1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sarkozy Ke Rusia

9 Oktober 2007

Tanggal 9 dan 10 Oktober Nicolas Sarkozy berkunjung ke Rusia untuk pertama kalinya sebagai presiden Perancis.

Foto: AP

Kunjungan itu lebih dari sekedar kunjungan rutin. Sebab hubungan Rusia-Perancis diwarnai dengan ketegangan.

Ketika kanselir Jerman masih bernama Gerhard Schröder dan politik Perancis dikendalikan oleh Jacques Chirac, presiden Rusia Vladimir Putin berhasil meretakkan dunia barat. Dalam berbagai masalah politik luar negeri, Rusia, Jerman dan Perancis punya kesepakatan sendiri. Apakah itu dalam politik mengenai Irak, maupun dalam hubungan dengan negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur. Para diplomat menyebutnya sebagai poros Paris-Berlin-Moskow. Kekompakan ketiga negara itu diamati dengan penuh curiga oleh AS, Inggris dan Polandia.

Setelah pergantian pemerintahan di Berlin dan Paris, poros itu patah. Setelah memangku jabatan Kanselir Angela Merkel dan Presiden Nicolas Sarkozy langsung berusaha memperbaiki hubungan dengan AS. Para pemimpin politik di Berlin dan Paris kini memandang Vladimir Putin dengan lebih kritis. Terutama menyangkut demokratisasi di Rusia. Kelompok oposisi praktis tidak punya peran apa pun di Moskow. Semua media elektronik punya pola yang sama. Pembunuhan terhadap lawan politik atau wartawan yang dianggap menyulitkan seperti Anna Politkowskaja, tidak diusut lebih lanjut.

Beberapa bulan yang lalu Putin masih mengatakan, bahwa Perancis adalah mitra strategi terpenting Rusia. Tetapi presiden Perancis justru mendekati lawan politik Kremlin. Presiden Ukraina Viktor Yushchenko diterima di istana Elysee. Sarkozy juga bertemu dengan PM Ceko Mirek Topolanek dan bersahabat dengan presiden Georgia Mikhail Saakashvili. Kemarin ia menerima presiden Polandia Lech Kaczynski. Sebelumnya ia juga sudah berkunjung ke Budapest, tempat asal keluarganya. Saat berkunjung ke ibukota Bulgaria, Sarkozy menyebut dirinya 'setengah Eropa Timur', sekaligus mengritik Rusia yang dianggapnya menyulitkan penyelesaian masalah-masalah politik dunia. Yang dimaksudkannya adalah sikap Moskow dalam kasus Kosovo, dan dukungan Kremlin bagi rejim di Teheran.

Akhir Agustus lalu keretakan menjadi nyata, saat Putin berusaha merintangi Dominique Strauss-Kahn memperoleh jabatan sebagai direktur Dana Moneter Internasional. Sarkozy kemudian turun tangan dan berhasil.

Jadi pertemuan antara Putin dan Sarkozy diwarnai latar belakang perbedaan-perbedaan tsb. Sekarang pun sudah jelas bahwa di bidang politik luar negeri Moskow akan mengutamakan Asia. Rusia berkepentingan untuk menawarkan bahan baku yang dimilikinya ke Eropa, tetapi juga ke pasaran yang terus tumbuh di Asia. Moskow akan berupaya untuk tidak tergantung pada satu pihak, seperti misalnya pada Cina. Selain itu Rusia juga akan berusaha memperkuat posisinya di Perhimpunan Negara-negara Merdeka CIS, yaitu bekas republik-republik Soviet. Yang juga dapat dikatakan baru adalah terjunnya oligarkhi ekonomi Rusia ke Serbia, Montenegro dan Bulgaria. Demikian pula hubungan Rusia dengan Turki dan Yunani belakangan ini membaik.

Setelah Putin mengisi lagi kas negara Rusia lewat kenaikan harga gas dan minyak, kini diplomasi Rusia maju lagi ke panggung dunia.