Satgas Jawab Kapan Indonesia Merdeka dari COVID-19
Detik News
18 Agustus 2021
Menurut juru bicara satgas penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, kemenangan akan terwujud apabila masyarakat mampu hidup berdampingan dengan pandemi.
Iklan
Ada begitu banyak pengorbanan selama pandemi COVID-19. Selain kematian yang sudah tembus 120 ribu kasus, juga kebebasan yang seolah-olah terenggut oleh protokol kesehatan.
Tidak lagi bebas jalan-jalan, tidak bisa berkerumun, dan harus selalu memakai masker. Juru bicara satgas penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, mengakui ada banyak pertanyaan 'kapan Indonesia merdeka dari COVID-19'.
"Meski saat ini kebebasan kita seolah-olah terenggut oleh batasan yang disebabkan oleh pandemi, sejatinya kemenangan kita akan terwujud apabila kita mampu hidup berdampingan dengan COVID-19," ajak Prof Wiku dalam konferensi pers, Selasa (17/08).
"Sembari meminimalisir dampaknya pada keselamatan, membangun kembali ekonomi, mempererat persatuan dan kesatuan sebagai bangsa, dan ikut berkontribusi sebagai bagian dari masyarakat global sangat dibutuhkan saat ini," lanjutnya.
Negara-negara ASEAN Berjuang Hadapi Gelombang Ketiga COVID-19
Gelombang ketiga virus corona varian Delta melanda beberapa negara di Asia Tenggara. Fasilitas kesehatan masyarakat yang tidak memadai membuat kawasan itu tidak mampu mengendalikan situasi.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Gelombang ketiga melanda
Infeksi COVID-19 meningkat secara eksponensial di Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir. Negara-negara seperti Laos, Thailand dan Vietnam telah berhasil mengurangi penyebaran virus pada 2020, tetapi saat ini mereka tengah berjuang mengatasi gelombang baru, seperti yang dihadapi Indonesia.
Foto: Agung Fatma Putra/ZUMA/picture alliance
Kekacauan dan kehancuran di Indonesia
Hingga Minggu (18/07), Indonesia telah melaporkan 73.582 kematian akibat COVID-19 dan lebih dari 2,8 juta kasus yang dikonfirmasi sejak awal pandemi. Pekan lalu, negara itu melampaui India dan Brasil dalam tingkat infeksi baru. Para ahli meyakini jumlah kasus sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Warga putus asa mencari tabung oksigen dan tempat tidur rumah sakit.
Foto: Timur Matahari/AFP/Getty Images
Virus corona varian Delta
Sistem perawatan kesehatan dan rumah sakit di Indonesia berjuang untuk mengimbangi masuknya pasien baru COVID-19. Dengan populasi sekitar 270 juta, negara itu sangat terpukul oleh wabah corona setelah perayaan Idul Fitri bulan Mei lalu, yang membuat jutaan orang melakukan perjalanan ke luar daerah. Kasus infeksi melonjak akibat varian Delta yang sangat menular.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Kondisi yang memburuk
Pada tahun 2020, para pejabat Vietnam dipuji karena secara efisien sukses menahan penyebaran virus corona. Namun, ketika varian Delta merebak luas, jumlah infeksi di negara itu meningkat tajam. Pemerintah Vietnam saat ini menempatkan seluruh wilayah selatan dalam penguncian selama dua minggu, karena infeksi COVID-19 dikonfirmasi melebihi 3.000 kasus.
Foto: Luke Groves/AP/picture alliance
Kemarahan terhadap pihak berwenang
Pengunjuk rasa Thailand menyerukan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk mundur karena tidak mampu menangani pandemi COVID-19. Demonstrasi berlangsung ketika kerajaan mencatat rekor tingkat infeksi virus corona. Rumah sakit di seluruh negeri berada di bawah tekanan.
Sektor pariwisata Thailand juga terdampak parah oleh pandemi corona. Ketika Bangkok dan provinsi sekitarnya berjuang menghadapi lonjakan COVID-19, pemerintah justru mendorong rencana untuk membuka kembali pulau resor populer Phuket sebagai upaya menyelamatkan ekonomi.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Peluncuran vaksin yang lambat
Pemerintah Thailand lambat dalam pengadaan vaksin. Negara gajah putih itu mulai memvaksinasi tim medis pada Februari dan memulai kampanye vaksinasi massal pada Juni dengan suntikan AstraZeneca yang diproduksi secara lokal dan mengimpor dosis Sinovac buatan Cina. Upaya vaksinasi Thailand sejauh ini lambat dan tidak menentu.
Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
Putus asa mengharapkan bantuan
Masyarakat Malaysia tengah berjuang melawan COVID-19. Beberapa warga telah menemukan cara baru untuk meminta bantuan, yakni dengan mengibarkan bendera putih di luar rumah. Kampanye #benderaputih ramai dibicarakan di media sosial. Malaysia telah memberlakukan lockdown secara nasional sejak 1 Juni lalu untuk mengurangi lonjakan infeksi COVID-19.
Foto: Lim Huey Teng/REUTERS
COVID-19 dan kudeta
Kudeta militer menghambat akses masyarakat ke fasilitas perawatan kesehatan di Myanmar. Banyak dokter menolak bekerja di rumah sakit untuk menunjukkan perlawanan mereka terhadap junta. PBB telah memperingatkan Myanmar karena berpotensi menjadi "negara penyebar super", lantaran meningkatnya kasus infeksi dan vaksinasi yang lambat.
Foto: Santosh Krl/ZUMA/picture alliance
Impian mencapai herd immunity
Seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya, Filipina mengalami pasokan vaksin yang terbatas dan peluncuran vaksin yang lambat. Pakar kesehatan mengatakan negara itu mungkin menjadi yang terakhir di kawasan Asia Tenggara mencapai kekebalan kelompok. Melihat kondisi saat ini, pihak berwenang mungkin membutuhkan waktu dua tahun atau lebih untuk memvaksinasi setidaknya 75% dari populasi. (ha/hp)
"Pandemi ini tidak akan hilang dengan cepat, mungkin akan berubah menjadi epidemi dan kita mesti hidup dengan mereka bisa 5 tahun, bisa 10 tahun, bisa juga lebih lama dari itu," kata Menkes dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2022, Senin (16/08).
Kabar baiknya, vaksinasi COVID-19 di Indonesia sudah semakin dipercepat. Jika sebelumnya butuh 27 pekan untuk menyuntikkan 50 juta dosis, penyuntikan 50 juta dosis berikutnya ditarget selesai dalam hanya 7 pekan.
Target ini didukung dengan pasokan vaksin yang terus berdatangan. Selain itu, distribusi juga terus diperbaiki agar sampai di daerah tepat waktu dan sesuai prioritas.
"Dengan penambahan cakupan bertahap, ini diharapkan kekebalan komunitas akan segera tercapai," kata Prof Wiku. (Ed: gtp/ha)