Satu Tahun Setelah Kerusuhan Agama di India
21 Agustus 2009Umat Kristen di negara bagian India, Orissa, memperingati tanggal 23 Agustus 2009 sebagai "Hari Perdamaian dan Harmoni". Mereka mempunyai alasan kuat untuk memperingati hari itu demi kerukunan hidup berdampingan dengan penganut agama lain. Karena, tepat setahun lalu kelompok Hindu ekstremis menyerang gereja dan biara. Sekitar 90 warga Kristen tewas dan 50.000 warga lainnya terusir. Kini situasinya mereda. Namun masih banyak warga Kristen yang hidup di kamp pengungsian dan dalam ketakutan. Ketua Dewan Vatikan untuk urusan dialog antar agama, Kardinal Jean Louis Tauran, beberapa waktu lalu melakukan perundingan dengan sejumlah rohaniawan Hindu di India.
„Itu bukan India. Itu bukan Hindu. Agama kami mengajarkan damai dan toleransi.“ Demikian kalimat yang dilontarkan para rohaniawan Hindu menyambut petugas tinggi Vatikan, Kardinal Jean-Louis Tauran dalam kunjungannya di India. Serangan terhadap umat Kristen yang terjadi sejak beberapa tahun belakangan ini, tidak dapat dimengerti dan memalukan. Demikian dikatakan para rohaniawan. Gerakan Hindu ekstremis terbentuk di tahun 20an di abad lalu, ketika India masih ditindas oleh penjajah Inggris. Kelompok radikal itu mencoba membangun rasa percaya diri umat Hindu. Tahun 1980 kelompok Hindu radikal membentuk partai politik BJP. Tahun 2008 BJP menjadi partai terkuat di seluruh negara bagian dan menyulut kerusuhan. Rohaniawan Hindu Swami Agniwesh:
"Untuk merebut kekuasaan politik, kelompok Hindu ekstremis di India sejak bertahun-tahun menyalahgunakan agama Hindu. Mereka menebarkan rasa benci terhadap penganut agama lain. Kelompok fundamentalis itu merupakan minoritas. Pemilu terakhir merupakan pukulan hebat bagi kelompok itu dan partai BJP. Rakyat India dengan terang-terangan menolak kaum ekstremis. Dan itu baik sekali. Saya yakin, pemerintah yang terpilih akan menempuh haluan yang lebih moderat dan tidak mengizinkan diskriminasi terhadap agama tertentu.“
Dalam kunjungannya ke India Kardinal Tauran melihat, bahwa motivasi politik bukan alasan satu-satunya mengapa warga minoritas Kristen menjadi sasaran serangan. Alasan utamanya adalah penyebarluasan ajaran Kristen oleh sebuah kelompok Kristen Protestan. Kelompok itu datang ke India dengan membawa modal besar yang diperoleh dari negara-negara seperti AS, Taiwan atau Korea Selatan. Kebanyakan warga India menilai sikap para missionaris tidak menghormati budaya Hindudan melakukan diskriminasi. Jean-Louis Tauran:
"Kegiatan misionaris kelompok itu di beberapa kawasan di India sangat mencemaskan. Apa yang dialami warga India, mendekati sebuah invasi. Bagi kebanyakan warga Hindu sangat sulit untuk membedakan umat Katolik dengan pengikut kelompok Portestan itu. Karena itu, warga Hindu langsung menilai dan mengatakan, „Dia itu Kristen“. Kemudian mereka menyalahkan, kita semua melakukan pemaksaan untuk pindah agama. Dan itu dengan menggunakan metode yang tidak benar. Bersama para rohaniawan Hindu masalah ini telah kami bahas secara terbuka. Dan saya menerangkan pada mereka, bahwa umat Katolik tidak melakukan pemaksaan untuk pindah agama.“
Kardinal Tauran menuturkan, setelah melakukan perundingan, sejumlah kesalahpahaman berhasil diselesaikan. Dikatakan delegasi gereja Katolik dan para rohaniawan Hindu sepakat untuk bekerjasama demi mewujudkan masyarakat pluralistis yang hidup berdampingan dengan damai.
Corinna Mühlstedt / Andriani Nangoy
Editor: Asril Ridwan