Untuk yang ke-8 kalinya Science Film Festival kembali hadir di Indonesia. Tema yang diusung tahun ini adalah “Antoposen”. Diputar di 38 kota di Indonesia dari 24 Oktober sampai 23 November 2017.
Iklan
Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan pesan kepada para penontonnya. Dengan kelebihan audio visual tersebut, film mampu menerjemahkan tema yang kompleks seperti sains dengan cara edukatif juga menghibur, sehingga memberikan pengalaman rekreasi tersendiri dan tidak membosankan bagi para penontonnya.
Goethe-Institut dengan misinya memperkenalkan sains sedini mungkin bagi anak-anak dan menerapkannya pada praktik sehari-hari menghelat Science Film Festival 2017. Acara tersebut diadakan pada 24 Oktober hingga 23 November 2017 di 38 kota di Indonesia.
Kota-kota tersebut antara lain: Aceh, Ambon, Bandung, Banjar, Belitung
Timur, Biak, Bogor, Ciamis, Demak, Jakarta, Kupang, Makassar, Malaka, Malang, Manado, Manggarai Barat, Medan, Pangandaran, Salatiga, Sidoarjo, Soe, Sorong, Surabaya, Tangerang, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Tomohon, Waibakul, Waingapu dan Yogyakarta.
Festival ini, yang pertama kali digelar Goethe-Institut pada tahun 2005 di Thailand, merupakan acara tahunan dari Goethe-Institut. Setelah Indonesia, festival akan diestafet ke negara-negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika dan Timur Tengah. Sebanyak 67 film pilihan telah diadaptasikan ke setiap bahasa masing-masing negara peserta dan dikurasi dengan cara yang menyenangkan dan menghibur bagi anak-anak, untuk memahami hubungan ilmiah dan hubungannya dengan tema utama.
Festival ini bertema Anthropocene - Era manusia, yaitu perubahan-perubahan apa saja yang telah manusia lakukan terhadap alam di bumi ini. Seperti yang diungkapkan Direktur Regional Goethe-Institut Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, Dr. Heinrich Blömeke.
Perubahan Iklim Dalam Film-Film Hollywood
Cli-fi atau climate fiction adalah genre film yang makin populer: film-film dengan latar belakang perubahan iklim. Biasanya kisah tentang orang yang mencoba menyelamatkan bumi dari bencana perubahan iklim dan cuaca.
Foto: RatPac Documentary Films
Beasts of the Southern Wild
Perubahan iklim menjadi latar belakang film dari tahun 2012 yang sangat terkenal ini, yang menggabungkan puisi dan politik. Kisah tentang kehidupan Hushpuppy yang berusia enam tahun setelah amukan badai Katrina. Lapisan es mencair membanjiri rumah mereka dan membebaskan lagi mahluk-mahluk purba.
Foto: picture-alliance/dpa
Waterworld
Tahun 1995, Kevin Costner memerankan seorang petualang masa depan, ketika lapisan es di kutub telah meleleh dan membanjiri setiap benua. Manusia yang masih hidup tinggal di komunitas-komunitas terapung yang kumuh. Mereka bermimpi tentang suatu "ladang kering" di suatu tempat. Karakter Costner akhirnya membawa korban dengan selamat ke puncak Gunung Everest, yang dipenuhi vegetasi dan satwa liar.
Foto: picture-alliance/dpa
Geostorm
Subjek geo-engineering yang kontroversial menjadi sorotan dalam film cli-fi terbaru, yang dirilis di AS pada tanggal 20 Oktober. Gerard Butler berperan sebagai astronot yang mencoba menyelamatkan dunia dari badai yang disebabkan oleh satelit pengendali iklim yang tidak berfungsi.
Foto: picture-alliance/Everett Collection
Downsizing
Tidak semua film cli-fi bercerita tentang akhir zaman. Drama komedi yang akan segera rilis ini mengambil aspek lucu tentang bagaimana mengatasi pemanasan global. Orang-orang menyusut ke versi mini agar dapat menggunakan lebih sedikit sumber daya. Dibintangi oleh Matt Damon dan Christoph Waltz, film ini rencananya memasuki bioskop bulan Desember 2017.
Foto: Imago/ Zumapress
An Inconvenient Sequel: Truth To Power
Film dokumenter tentang perubahan iklim dari mantan wapres AS Al Gore tahun 2006 berjudul "An Inconvenient Truth" mendapat pujian luas. Sekuel baru tahun 2017 ini menunjukkan apa yang telah terjadi di seluruh dunia sejak itu: "Bom hujan" menyerang kota-kota, mengakibatkan banjir besar di Miami dan Manhattan. Gletser di Antartika menyusut, kebakaran hutan mengamuk di Eropa dan Kanada.
Foto: Paramount Motion Pictures
The Day After Tomorrow
Film Roland Emmerich tahun 2004 ini adalah salah satu film pertama dan paling sukses tentang perubahan iklim. Film ini menggambarkan New York City sebagai kota yang beku setelah gangguan sirkulasi cuaca di Atlantik Utara. Tapi film laris ini dikritik para periset karena ketidakakuratan ilmiahnya.
Foto: Imago/Unimedia Images
Before the Flood
Film dokumenter dari National Geographic tahun 2016 ini memanfaatkan kekuatan bintang layar perak Leonardo DiCaprio untuk menginspirasi pemirsa agar mengambil tindakan dan mengubah kebiasaan mereka. Aktor tenar ini menjadi aktivis iklim dan mengunjungi berbagai wilayah dunia untuk mengeksplorasi dampak pemanasan global.
Foto: RatPac Documentary Films
7 foto1 | 7
"Fokus kami pada antropochene adalah kita mendapati dampak perilaku manusia pada alam, pada perkembangan alam, dan juga masa depan planet semakin penting. Dan berdampak pada iklim. Tentu saja kita mencoba mencari solusi dengan energi biologi artifisial. Kami ingin menunjukannya pada anak-anak, yang merupakan target utama SFF, dampak manusia pada masa depan planet.”
Heinrich berharap generasi muda dapat menganggap sains sebagai pelajaran yang mudah dan menyenangkan. Juga diharapkan mereka bisa melibatkan diri dalam isu-isu yang menyangkut kelestarian alam.
Film mengenai alga, organisme hijau yang memiliki permukaan licin, dan berbau aneh namun memiliki manfaat begitu besar karena menyerap karbondioksida, menjadi film favorit bagi kebanyakan peserta yang hadir.
"SFF ini seru banget bisa banyak ngajarin hal yang belum aku tahu!" papar Raisa Nurlatiefa, peserta festival yang duduk di bangku kelas 5 SD.
Kiamat Iklim Kian Dekat
Ilmuwan memperingatkan umat manusia hanya punya waktu tiga tahun untuk menyelamatkan Bumi dari dampak terburuk perubahan iklim. PBB mengusulkan enam butir rencana untuk menanggulanginya.
Berlomba dengan Waktu
Lewat jurnal ilmiah Nature, ilmuwan mewanti-wanti betapa manusia kehabisan waktu buat mencegah laju perubahan iklim menjadi tidak terkendali. Sisi positifnya, saintis meyakini manusia masih bisa menyelamatkan Bumi dari ancaman kekeringan, banjir, gelombang panas dan kenaikan permukaan air laut. Namun untuk itu kita hanya punya waktu tiga tahun.
Foto: Getty Images/L. Maree
Enam Langkah buat Bumi
Kelompok ilmuwan yang juga beranggotakan bekas Direktur Iklim PBB, Christiana Figueres, itu menyimpulkan jika kadar emisi bisa ditekan secara permanen hingga 2020, maka ambang batas temperatur yang bisa berdampak pada perubahan iklim tak terkendali tidak akan dilanggar. Untuk itu mereka mengusulkan rencana enam butir kepada dunia internasional.
Foto: picture-alliance/R4200
1. Energi Terbarukan
Saat ini energi terbarukan memenuhi sedikitnya 30% kebutuhan energi dunia. Angka tersebut banyak meningkat dari kisaran 23,7% pada 2015. Meski pertumbuhan produksi energi ramah lingkungan meningkat, pemerintah dan industri tidak boleh lagi membangun pembangkit listrik tenaga batu bara pasca 2020 dan semua pembangkit yang sudah beroperasi harus dipensiunkan.
Foto: picture-alliance/AP Images/Chinatopix
2. Infrastruktur Nol Emisi
Kota dan negara di dunia sudah berkomitmen untuk menghilangkan jejak karbon sepenuhnya pada sektor konstruksi dan infrastruktur pada 2050. Untuk itu Perjanjian Iklim Paris menyediakan program pendanaan senilai 300 milyar Dollar AS setiap tahun. Kota-kota wajib mengganti struktur konstruksi pada sedikitnya 3% bangunan/tahun di wilayahnya menjadi lebih ramah lingkungan atau nol emisi.
Foto: Getty Images
3. Transportasi Ramah Energi
Tahun lalu sebanyak 15% dari total penjualan kendaraan bermotor di seluruh dunia berbahan bakar elektrik. Jumlahnya meningkat 1% dari tahun sebelumnya. Namun pemerintah dan industri tetap diminta untuk menggandakan efisiensi bahan bakar untuk transportasi, yakni sebesar 20% untuk kendaraan berat dan pengurangan 20% emisi gas rumah kaca per kilometer untuk pesawat terbang.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
4. Penghijauan Lahan
Kebijakan penggunaan lahan harus diarahkan untuk mengurangi kerusakan hutan dan bergeser ke arah penghijauan kembali. Saat ini emisi gas rumah kaca dari pembalakan hutan dan pembukaan lahan mencapai 12% dari emisi global. Jika emisi tersebut bisa dikurangi menjadi nol, maka hutan yang ada bisa digunakan untuk mempercepat pengurangan emisi CO2 global.
Foto: picture-alliance/AP Photo/R. Abd
5. Efisiensi Industri Sarat Emisi
Industri berat seperti industri baja, semen, kimia, minyak dan gas, saat ini menghasilkan seperlima emisi CO2 di dunia, termasuk untuk kebutuhan energi. Baik pemerintah maupun swasta harus berkomitmen memangkas emisi CO2 industri berat menjadi separuhnya pada 2050. Hal ini bisa dicapai dengan pertukaran teknologi dan efisiensi energi.
Foto: Reuters/M. Gupta
6. Pendanaan Mitigasi Iklim
Sektor keuangan berkomitmen memobilisasi dana senilai 1 trilyun Dollar AS per tahun untuk program iklim. Kebanyakan berasal dari swasta. Pemerintah dan lembaga keuangan seperti bank dunia harus mengeluarkan "obligasi hijau" lebih banyak untuk membiayai program mitigasi perubahan iklim. Langkah itu berpotensi mampu menciptakan pasar yang mengelola dana senilai hampir 1 trilyun Dollar AS pada 2050.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Rumpenhorst
Kiamat Tak Terbendung?
Celakanya bahkan jika manusia berhasil mencapai target dua derajat seperti yang tertera pada perjanjian iklim Paris, separuh populasi Bumi akan tetap menglami gelombang panas mematikan lebih sering pada 2100. Indonesia dan Amerika Selatan termasuk kawasan yang paling parah. Ilmuwan meyakini tren tersebut tidak bisa dicegah lagi. (rzn/hp - nature, unfccc, guardian)