Pemprov DKI Jakarta mempersiapkan untuk kembali mengoperasionalkan transportasi becak di DKI Jakarta.
Bagaimana pendapat Anda? Berikut opini Geger Riyanto.
Iklan
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno nampaknya terperangkap dalam labirin yang tak dimengertinya. Ia mengerti apa yang ada di ujungnya: kepopuleran tiada tara. Tapi, tak ada yang pernah benar-benar mengerti belokan-belokan mana yang harus diambil, rute mana yang harus dilalui, seberapa jauh jarak yang harus ditapaki untuk menggapainya.
Ketika Jokowi, presiden kita hari ini, menduduki kursi pejabat tertinggi DKI Jakarta lima tahun silam, ia nampak begitu mudah meraihnya. Semua gerak-gerik yang dibawakannya senantiasa merenggut perhatian media massa. Seiring kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, cinta khalayak semakin besar kepadanya. Saat kita menyadarinya, Jokowi, yang saban hari masih menjabat walikota Solo, sudah menjadi kandidat presiden Indonesia tanpa banding.
Sandiaga kurang kerjaaan?
Sandiaga, tentu, bukannya tak memperoleh perhatian untuk hal-hal yang sudah dilakukannya sejak terpilih sebagai wakil gubernur. Namun, perhatian tersebut tak mengandung cinta yang sama dengan perhatian kepada Jokowi. Ia mengandung kesinisan, cibiran, dan bahkan sarkasme.
Sandiaga tak ragu menampilkan kesehariannya sebagai seorang pejabat. Ia tak enggan berbagi dengan para wartawan fakta bahwa ia jogging untuk pergi ke kantor, memijat punggung camat, atau ingin berenang di Danau Sunter. Namun, alih-alih dianggap membumi sepatutnya Jokowi kala pergi ke konser metal, ia dianggap sedang kurang kerjaan dan mencari perhatian.
Dan terakhir, ketika Sandiaga mengemukakan keinginannya untuk melatih tukang becak menggenjot, ia mungkin berharap memperoleh cinta yang sama ketika Jokowi mengemukakan keinginannya menindak kekejaman terhadap topeng monyet. Keduanya sama-sama mengeluarkan komentar yang sulit dipahami faedahnya. Namun, lagi-lagi, Sandiaga tak menuai cinta dan malah olok-olok.
"Nantinya akan ada pelatihan juga buat para kernet supaya teriakan-teriakan mereka merdu seperti seriosa," unggah seorang teman ke laman Facebook-nya.
Becak di Kalkuta, Antara Kebutuhan dan Kemanusiaan
Banyak kisah tentang nasib penarik becak di Kalkuta. Meskipun ada upaya untuk menghapuskannya,becak masih marak digunakan.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
Sebuah tradisi panjang
Becak berasal dari Jepang pada paruh kedua abad ke-16. Kemudian diperkenalkan ke India pada tahun 1880, pertama-tama di Shimla, kemudian Kalkuta. Sekitar tahun 1914, becak tidak dipakai lagi sebagai angkutan bangsawan, melainkan jadi bentuk utama transportasi umum.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
Layanan terbatas
Di zaman modern, kendaraan bergerak lambat seperti becak tidak diperbolehkan lagi melaju di jalan-jalan utama. Jadi becak di Kalkuta kebanyakan ditemukan di bagian kota tua, dipakai sebagai sarana transportasi bagi mereka yang tidak terburu-buru.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
Taksi vs. becak
Becak bukan lagi pilihan sarana transportasi di kota yang bergerak cepat. Tapi mereka menjadi berguna di kota saat musim hujan atau ketika harus mencapai tujuan dengan menghindari kemacetan lalu lintas.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
Butuh perawatan
Bahkan becak perlu dipelihara dan diperbaiki sekali-sekali. Orang-orang yang memperbaikinya adalah pengrajin dan keterampilan mereka diturunkan dari ayah ke anak.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
Seperti dahulu kala
Becak masih dibuat persis seperti dulu. Roda becak memiliki sambungan logam dan jari-jari kayu. Pelek luarnya juga kayu, ditutupi dengan potongan karet.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
Transportasi ramah lingkungan
Untuk kenyamanan penumpang, kursi dibuat empuk dengan bantal. Bahannya bukan busa sintetik, melainkan jerami kering. Ini membuat becak sangat nyaman.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
BIsnis kontroversial
Becak tetap menjadi bagian dari kota tua Kalkuta. Banyak film terkenal yang menampilkan becak, seperti Bimal Roy 'Do Bigha Zamin' atau 'The City of Joy' besutan Roland Joffe. Namun, banyak orang merasa bahwa sungguh tidak manusiawi jika seseorang harus menarik orang lain hanya untuk mencari nafkah.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
Hampir punah
Apakah pekerjaan sebagai penarik becak bertahan seperti banyak peninggalan budaya lainnya di Kalkuta? Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu sekarang. Hanya waktu yang akan menjawab.
Foto: DW/S. Bandopadhayay
8 foto1 | 8
Sandiaga segera menambahkan bahwa dirinya ingin mengembalikan becak untuk menghidupkan budaya asli Indonesia. Dan warganet menimpali, mengapa ia tidak sekalian merevitalisasi dokar kalau mau menghidupkan kendaraan asli Indonesia?
Apa pun yang dilakukan Sandiaga, ia selalu terantuk kesinisan publik. Pertanyaannya, apa yang sebenarnya membedakan antara Jokowi dengan dirinya? Atau bahkan, Ahok dengan Sandiaga? Belum sampai setahun silam, kita menganggap bahwa pemimpin harus santun dan menjaga mulutnya. Namun, ketika Sandiaga bersama Anies membawakan diri sebagai pemimpin yang sopan, ia malah dianggap sosok-sosok munafik.
Dengan terbuktinya keberhasilan kursi tertinggi DKI Jakarta mengantarkan para pejabatnya ke ketenaran tiada banding, saya yakin, kursi-kursi ini sudah dibanderol sangat mahal. Sandiaga, kalau kita merujuk pada bocoran-bocoran Prabowo, sudah merogoh kocek yang tidak kecil. Tetapi, ia tidak pernah semakin dekat dengan popularitas politik yang diharapkannya. Ia masih dianggap pejabat bau kencur atau anak orang kaya yang berpretensi merakyat namun malah nampak bersandiwara.
Menagih 12 Janji Manis Anies - Sandi
Puluhan janji ditebar pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno buat merebut kursi DKI-1. Tidak semua realistis. Berikut 12 program kerja milik kedua pasangan yang patut ditunggu warga Jakarta.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Dua untuk Jakarta
Pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno akan dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2017. Puluhan program kerja dicanangkan keduanya selama masa kampanye. Inilah 12 janji Anies-Sandi yang akan menentukan keberhasilan pemerintahannya.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
Revisi Kartu Jakarta Sehat
Merevisi dan memperluas manfaat Kartu Jakarta Sehat dalam bentuk Kartu Jakarta Sehat Plus dengan menambahkan fasilitas khusus untuk para guru mengaji, pengajar sekolah minggu, penjaga rumah ibadah, khatib, penceramah dan pemuka agama.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Revisi Kartu Jakarta Pintar
Merevisi Kartu Jakarta Pintar menjadi Kartu Jakarta Pintar Plus untuk semua anak usia sekolah (6-21 tahun). KJP+ juga diniatkan agar dapat digunakan untuk Kelompok Belajar Paket A, B dan C, pendidikan madrasah, pondok pesantren dan kursus keterampilan serta dilengkapi dengan bantuan tunai untuk keluarga tidak mampu
Foto: Public domain
Lapangan Kerja
Melalui program OKE-OCE, kedua pasangan berjanji membuka 200.000 lapangan kerja baru, membangun dan mengaktifkan 44 pos pengembangan kewirausahaaan warga untuk menghasilkan 200.000 pengusaha baru, selama lima tahun. "Jadi, setiap kecamatan akan ada 5000 wirausaha baru. Angka 5000 saja akan bisa menggerakkan perekonomian warga Jakarta," papar Anies.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Ibu Hamil
Mengembangkan inisiatif Menyusu Dini dan ASI Ekslusif, melakukan pendataan dan pemantauan terhadap ibu-ibu hamil dan balita yang memerlukan bantuan khusus, memberikan cuti khusus bagi suami selama proses kelahiran anak, serta menyediakan fasilitas-fasilitas publik seperti Ruang Menyusui dan Tempat Penitipan Anak yang dikelola secara sehat, profesional dan bisa diakses seluruh warga
Foto: Monique Rijkers
Ketahanan Pangan
Mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok dengan menjaga ketersediaan bahan baku dan menyederhanakan rantai distribusi, serta menyediakan Kartu Pangan Jakarta untuk meningkatkan daya beli warga tidak mampu. Program kerja Anies-Sandi juga melibatkan revitalisasi pasar tradisional dan pedagang kali lima.
Foto: Getty Images/AFP/J. Kriswanto
Pendidikan Kejuruan
Niat bakal gubernur DKI buat mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan sudah sesuai dengan program pemerintahan Jokowi, yakni mengadopsi sistem pendidikan vokasi Jerman dengan melibatkan dunia usaha untuk menghasilkan lulusan yang langsung terserap ke dunia kerja dan berwirausaha.
Foto: Imago/Zumapress
Jakarta Hijau
Menjadikan Jakarta sebagai Kota Hijau dan Kota Aman yang ramah, sejuk dan aman bagi anak, perempuan, pejalan kaki, pengguna jalan, dan seluruh warga. Program ini juga diarahkan buat menggalakkan kegiatan cocok tanam kota, melakukan audit berkala keamanan kampung serta memperluas cakupan dan memperbaiki kesejahteraan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU).
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pemberdayaan Perempuan
Memberdayakan perempuan Jakarta dengan mendukung sepenuhnya partisipasi perempuan dalam perekonomian, antara lain melalui pemberian Kredit Usaha Perempuan Mandiri.
Foto: Getty Images/P. Sayoga
Reklamasi Teluk Jakarta
Sejak awal Anies mengambil posisi menentang Reklamasi Teluk Jakarta. Ia berjanji mengentikan proyek yang sudah dicanangkan sejak era Soeharto itu untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir dan segenap warga Jakarta.
Foto: Getty Images/E. Wray
Transportasi Umum
Membangun sistem transportasi umum yang terintegrasi dalam bentuk interkoneksi antarmoda, perbaikan model manajemen dan perluasan jangkauan transportasi umum, pengintegrasian sistem transportasi dengan pusat-pusat pemukiman, pusat aktivitas publik, dan moda transportasi publik dari luar Jakarta.
Foto: Getty Images/AFP/J. Samad
Rumah DP 0%
Program rumah terjangkau tanpa uang muka merupakan salah satu janji kampanye Anies-Sandi yang paling kontroversial. Namun demikian keduanya enggan merevisi rencana tersebut. Nantinya, peserta program DP nol rupiah mencicil uang DP kepada pemerintah dan bisa melanjutkan cicilan bulanan dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Foto: AFP/Getty Images/Bay Ismoyo
Bantuan Rumah Ibadah
Meningkatkan bantuan sosial untuk rumah ibadah, lembaga pendidikan keagamaan, lembaga sosial, sekolah minggu dan Majelis Taklim yang berbasis asas proporsionalitas dan keadilan.
Jawabannya, saya kira, ada di ingatan kita dan kemampuan kita menguntai cerita dari fragmen-fragmen pikiran tersebut. Adalah hal yang keliru bila kita menganggap latar belakang, manuver, intrik yang melibatkan para pejabat tak pernah menyumbang bagi persepsi terhadapnya di kemudian hari.
Kita membayangkan, Jokowi dan Ahok memenangkan pemilihan gubernur dengan mengalahkan petahana yang dibekingi oleh koalisi partai besar serta acap mencetuskan kebijakan-kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat. Sementara itu, kita gemar mengimajinasikan Anies dan Sandiaga sebagai para politisi yang menangguk untung dari politisasi agama dan mulut "comberan" Ahok. Mereka, kita imajinasikan, tak akan pernah menang dari kecapannya memimpin birokrasi.
Sandiaga sudah merogoh kantungnya untuk mendapatkan perhatian publik. Gerindra, mungkin, telah membuang kesempatan politik untuk mengatrol partainya sebagaimana PDIP pada Pilkada DKI Jakarta yang silam. Namun, keliru bila kita menganggap publik abai dengan cara para pejabatnya memperoleh kursinya. Lebih-lebih, di era kala publik bisa mengembangkan cerita-ceritanya tentang apa yang terjadi di dunia politik melalui media sosial.
Manusia, pasalnya, selalu mengingat dengan cerita. Dan Sandiaga, bisa jadi, sudah terperosok dalam labirin politik tanpa jalan keluar. Betapapun ia berusaha tampil merakyat, mengangkat orang kecil, tak tedeng aling-aling, cerita tentangnya sebagai politisi tak akan pernah menjadi cerita serupa Jokowi.
Penulis:
Geger Riyanto (ap/yf)
Esais dan peneliti sosiologi. Mengajar Filsafat Sosial dan Konstruktivisme di UI. Bergiat di Koperasi Riset Purusha.
@gegerriy
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Nostalgia Layar Tancap di Indonesia
Layar tancap nyaris mati digerus film digital. Namun hingga kini tradisi kuno itu masih dilestarikan oleh segelintir penikmat film lawas yang bersikeras menjajakan bioskop keliling sebagai hiburan buat kaum pinggiran.
Foto: Reuters/Beawiharta
Nostalgia Bioskop Terbuka
Kecintaan Kamaluddin pada film lawas 35 milimeter hampir tak mengenal batas. Maka saban pekan ia rajin memutar lakon klasik untuk acara pernikahan atau hajatan sejenis di Jakarta dan sekitarnya. Buatnya, bisokop keliling alias layar tancap membawa nostalgia dan juga hiburan buat kaum miskin ibukota.
Foto: Reuters/Beawiharta
Kualitas Unik Teknologi Lawas
Format film 35 mm sejatinya sudah lama ditinggalkan industri perfilman. Sineas muda kini lebih memilih format digital, karena lebih murah dan mudah, serta punya resolusi lebih baik. Tapi buat sebagian, teknologi lawas memiliki kualitas yang unik. "Lebih artistik dan suaranya juga lebih bagus ketimbang digital," kata Kamaluddin. "Jika anda menonton tiga film berturut-turut, anda tidak lekas lelah."
Foto: Reuters/Beawiharta
Bioskop Pes di Era Kolonial
Layar Tancap sudah menjadi tradisi di Indonesia sejak era penjajahan Belanda. Kala itu pemerintah kolonial menggunakan layar tancap untuk program penyuluhan, antara lain untuk membangun kesadaran terhadap penyakit menular berbahaya. Sebab itu penduduk menamainya "bioskop pes," merujuk pada penyakit sampar yang sempat merajalela di tanah air.
Foto: Reuters/Beawiharta
Primadona Hiburan Kaum Urban
Di era keemasannya, layar tancap adalah primadona hiburan kaum urban. Terutama pada dekade 1970 hingga 1990an, bioskop keliling menjadi kesempatan buat kaum muda untuk berkumpul dan bercengkrama. Namun menyusul kehadiran televisi, bioskop modern dan film digital, layar tancap mulai ditinggalkan penggemarnya.
Foto: Reuters/Beawiharta
Melestarikan Tradisi Kuno
Kini tradisi kuno itu masih hidup di tangan sebagian kecil penikmat film lawas seperti Kamaluddin. Perlengkapannya terdiri atas layar raksasa, tenda, proyektor 35mm dan sistem pengeras suara yang ia angkut dengan mobil bak terbuka. Ia bersikeras melestarikan layar tancap dengan menggelar pertunjukan keliling dari kampung ke kampung.
Foto: Reuters/Beawiharta
Duit Tidak Lagi Berputar
"Tahun 1997, satu malam saya bisa membuka empat layar di empat tempat berbeda," kata Kamaluddin. Ia menaksir pendapatan hariannya saat itu bisa mencapai 4 juta Rupiah dalam kurs saat ini. "Sekarang saya disebut beruntung kalau bisa membuka layar dua kali sebulan dan mendapat 1,5 juta dalam semalam," imbuhnya.
Foto: Reuters/Beawiharta
Investasi Mahal buat Hiburan Murah
Padahal membuka usaha layar tancap tidak murah. Sebagian besar proyektor harus diimpor dari Jepang. Setiap unit dibanderol antara 50-70 juta Rupiah. Sebab itu sebagian pengusaha berkocek tipis lebih suka membeli proyektor bekas. Saat ini terdapat sekitar 7.500 judul film berbentuk lembaran seluloid yang disewakan kepada pengusaha layar tancap.
Foto: Reuters/Beawiharta
Dari Hollywood ke Bollywood
Jika dulu film laga barat atau film silat Cina yang rajin diputar, maka kini film Bollywood India yang merajai pagelaran layar tancap. "Selain gratis, kita juga bisa nonton film tua yang sudah jarang dijumpai," kata salah seorang pengunjung layar tancap milik Kamaluddin, Nurul Fitriyah, kepada kantor berita Reuters.
Foto: Reuters/Beawiharta
Hidup Lewat Gairah Masa Lalu
Terancam mati perlahan, tradisi layar tancap mencoba bertahan hidup lewat gairah masa lalu, menjadi semacam bahasa perlawanan terhadap digitalisasi yang membekap dunia sinema dan hiburan saat ini. Namun buat kaum miskin, bisokop keliling seperti milik Kamaluddin tetap bernilai sama seperti beberapa dekade silam, yakni sebagai ajang hiburan sekaligus berkumpul dan bercengkrama.