Sanksi Baru UE untuk Myanmar Bertujuan Desak Junta Berunding
20 April 2021
Uni Eropa (UE) menjatuhkan sanksi baru kepada 10 pejabat Myanmar dan dua perusahaan sebagai respons atas tindak kekerasan di Myanmar. UE mengatakan sanksi ini untuk memaksa junta merundingkan diakhirinya kekerasan.
Iklan
Uni Eropa (UE) berharap sanksi baru terhadap Myanmar akan memaksa junta militer merundingkan diakhirinya kekerasan, ujar Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas pada Senin (19/4).
Maas berbicara usai UE memutuskan untuk menerapkan langkah-langkah baru terhadap Myanmar.
UE memberikan sanksi terhadap 10 pejabat dan dua perusahaan di Myanmar, terkait tindak kekerasan yang menyebabkan lebih dari 700 orang kehilangan nyawa di negara itu.
"Rezim militer terus melakukan kekerasan dan mengarahkan negara ke jalan buntu. Itulah mengapa kami meningkatkan tekanan untuk membawa militer ke meja perundingan," kata Maas.
Awal bulan ini, diplomat tinggi UE memperingatkan kemungkinan adanya perang saudara di Myanmar.
Dalam respons yang paling tegas terkait kudeta militer Myanmar, UEmengatakan sembilan anggota Dewan Administrasi Negara junta, yang dibentuk sehari setelah kudeta, telah ditargetkan untuk diberikan pelarangan perjalanan dan pembekuan aset.
Menteri Informasi U Chit Naing juga ditambahkan ke daftar sanksi oleh UE.
Iklan
Perusahaan mana yang dikenai sanksi?
Dua perusahaan yang terkena pembekuan aset dan larangan visa oleh UE adalah Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL) yang mendominasi sektor-sektor termasuk perdagangan, alkohol, rokok, dan barang-barang konsumen.
Sanksi ini melarang perusahaan dan individu UE melakukan bisnis dengan mereka. Sanksi ini bertujuan memberikan pukulan ekonomi besar bagi para penguasa Myanmar.
Bulan lalu, UE juga memberikan sanksi kepada pemimpin junta Min Aung Hlaing dan 10 pejabat senior lainnya karena kudeta militer dan penindasan berdarah terhadap protes.
Negara-negara Barat berusaha meningkatkan tekanan terhadap kepemimpinan baru Myanmar dengan menargetkan para penghasil uang utama mereka.
AS dan Inggris telah menjatuhkan sanksi pada MEC dan MEHL. AS juga memberikan sanksi kepada perusahaan permata negara Myanmar.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
Apa yang terjadi di Myanmar?
Protes massal telah berlangsung di seluruh Myanmar sejak kudeta yang terjadi pada Februari. Militer melawan demonstran dengan tindakan keras yang semakin brutal.
Menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik, sedikitnya 737 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta dan 3.229 orang masih ditahan.
Kudeta terjadi karena junta mengklaim telah terjadi kecurangan yang meluas selama pemilihan umum akhir tahun lalu di Myanmar. Sebelumnya, hasil pemungutan suara menyatakan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan partainya Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menang ke tampuk kekuasaan.
Pejabat pemilu membantah klaim militer, dengan mengatakan tidak ada bukti yang mendukung tuduhan mereka.