Satiris Jerman Hadapi Konsekuensi Karena Hina Erdogan?
13 April 2016
Kritik kasar yang disampaikan satiris Jerman, Böhmermann terhadap Erdogan persulit posisi Kanselir Angela Merkel. Jerman sokong kebebasan pers dan berekspresi, tapi butuh bantuan dalam hal pengungsi.
Iklan
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengajukan tuntutan hukum resmi terhadap pelawak, satiris dan moderator Jan Böhmermann, karena membacakan puisi yang menghina dan bersifat kasar secara seksual di televisi Jerman ZDF. Puisi tersebut ditujukan terhadap Erdogan.
Sebelum membacakan puisinya dalam acara televisi, Böhmermann beberapa kali menekankan, bahwa dengan isi puisi itu, ia melanggar batasan yang diperbolehkan bagi sebuah satir. Kini ZDF menghapus puisi Böhmermann dari mediathek situsnya. Namun masalah itu kini berkembang jadi isu politik.
Banyak negara Eropa Barat, termasuk Jerman, menjunjung tinggi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Sementara di Turki, dalam beberapa tahun terakhir Erdogan berusaha mengekang kebebasan pers dan berpendapat di negaranya dengan memblokir beberapa media sosial.
Puisi Böhmermann terutama mempersulit posisi Kanselir Angela Merkel, yang dalam sekitar setengah tahun terakhir berusaha mendapat sokongan Turki untuk mengatasi masalah krisis pengungsi yang menghantam Jerman.
Pemeran Utama bagi Solusi Krisis Pengungsi
Krisis pengungsi di Eropa kini capai titik tergawat. Jerman dengan politik Pintu Terbuka dipuji sekaligus dikritik picu arus migran tak terkendali. Inilah aktor utama yang bisa jadi solusi krisis pengungsi Eropa.
Foto: DW/D. Cupolo
Angela Merkel, Jerman
Kanselir Jerman, Angela Merkel dipuji sekaligus dikritik tajam dalam krisis pengungsi. Kini arus pengungsi ke Jerman memang turun. Tapi itu bukan hasil politik Merkel, melainkan karena 10 negara lain sudah menutup pintu perbatasannya. Politik pintu terbuka Merkel dinilai bisa runtuhkan Uni Eropa, jika dalam waktu dekat tidak bisa tercapai kesepakatan politik bersama Eropa.
Foto: Reuters/F. Lenoir
Jean-Claude Jüncker, Uni Eropa
Presiden Komisi Eropa yang juga PM Luxemburg, Jean-Claude Jüncker menjadi sasaran kritik anggota Uni Eropa, karena ragu dan tidak tegas menangani krisis pengungsi. Informasi gelombang pengungsi yang siap masuk Eropa sudah diberikan dinas rahasia awal tahun silam. Tapi Uni Eropa tidak bertindak tepat dan biarkan krisis berlarut. Kini Jüncker harus mainkan peran kunci dalam KTT pengungsi.
Foto: Reuters/V. Kessler
Werner Faynmann, Austria
Kanselir Austria Werner Faymann adalah tokoh utama yang mengritik tajam kebijakan pintu terbuka Jerman yang sebelummya tidak dikonsultasikan matang dengan negara tetangga. Austria kewalahan terima serbuan pengungsi yang ingin masuk Jerman. Faynmann menggelar konferensi dengan 10 negara Balkan dan negara lain di rute pengungsi serta memaksa untuk penetapan batasan maksimal kuota pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Punz
Alexis Tsipras, Yunani
Realita bahwa Yunani jadi korban utama kebijakan Jerman tak bisa ditutupi. Jutaan pengungsi dari Suriah, Irak, Afghanistan dan negara lainnya terus mengalir ke Yunani via Laut Tengah. PM Yunani Tsipras mengeluh, negaranya yang masih dirundung krisis berat, tanggung beban tak adil dalam krisis ini dan makin kewalahan tangani pengungsi. Yunani kini kirim balik sebagian pengungsi ke Turki.
Foto: Reuters/A.Konstantinidis
Ahmet Davutoglu, Turki
PM Turki Ahmet Davutoglu adalah tokoh utama lainnya dalam solusi krisis pengungsi. Uni Eropa sudah tegaskan, kerjasama dengan Turki adalah tema sentral. Tapi taruhannya amat tinggi. Turki dnjanjikan kompensasi 3 milyar Euro. Presiden Turki, Erdogan yang lebih berkuasa dibanding Davutoglu lecehkan janji bantuan Uni Eropa terlalu kecil. Ia juga ancam kirim gelombang tsunami pengungsi ke Eropa.
Foto: Reuters/U. Bektas
5 foto1 | 5
Terkait puisi Böhmermann, Merkel mengemukakan pentingnya kebebasan berpendapat dan seni di Jerman. Ia menekankan, tetap berusaha mencari jalan keluar bersama dengan Turki dalam masalah pengungsi. Kontroversi satiris Böhmerman serta kebebasan berpendapat di Jerman terlepas sepenuhnya dari masalah kesepakatan antara Ankara dan Uni Eropa.
Tuntutan hukum penghinaan pribadi
Sementara itu, pengacara Erdogan di Jerman, Huberus von Sprenger menyatakan akan mengajukan tuntutan hukum terkait kasus penghinaan pribadi terhadap kliennya, dan akan menggunakan segala langkah hukum yang bisa diambil. Ia menyatakan siap untuk mewakili tuntutan dari Erdogan itu hingga instansi tertinggi.
Sprenger menyatakan, "Böhmermann dituntut untuk mewajibkan diri, tidak akan menyatakan hal seperti itu lagi. Bisa saja Böhmermann akan mengalah." Sprenger mengambahkan, moderator dan satiris Böhmermann kemungkinan "tidak akan dapat hukuman berat, melainkan hukuman yang akan cukup membuatnya kapok, sehingga hanya akan membuat satir dan bukan penghinaan lagi."
Sementara itu pemerintah Jerman membenarkan berita, bahwa pemerintah Turki menuntut diadakannya proses hukum resmi terhadap Böhmermann. Kanselir Merkel menyatakan, tuntutan pemerintah Turki tersebut akan dianalisa dan diperhitungkan sebaik mungkin.
Jika kanselir Merkel memutuskan, satiris Jerman itu bisa diseret ke pengadilan dan terbukti "menghina institusi dan perwakilan negara lain", sesuai aturan yang berlaku, ia terancam hukuman penjara sampai tiga tahun.
ml/as (twitter, rtr, epd)
Politisi Korban Satir
Ada yang marah besar, ada yang memberi pernyataan pribadi. Tiap politisi punya gaya kerja berbeda, dan bereaksi berbeda juga terhadap olokan atau kritik.
Foto: ZDF Neo Magazin Royale
Angela Merkel
Di puncak krisis utang Yunani, foto Merkel banyak dipermainkan di berbagai koran dan majalah Yunani. Biasanya ia dilengkapi dengan simbol-simbol NAZI. Pada sampul majalah satir Mystiki Ellada dari tahun 2012 ini ejekan terhadap Merkel bisa disebut ringan, dengan seragam angkatan bersenjata. Pemerintah Jerman tidak pernah mengambil tindakan terhadap satir seperti ini.
Foto: picture-alliance/Rolf Haid
Vladimir Putin
Foto-foto dari liburan Putin yang kerap menampakkan dirinya dengan dada terbuka dan memamerkan kekuatan bisa dibilang jadi makanan empuk satiris berbagai media. Pada foto ini, tampak Putin sebagai figur dalam parade karnaval di Düsseldorf tahun 2015.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Weihrauch
Donald Trump
Donald Trump yang mencalonkan diri jadi presiden AS dari Partai Republik adalah sasaran yang paling disukai para karikaturis dan satiris. Kadang ia bereaksi sensitif terhadap kritik. Pekan lalu, koran Boston Globe mempublikasikan judul fiktif, yang memparodikan politik imigrasi Trump. Milyarder itu menyebut koran tersebut "bodoh" dan "tak bermutu".
Foto: picture-alliance/AP Photo/The Boston Globe
Kim Jong Un
Penguasa Korea Utara itu tidak mengerti lelucon. Ketika film satir tentang Korea Utara "The Interview" diputar di bioskop AS 2014, terjadi serangan hacker terhadap studio film Sony dan ancaman serangan terhadap bioskop-bioskop AS. Menurut informasi dinas rahasia, pemerintah Korea Utara jadi dalang serangan siber tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa/Columbia Pictures/Sony
George W. Bush
Presiden ke-43 AS tersebut selalu jadi sasaran lelucan pelawak dalam siaran Late-Night-Talker di AS. Motiv yang paling disukai: kemampuan berpikir intelektual Presiden Bush yang katanya sangat rendah. Terakhir, Bush menyediakan sendiri kesempatan bagi satiris untuk menyerangnya, dengan mengatakan bahwa ia jadi pelukis.
Foto: Getty Images/M. Tama
Benjamin Netanjahu
Perdana Menteri Israel ini sering diolok dan ditertawakan di acara TV "Eretz Nehederet" (negara yang hebat). Dalam acara ini, para pelawak membuat parodi perundingan antara Netanjahu dan Hamas. Netanjahu tidak pernah mengambil tindakan. Tahun 2013 ia bahkan tampil sebagai bintang tamu.
Foto: Getty Images/AFP/J. Guez
Khomeini di TV Jerman
Tahun 1987 terjadi hiruk-pikuk di televisi Jerman, berkaitan dengan pemimpin revolusi Iran, Ajatollah Khomeini. Entertainer Jerman Rudi Carrell menampilkan montage foto, di mana Khomeini tampak dilempari baju dalam perempuan ketika mengadakan kunjungan kenegaraan. Lelucon ini menyulut krisis politik, yang menyebabkan dua politisi Jerman diusir dari Teheran dan Carrel diancam akan dibunuh.
Foto: picture-alliance/dpa/I. Wagner
Erdogan dan Böhmermann
Apakah puisi Jan Böhmermann yang dituding berisi penghinaan terhadap Presiden Turki Erdogan akan meluas jadi krisis seperti tahun 1987 tidak bisa diperkirakan sekarang. Yang jelas, satir politik bukan pertama kalinya memicu kisruh di panggung politik dunia. Seperti bisa dilihat di masa lalu, tanggapan politisi terhadap olokan dan kritik bisa berbeda-beda.