1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanAsia

Satgas IDI Bantah Vaksinasi Jokowi Gagal dan Harus Diulang

Detik News
19 Januari 2021

Ketua Satgas COVID-19 IDI Prof Zubairi Djoerban membantah pesan viral seorang dokter yang menyebut vaksin Presiden Jokowi tidak menembus otot. Zubairi sebut suntik tak harus selalu tegak lurus dengan cara intramuskular.

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang menerima penyuntikan vaksin COVID-19 Sinovac di Indonesia pada Rabu (13/01)Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden

Viral pesan berantai di media sosial yang menyebut vaksinasi COVID-19 Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal. Dalam pesan yang beredar, tercantum nama seorang dokter yang menyimpulkan vaksinasi COVID-19 Jokowi dilakukan dengan tidak benar dan harus diulang.

Ketua Satgas COVID-19 dari Ikatan Dokter Indonesia Prof Zubairi Djoerban menanggapi pesan viral tersebut di akun Twitter miliknya. Ia menuliskan, isu dimulai dari dokter yang menyatakan injeksi vaksin Sinovac seharusnya intramuskular atau menembus otot sehingga penyuntikannya harus dilakukan dengan tegak lurus atau 90 derajat.

Menurut dokter itu, vaksin yang diterima Jokowi tidak menembus otot, karena tidak 90 derajat. Sehingga, dianggapnya, vaksin tersebut tidak masuk ke dalam darah, dan hanya sampai di kulit atau intrakutan atau di bawah kulit atau subkutan. Apakah benar?

"Jawabannya tidak benar. Sebab, menyuntik itu tidak harus selalu tegak lurus dengan cara intramuskular. Itu pemahaman lama alias usang dan jelas sekali kepustakaannya. Bisa Anda lihat di penelitian berjudul "Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat", tulisnya seperti yang dilihat detikcom, Selasa (19/1/2021).

Ia juga memaparkan tentang penelitian yang ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine, bahwa persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular itu tidak realistis.

"Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib sudah benar. Tidak diragukan," ujarnya lagi.

Dalam pesan viral tersebut juga disinggung mengenai risiko Antibody Dependent Enhancement (ADE), kondisi di mana virus mati yang ada di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain dan menyebabkan masalah kesehatan.

Faktanya, dalam uji klinis vaksin Sinovac fase satu, dua, dan tiga, tidak ada kasus ADE yang terjadi. Lebih jauh, Prof Zubairi juga menyinggung soal ukuran jarum suntik yang digunakan dalam proses vaksinasi.

"Lebih jauh lagi. Apakah tubuh kurus dan tidak punya pengaruh dengan ukuran jarum suntik? Ya kalau obesitas berlebihan tentu jaringan lemaknya banyak. Jadi untuk masuk ke otot jadi lebih sulit. Dokter yang nantinya bisa menilai ukuran jarum suntik itu ketika akan divaksin," jelasnya. (pkp/gtp) 

Baca selengkapnya di: detiknews

Viral Vaksinasi Jokowi Disebut Gagal dan Harus Diulang, Ini Kata Satgas IDI

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait