1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikUkraina

Scholz Temui Biden Kuatkan Komitmen bagi Ukraina

9 Februari 2024

Kanselir Jerman Olaf Scholz menyambangi AS di tengah penolakan Partai Republik meloloskan bantuan perang untuk Ukraina. Sekarang justru saatnya melayangkan "isyarat yang sangat jelas" kepada Rusia, kata dia.

Kanselir Jerman Olaf Scholz
Kanselir Jerman Olaf Scholz setibanya di Washington DC.Foto: Michael Kappeler/dpa/picture alliance

Kunjungan kerja Kanselir Jerman Olaf Scholz di Amerika Serikat hanya berlangsung selama 24 jam. Di sana, dia berbicara Presiden Joe Biden dengan agenda bantuan Ukraina. Keduanya tidak dijadwalkan untuk menggelar jumpa pers bersama. Setelahnya, Scholz akan menemui sekelompok anggota Kongres AS, sebelum kembali ke Jerman pada Jumat (9/2) malam.

Lawatannya itu diadakan ketika Partai Republik kompak menolak bantuan buat Ukraina, baik di Kongres atau Senat AS. Selain bantuan senilai USD 60 miliar yang ditolak di Kongres, partai konservatif itu juga menolak paket bantuan perang untuk Ukraina, Israel dan Taiwan melalui Senat. Alhasil, militer AS mulai menghentikan pengiriman amunisi yang dibutuhkan Ukraina untuk menghalau invasi Rusia.

Dalam pernyataan pers jelang keberangkatan, Kanselir Scholz tidak membahas bagaimana komitmen NATO kepada Ukraina dipengaruhi perseteruan antarpartai di AS. Dia hanya menegaskan, kuncinya saat ini adalah "bagaimana Eropa, tapi juga AS, bisa mengirimkan bantuan bagi Ukraina."

"Apa yang sudah diberikan sejauh ini di Eropa dan bantuan yang sudah diberikan Kongres AS masih belum cukup," kata dia. "Jadi, kita harus mencari jalan bersama untuk menambah dukungan."

Drone Makin Banyak Digunakan dalam Pertempuran

03:50

This browser does not support the video element.

Bantuan di saat krusial

Kendati harus berutang untuk membiayai anggaran negara, pemerintah Jerman tahun ini meningkatkan dana bantuan untuk Ukraina, dengan lebih dari USD 7,5 miliar dalam bentuk senjata. Selain sistem pertahanan udara, Ukraina juga mendapat tank, kendaraan angkut lapis baja dan sistem persenjataan lain. 

Saat ini, Jerman adalah pemasok senjata terbesar kedua bagi Ukraina setelah Amerika Serikat.

Pemerintah di Berlin pekan lalu juga ikut menggalang konsensus diplomatik oleh ke27 negara anggota Uni Eropa untuk mengirimkan bantuan ekonomi senilai USD 54 miliar. "Kami telah memberikan kontribusi yang sangat besar," kata Scholz sebelum berangkat ke AS. "Tapi jumlahnya tidak akan cukup jika tidak ada bantuan yang cukup dari pihak lain."

"Sekarang, saatnya bagi kita untuk melakukan apa yang harus dilakukan, yakni menjamin kemampuan Ukraina mempertahankan diri dan saat yang sama mengirimkan sinyal yang sangat jelas kepada presiden Rusia, bahwa dia tidak bisa berharap kita akan lengah."

Dia mengaku telah melobi negara-negara Eropa lain untuk menambah dana bantuan bagi Ukraina. "Semuanya tidak bisa dibebankan kepada Jerman semata," imbuhnya.

Putin hasut perpecahan

Kebimbangan di Washington ditafsirkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai isyarat, betapa Barat mulai menyadari mereka tidak bisa mengalahkan Rusia, kata dia saat diwawancara tokoh konservatif AS, Tucker Carlson,  Kamis (8/2) malam.

"Selama ini, ada banyak teriakan dan pekikan tentang kekalahan strategis Rusia di medan perang. Tapi sepertinya mereka kini menyadari bahwa hal itu sulit tercapai, jika mungkin. Menurut saya, misi itu mustahil terwujud," kata dia.

Ketika ditanya soal kemungkinan kembalinya Donald Trump sebagai presiden, dia meragukan bakal melihat banyak perubahan pada kebijakan luar negeri AS. "Anda bertanya apakah pemimpin lain datang dan mengubah sesuatu? Perkaranya bukan pada pemimpin, bukan pula pada karakter individu tertentu."

Putin mendesak Kongres AS dan Partai Republik untuk menimbang ulang bantuannya kepada Ukraina. "Saya katakan kepada Anda sesuatu yang selalu kami kemukakan kepada kepempimpinan di Amerika Serikat. Jika kalian ingin berhenti berperang, kalian harus berhenti menyuplai senjata," tukasnya.

Komentar Putin seakan sudah diduga oleh Scholz ketika dia menulis editorial di Wall Street Journal jelang lawatannya ke AS. "Dia berusaha memecah persatuan kita dan mengadu domba warga untuk menolak bantuan Ukraina," tulisnya. "Kita harus meyakinkan masyarakat di kedua sisi Atlantik, bahwa kemenangan Rusia justru akan membuat dunia menjadi lebih berbahaya."

rzn/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait