Saudi: Alasan OPEC+ Kurangi Produksi Minyak karena Ekonomi
Saim Dušan Inayatullah
13 Oktober 2022
Riyadh menolak tuduhan bahwa pihaknya mendukung Moskow di tengah keberatan Washington terhadap pengurangan produksi minyak. Rusia, yang juga anggota OPEC+, disebut akan diuntungkan dari kenaikan harga minyak.
Iklan
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pada hari Kamis (13/10) bahwa keputusan OPEC+ untuk mengurangi produksi minyak adalah "murni ekonomi."
Pekan lalu, aliansi OPEC+ yang beranggotakan 23 negara produsen minyak sepakat untuk mengurangi produksi sebesar dua juta barel per hari, dengan alasan "ketidakpastian" kondisi pasar.
Amerika Serikat keberatan dengan pengurangan produksi, dengan alasan bahwa itu akan menguntungkan Rusia, anggota OPEC+, dan memungkinkannya untuk membiayai perang di Ukraina karena harga minyak yang lebih tinggi.
Apa yang isi pernyataan Saudi?
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pihaknya menanggapi pernyataan yang "menggambarkan keputusan tersebut sebagai tanda pihak kerajaan berpihak dalam konflik internasional serta bermotivasi politik terhadap Amerika Serikat."
Iklan
Tuduhan itu "tidak berdasarkan fakta", menyingkirkan alasan keputusan OPEC+ dari "konteks ekonomi murni." Saudi menambahkan bahwa semua 23 anggota kelompok OPEC+ setuju dengan suara bulat atas keputusan tersebut.
"Hasil ini murni berdasarkan pertimbangan ekonomi untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan di pasar minyak, serta untuk membatasi volatilitas," kata kementerian itu.
Dikatakan bahwa menunda keputusan untuk mengurangi produksi selama satu bulan, seperti yang telah disarankan oleh pemerintah AS, "akan memiliki konsekuensi ekonomi yang negatif."
Saudi menyebut kerajaan telah mempertahankan posisi "berprinsip" dalam perang di Ukraina dan menolak "pelanggaran apa pun terhadap kedaulatan negara atas wilayah mereka."
AS keberatan dengan pengurangan produksi
OPEC+ mencapai keputusannya setelah berminggu-minggu melobi pejabat AS yang menentang langkah tersebut.
Awal pekan ini, Presiden Joe Biden mengatakan bahwa "akan ada konsekuensi" bagi hubungan Washington dengan Riyadh menyusul pengumuman pengurangan produksi minyak. Tak lama setelah keputusan itu diumumkan, Gedung Putih mengecamnya sebagai "berpandangan sempit."
Diumumkan bahwa Biden akan terus mengarahkan pelepasan dari cadangan Minyak Strategis Washington dan berusaha untuk melonggarkan kendali OPEC atas harga global.
Bagaimana Perang Putin Mempengaruhi Ekonomi Dunia
Efek perang Rusia terhadap Ukraina dirasakan di seluruh dunia. Harga makanan dan bahan bakar meningkat di mana-mana. Di beberapa negara kerusuhan pecah akibat naiknya harga barang kebutuhan utama.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Belanja Semakin Mahal di Jerman
Konsumen di Jerman merasakan kenaikan biaya hidup. Konsekuensi dari perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mulai terasa. Pada bulan Maret, tingkat inflasi Jerman mencapai level tertinggi sejak 1981. Pemerintah Jerman ingin segera mengembargo batubara Rusia, tetapi masih memperdebatkan pelarangan impor gas dan minyak dari Rusia.
Foto: Moritz Frankenberg/dpa/picture alliance
Antrian Mengisi Bahan Bakar di Kenya
Antrian panjang mobil di SPBU Nairobi. Di Kenya, warga juga merasakan dampak perang di Ukraina. Bahan bakar kian mahal, dan pasokannya terbatas, belum lagi krisis pangan. Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani dalam sidang Dewan Keamanan menyatakan keprihatinannya, dan membandingkan situasi di Ukraina timur dengan perubahan yang terjadi di Afrika setelah berakhirnya era kolonial.
Foto: SIMON MAINA/AFP via Getty Images
Siapa Amankan Suplai Gandum ke Turki?
Rusia adalah produsen gandum terbesar di dunia. Karena larangan ekspor dari Rusia, harga roti sekarang naik di banyak tempat, termasuk di Turki. Sanksi internasional telah mengganggu rantai pasokan. Ukraina juga merupakan salah satu dari lima pengekspor gandum terbesar di dunia, tetapi perang dengan Rusia membuat mereka tidak dapat mengirimkan barang dari pelabuhannya di Laut Hitam.
Foto: Burak Kara/Getty Images
Harga Gandum Melonjak di Irak
Seorang pekerja tengah menumpuk karung-karung tepung tergu di pasar Jamila, pasar grosir terpopuler di Baghdad. Harga gandum telah meroket di Irak sejak Rusia menginvasi Ukraina, karena kedua negara tersebut menyumbang setidaknya 30% dari perdagangan gandum dunia. Irak tetap netral sejauh ini, tetapi poster-poster pro-Putin sekarang telah dilarang di negara itu.
Foto: Ameer Al Mohammedaw/dpa/picture alliance
Unjuk Rasa di Peru
Para demonstran bentrok dengan polisi di ibukota Peru, Lima. Mereka memprotes kenaikan harga pangan, satu di antara rangkaian kenaikan harga. Krisis semakin diperburuk dengan adanya perang di Ukraina. Presiden Peru, Pedro Castillo memberlakukan jam malam dan keadaan darurat untuk sementara. Tapi jika peraturan tersebut dicabut, protes akan terus berlanjut.
Foto: ERNESTO BENAVIDES/AFP via Getty Images
Keadaan Darurat di Sri Lanka
Di Sri Lanka, warga turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Beberapa hari lalu, ada yang mencoba menyerbu kediaman pribadi Presiden Gotabaya Rajapaksa. Memuncaknya protes terhadap kenaikan biaya hidup, kekurangan bahan bakar, dan pemadaman listrik, mendorong presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, sekaligus meminta bantuan pengadaan sumber daya dari India dan Cina.
Warga di Skotlandia juga memprotes kenaikan harga makanan dan energi. Di seluruh Inggris, serikat pekerja telah mengorganisir demonstrasi untuk memprotes kenaikan biaya hidup. Brexit telah mengakibatkan kenaikan harga di banyak area kehidupan, dan perang di Ukraina makin memperburuk keadaan.
Foto: Jeff J Mitchell/Getty Images
Harga Ikan Goreng di Inggris Melonjak
Warga Inggris punya alasan untuk khawatir terkait hidangan nasional tercinta mereka "fish and chips". Sekitar 380 juta porsi goreng ikan dan kentang dikonsumsi di Inggris setiap tahun. Tetapi sanksi keras saat ini, berarti harga ikan putih dari Rusia, minyak goreng dan energi, semuanya melonjak naik. Pada Februari 2022, tingkat inflasi Inggris mencapai 6,2%.
Foto: ADRIAN DENNIS/AFP via Getty Images
Peluang Ekonomi bagi Nigeria?
Seorang pedagang di Ibafo, Nigeria, tengah mengemas tepung untuk dijual kembali. Nigeria telah lama ingin mengurangi ketergantungannya pada makanan impor, dan membuat ekonominya lebih tangguh lagi. Orang terkaya di Nigeria Aliko Dangot, baru-baru ini membuka pabrik pupuk terbesar di negara itu, dan berharap memiliki banyak pembeli. Apakah itu sebuah peluang? (kp/as)
Foto: PIUS UTOMI EKPEI/AFP via Getty Images
9 foto1 | 9
Beberapa pengamat di AS telah menyarankan beberapa minggu sebelum pemilihan paruh waktu di AS dengan harga bahan bakar sebagai pemicu ketegangan politik tradisional di negara itu, sangat mencolok. Yang lain berpendapat AS berusaha menjaga pasokan lebih tinggi dan harga lebih rendah karena sejumlah alasan termasuk memberi lebih banyak tekanan pada Rusia di tengah invasinya ke Ukraina.
Pemotongan tersebut merupakan yang terbesar sejak puncak pandemi virus corona pada April 2020, ketika aliansi tersebut sepakat untuk mengurangi produksi hampir 10 juta barel per hari di tengah penguncian COVID-19.