Sandera Hamas Ditemukan Tewas, Netanyahu dalam Tekanan
3 September 2024
Enam sandera Hamas ditemukan tewas di Gaza akhir pekan lalu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta maaf kepada keluarga korban dan mengakui meningkatnya tekanan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Iklan
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan konferensi pers pada hari Senin (02/09), dan meminta maaf kepada keluarga para sandera karena gagal membawa pulang mereka.
Pada Sabtu (31/08) malam, pasukan Israel menemukan enam jenazah sandera Hamas di sebuah terowongan di Gaza. Kematian tersebut memicu protes yang meluas.
"Saya meminta maaf kepada keluarga korban bahwa kami tidak dapat membawa mereka pulang dalam keadaan hidup," ungkap Netanyahu. "Kami hampir berhasil, tetapi kami tidak bisa melakukannya."
Namun, terkait negosiasi gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera, Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan menyerah pada apa yang disebut Koridor Philadelphia, wilayah perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.
Koridor Philadelphia dianggap sebagai salah satu hambatan terbesar dalam mencapai kesepakatan pembebasan sandera.
"Koridor ini memiliki kepentingan yang sangat penting bagi masa depan kita, dan saya tidak akan menyerah pada tekanan ini," kata Netanyahu.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pasukan Israel sedang beroperasi di Rafah, bagian dari koridor tersebut, ketika jenazah ditemukan. "Pembunuhan enam sandera itu tidak terjadi karena keputusan tentang Philadelphia, tetapi karena Hamas itu sendiri," jelas Netanyahu.
"Penguasaan koridor Philadelphia menjamin bahwa sandera tidak akan diselundupkan keluar dari Gaza," tambahnya.
Iklan
Pemakaman sandera keturunan Israel-Amerika diadakan di Yerusalem
Ribuan orang berkumpul pada hari Senin (02/09) untuk memakamkan Hersh Goldberg-Polin di pemakaman Givat Shaul di Yerusalem. Pria Israel-Amerika berusia 23 tahun itu adalah salah satu dari enam sandera yang dibunuh saat ditawan di Gaza pada akhir pekan lalu.
Di salah satu persimpangan, puluhan warga setempat memberikan penghormatan dengan berbaris di jalan dengan bendera Israel saat keluarga menuju pemakaman.
Laporan di Israel menyebutkan bahwa para sandera dibunuh hanya beberapa hari sebelum ditemukan oleh militer Israel pada hari Sabtu (31/08).
Berdirinya Negara Israel
Inilah kilas balik pendirian negara warga Yahudi yang penuh pertikaian dan gejolak politik.
Foto: Imago/W. Rothermel
Deklarasi yang ditunggu-tunggu warga Yahudi
Tanggal 14 Mei 1948, tokoh Israel David Ben-Gurion mendeklarasikan pembentukan Negara Israel yang independen. Dia menggarisbawahi latar belakang sejarah keagamaan Yahudi. "Orang-orang tetap percaya dan tidak pernah berhenti berdoa dan berharap mereka kembali ke sana," katanya menegaskan kelahiran negara bagi warga Yahudi tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
Sejarah hitam
Peristiwa pembantaian warga Yahudi oleh rezim NAZI Jerman, yang dinamakan Holocaust adalah latar belakang kuat yang mendasari kepentingan pendirian Negara Israel. Foto di atas menunjukkan orang-orang yang selamat dari kamp Auschwitz setelah pembebasan.
Foto: picture-alliance/dpa/akg-images
"Bencana" bagi warga Palestina
"Nakba", artinya "bencana", Itulah kata yang digunakan warga Palestina pada hari yang sama. Sekitar 700.000 warga Arab yang tinggal di Palestina saat itu harus melarikan diri dengan tibanya gelombang pendatang Yahudi yang ingin menetap di negara barunya. Pendirian Israel menjadi awal konflik Israel-Palestina dan dunia Arab, yang tidak terselesaikan sampai sekarang, 70 tahun kemudian.
Foto: picture-alliance/CPA Media
Darurat perang
Ketegangan dengan negara-negara Arab di wilayah itu pecah saat 'Perang Enam Hari' terjadi pada Juni 1967. Militer Israel berhasil memukul mundur pasukan Mesir, Yordania dan Suriah, lalu menduduki kawasan Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan. Namun kemenangan itu tidak membawa ketenangan, melainkan ketegangan dan konflik berkepanjangan hingga kini.
Foto: Keystone/ZUMA/IMAGO
Politik pemukiman di wilayah pendudukan
Pembangunan permukiman Yahudi di kawasan yang diduduki memperburuk konflik dengan Palestina, yang sebenarnya dijanjikan untuk mendirikan negara. Otoritas Palestina menuduh Israel menjalankan politik yang berupaya menihilkan harapan pendirian Negara Palestina Merdeka. Israel tidak mengindahkan protes internasional yang menentang pembangunan permukiman Yahudi.
Foto: picture-alliance/newscom/D. Hill
Kemarahan dan kebencian: Intifada pertama
Akhir 1987, warga Palestina melakukan mobilisasi untuk menentang pendudukan Israel. Kerusuhan menyebar di wilayah permukiman Palestina dari Gaza sampai Yerusalem Timur. Kerusuhan itu menggagalkan Kesepakatan Oslo dari tahun 1993 — kesepakatan pertama yang dicapai dalam perundingan langsung antara perwakilan pemerintah Israel dan pihak Palestina, yang diwakili oleh PLO.
Foto: picture-alliance/AFP/E. Baitel
Upaya perdamaian
Presiden AS Bill Clinton (tengah) menengahi konsultasi perdamaian antara PM Israel Yitzhak Rabin (kiri) dan pimpinan PLO Yasser Arafat (kanan). Perundingan itu menghasilkan Kesepakatan Oslo I, yang memuat pengakuan kedua pihak atas eksistensi pihak lain. Namun harapan perdamaian pupus ketika Rabin dibunuh oleh seorang warga Yahudi radikal dua tahun kemudian.
Foto: picture-alliance/CPA Media
Kursi yang kosong
Rabin ditembak pengikut radikal kanan pada 4 November 1995 ketika akan meninggalkan acara demonstrasi damai di Tel Aviv. Foto di atas menunjukkan Shimon Peres yang kemudian menggantikan Yitzhak Rabin sebagai Perdana Menteri. Kursi kosong di sebelahnya adalah tempat duduk Rabin.
Foto: Getty Images/AFP/J. Delay
Tembok pemisah
Tahun 2002, setelah rangkaian aksi kekerasan dan teror selama Intifada II, Israel mulai membangun tembok pemisah sepanjang 107 kilometer atas alasan keamanan. Tembok ini memisahkan wilayah Israel dan Palestina di wilayah Tepi Barat. Proyek tembok pemisah sekarang masih dilanjutkan dan menurut rencana panjangnya akan mencapai 700 kilometer. (Teks: Kersten Knipp/hp/ts)
Foto: picture-alliance/dpa/dpaweb/S. Nackstrand
9 foto1 | 9
Di pemakaman, beberapa orang membawa bendera Hapoel Jerusalem, tim sepak bola favorit Hersh, dan banyak temannya dari Brigade Malcha, kelompok ultra Hapoel, datang ke pemakaman untuk memberikan penghormatan terakhir.
Goldberg-Polin diculik pada 7 Oktober saat menghadiri festival musik Nova di Israel selatan. Ia adalah salah satu dari 250 sandera yang ditawan oleh kelompok militan Hamas. Sekitar 100 sandera masih berada di Gaza, sepertiga di antaranya diyakini sudah meninggal.
Noam Marhum, keluarga Hapoel, mengatakan kepada DW bahwa dia datang ke Yerusalem dari Tel Aviv untuk menghadiri pemakaman tersebut.
"Itu bukan akhir yang pantas baginya. Dia masih muda dan pantas hidup lebih lama," kata Marhum.
"Saya marah pada Hamas, marah pada pemerintah kami," tambahnya.
"Setelah 11 bulan, saya rasa tidak ada solusi lain. Kita harus membawa mereka kembali dalam keadaan hidup. Dan saya berharap tekanan yang bisa kami berikan sekarang akan membawa pulang sandera yang masih hidup ke keluarga mereka, karena mereka tidak pantas mendapatkan ini," kata Marhum.
"Kami pikir, kami memiliki kesempatan untuk menyelamatkannya, dan itu menghancurkan hati kami. Dia adalah bagian besar dari kami," tambahnya.
Kegagalan pemerintah untuk membawa pulang para tahanan dalam keadaan hidup dalam kesepakatan gencatan senjata yang akan mencakup pembebasan sisa sandera telah memicu protes besar-besaran di Israel dan pemogokan umum.
"Itu juga membayangi pemakaman, meskipun bagi kebanyakan orang di sini, ini adalah hari berkabung, bukan politik," kata koresponden DW di Yerusalem, Tania Kraemer.
WHO: Kampanye polio Gaza adalah 'tugas yang menakutkan'
Sementara itu, misi untuk memberikan vaksin polisa pada sekitar 640.000 anak di Jalur Gaza yang hancur adalah "tugas yang menakutkan", kata perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Richard Peeperkorn kepada DW, Senin (02/09).
Peeperkorn mengatakan bahwa 90% dari anak-anak di Jalur Gaza harus dilindungi oleh kampanye ini untuk menghentikan wabah penyakit tersebut di Gaza dan mencegah penyebarannya ke luar.
"Kami telah membagi Gaza menjadi tiga zona. Jadi, kami berbicara tentang zona tengah, di mana kami sekarang berada, kami berbicara tentang populasi target sebanyak 156.000 anak, kemudian selatan dengan populasi target 340.000, dan kemudian Utara dengan 150.000. Di setiap zona, kami memiliki tiga hari untuk melakukan vaksinasi dan jika diperlukan, kami menambahkan satu hari lagi."
Hamas dan Fatah: Siapakah Mereka?
Fatah dan Hamas berusaha untuk membentuk pemerintahan persatuan setelah bertahun-tahun bersaing untuk mencapai tujuan sama, negara Palestina. Berikut tujuan, momen penting dan perbedaan yang menghambat kerjasama.
Foto: Getty Images
Kekuatan Palestina
Fatah dan Hamas muncul sebagai dua kekuatan politik utama dalam gerakan kemerdekaan Palestina. Tetapi ada perbedaannya. Misalnya dalam strategi, dalam hal penentuan nasib dan status kemitraan politik mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/M. Faiz
Fatah Didirikan Yasser Arafat
Didirkan 1950-an oleh Yasser Arafat (foto), dan dipimpinnya hingga meninggal 2004. Partai sekuler ini awalnya berupaya dirikan negara Palestina lewat gerilya. Fatah jadi kekuatan utama dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dibentuk 1964 sebagai representasi berbagai faksi yang ingin menentukan nasib sendiri. Fatah berarti "kemenangan".
Foto: Jamal Aruri/AFP/Getty Images
Bagaimana Hamas Terbentuk?
Organisasi militan ini didirikan Sheikh Ahmed Yassin 1987 dengan sokongan Ikhwanul Muslimin dan anggota PLO yang religius. Partai keagamaan ini mulai naik pamornya 1993, ketika menampik Kesepakatan Oslo, di mana PLO yang dipimpin Fatah setuju bahwa Israel punya hak untuk eksis. Hamas singkatan dari Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah yang berarti Gerakan Perlawanan Islam.
Foto: Getty Images/A.Katib
Tujuan Hamas dan Fatah
Tujuannya sama: penentuan nasib sendiri bagi Palestina. Tapi caranya berbeda. Setelah akhiri perang gerilya terhadap Israel, Fatah jadi mitra perundingan utama di pihak Palestina. Mereka setujui solusi 2 negara dengan Yerusalem sebagai ibukota bersama. Sebaliknya Hamas tidak terima eksistensi Israel, dan serukan penghancurannya. Foto: Perayaan Hari Bencana di Gaza terkait pendirian Israel 1948.
Foto: AP
Organisasi Teroris?
Fatah tidak diklasifikasikan sebagai organisasi teroris. Tetapi pemerintah AS mengklasifikasikan Organisasi Abu Nidal dan Brigade Al Aqsa yang punya hubungan dengan Fatah, sebagai kelompok teroris. Sementara Hamas diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh AS, Israel dan Uni Eropa.
Foto: Reuters/S. Salem
Status Koalisi Pemerintahan
Koalisi Hamas-Fatah dibubarkan Presiden Mahmoud Abbas setelah Hamas mendesak pemerintah otonomi Palestina keluar dari Jalur Gaza (2006/2007). Setelahnya Hamas berkuasa di Jalur Gaza, dan Fatah di Tepi Barat Yordan. 2011 mulai ada pendekatan lewat pembicaraan menuju rekonsiliasi yang disokong Mesir. Foto: Dua orang kenakan topeng Presiden Mahmoud Abbas dan Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.
Foto: AP
Upaya Perdamaian Yang Terseok-Seok
Upaya perdamaian antara Hamas dan Fatah sudah digelar berkali-kali. Terakhir, kedua partai berusaha membentuk kabinet persatuan yang beranggotakan menteri-menteri tanpa partai, tahun 2014 Foto: dari kiri: Yasser Arafat, Menlu Israel Shimon Peres dan PM Israel Yitzak Rabin ketika mendapat Nobel Perdamaian 1994 berkat upaya mereka untuk mengadakan perdamaian. Penulis: Kathleen Schuster, Ed.: ml/as
Foto: Getty Images
7 foto1 | 7
Peeperkorn menegaskan bahwa orang tua di Gaza sangat senang anak-anak mereka divaksin.
"Selalu ada penerimaan yang tinggi terhadap vaksinasi di Gaza, dan di Tepi Barat juga. Dan sebelum krisis ini, program imunisasi rutin di Gaza memiliki cakupan setinggi 90 hingga 95%, sebenarnya lebih tinggi dari sejumlah negara Eropa, negara berpenghasilan tinggi. Jadi ada penerimaan yang sangat besar."
Dia mengatakan bahwa pihak yang berperang harus mematuhi kesepakatan untuk menghentikan pertempuran saat petugas kesehatan memvaksinasi anak-anak.
"Kami masih memiliki 10 hari lagi. Dan sangat penting bahwa semua pihak mematuhi jeda kemanusiaan yang telah disepakati ini."