan Kendeng Rembang, Jawa Tengah berjuang keras menolak pembangunan pabrik semen di kampung halamannya. Setelah berkali-kali unjuk rasa di wilayahnya, mereka ke Jakarta dan mengecor kaki dengan semen.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Dari Kendeng ke Jakarta
Sembilan perempuan Rembang ini mengecor kakinya sebagai protes terhadap rencana pembangunan pabrik semen milik PT Semen Indonesia di lahan pertanian mereka di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Demi lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal
Dipimpin Sukinah, mereka menyemen kedua kakinya pada Selasa 12 April 2016, di depan istana. Mereka mengecor kaki di kotak kayu ukuran 100 x 40 sentimeter. Sejak 2014 puluhan perempuan Watu Putih mendirikan tenda untuk melawan penghancuran lebih jauh biodiversitas, tangkapan air, dan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih Rembang.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Perjuangan sejak lama
Tahun 2014, mereka juga pernah melaporkan kepada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) atas tindakan kekerasan dan persoalan yang mereka alami, akibat keberadaan perusahaan semen di wilayah tersebut.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Melawan pabrik semen
Setelh terpasung semen selama dua hari, sembilan perempuan dari Kendeng mengakhiri aksi dengan membongkar semen yang sejak Selasa siang telah membelenggu kaki mereka, setelah aksi mereka dipastikan mendapat perhatian Presiden. Kawasan CAT Watu Putih Pegunungan Kendeng Rembang merupakan kawasan lindung geologis karena karakternya yang khas dan spesifik.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Gugat kerusakan lingkungan
Para Kartini ini merupakan para petani perempuan dari wilayah sepanjang pegunungan Kendeng yaitu Rembang, Pati, dan Grobogan, Jawa Tengah. Warga Kendeng menggugat pendirian pabrik semen di wilayah mereka karena dituding merusak lingkungan.