Tokoh partai konservatif Austria yang berusia 31 tahun ini berhasil melambungkan partainya ke tempat pertama. Siapakah Sebastian Kurz dan apa saja sepak terjangnya?
Iklan
Sebastian Kurz mulai dikenal luas publik Austria pada 2013, ketika itu dia berusia 27 tahun dan diangkat menjadi menteri luar negeri termuda Eropa, yang bersanding dengan politisi kelas dunia seperti Menteri Luar Negeri AS John Kerry.
Austria adalah negara kecil di Eropa, dengan populasi penduduk yang hampir sama dengan kota London di Inggris. Tapi menurut tingkat Produk Domestik Brutto (PDB) per kapita, Austria tidak kalah dari negara-negara industri besar seperti Jerman, Inggris dan Kanada.
Dalam Survei Kualitas Hidup dari Mercer, kota Wina sejak 2010 terus menduduki posisi puncak. Penduduk di Austria memang tergolong makmur.
Bercita-cita Tinggi
Sekarang, Sebastian Kurz akan menjadi pemimpin pemerintahan termuda di Eropa dari sebuah negara yang tergolong kaya, setelah partainya ÖVP memenangkan pemilu Austria hari Minggu (15/10). Jenjang karirnya memang cukup mengesankan.
Inilah Pemimpin Negara Termuda dalam Sejarah
Jika terpilih, Emmanuel Macron akan menjadi presiden termuda Perancis. Tapi tahukah Anda ada banyak pemimpin negara lain yang jauh lebih muda saat memegang jabatan? Simak dalam galeri foto berikut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Azim
Jean-Claude Duvalier, Presiden Haiti (19 Tahun)
"Baby Doc", demikian julukannya, mengambil alih kekuasaan di Haiti 22 April 1971 setelah ayahnya Francois "Papa Doc" Duvalier meninggal. Jean-Claude Duvalier hidup dalam kemewahan, sementara rakyatnya tenggelam dalam kemiskinan. Tahun 1985, terjadi pemberontakan terhadap rezim Duvalier. Baby Doc melarikan diri ke Perancis dan menetap disana selama lebih dari 20 tahun. Ia meninggal tahun 2014.
Foto: picture-alliance/AP/Dieu Nalio Chery
Muammar Al Gaddafi, Pemimpin Revolusi Libya (27 Tahun]
Setelah merebut kekuasaan melalui kudeta militer, Gaddafi menjadi penguasa de facto Libya dari 1969 hingga meninggal di Sirte tahun 2011. Pada tahun 1951, Gaddafi menghapus Konstitusi Libya dan menerapkan undang-undang berdasarkan ideologi politiknya. Ia tercatat sebagai salah satu penguasa terlama dalam sejarah yang bukan anggota keluarga kerajaan.
Foto: Khaled Desouki/AFP/Getty Images
Kim Jong Un, Pemimpin Tertinggi Korea Utara (28 Tahun)
Ia adalah putra ketiga Kim Jong Il dengan salah seorang istrinya Ko Young Hee. Kim memiliki dua gelar, yakni di bidang fisika dan sebagai perwira angkatan bersenjata dari universitas militer. 28 Desember 2011, ia secara resmi dinyatakan sebagai pemimpin tertinggi Korea Utara setelah pemakaman ayahnya.
Foto: picture-alliance/dpa/W. Maye-E
Joseph Kabila, Pelaksana Tugas Presiden Kongo (29 Tahun)
Ia menjabat sebagai pelaksana tugas presiden, 10 hari setelah ayahnya Presiden Laurent-Désirè Kabila terbunuh di tahun 2001. Desember 2005, referendum menyetujui konstitusi baru yang menentukan batas minimum usia kandidat presiden adalah 30 tahun dari sebelumnya 35 tahun. Kabila berkampanye di usia 34 tahun dan terpilih secara resmi sebagai presiden di usia 35 tahun.
Foto: Getty Images/AFP/J. D. Kannah
Milo Dukanovic, Perdana Menteri Montenegro (29 Tahun)
Politisi ini berada dalam pemerintahan Montenegro, dengan jabatan berbeda-beda, dari tahun 1991-2016. Ia masuk dalam daftar 20 pemimpin negara terkaya di dunia. Dukanovic pertama kali terpilih sebagai perdana menteri tahun 1991. 7 tahun kemudian, ia menjabat sebagai presiden Montengero hingga 2002. Lalu setelahnya, ia kembali menjadi PM dalam tiga masa jabatan dengan dua kali masa jeda.
Foto: Getty Images/AFP/L. Bonaventure
Jean-Baptiste Bagaza, Presiden Burundi (30 Tahun)
Bagaza adalah presiden kedua Burundi. Ia menggulingkan Michel Micombero lewat aksi kudeta tanpa pertumpahan darah di tahun 1976. Ironisnya, rezim Bagaza juga dijatuhkan tahun 1987 oleh kudeta militer.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Azim
6 foto1 | 6
Sejak masih di sekolah menengah, Kurz sudah aktif berpolitik dan bergabung dengan garda muda partai konservatif Austria, ÖVP. Dia kemudian masuk jurusan hukum di universitas, namun tidak menyelesaikannya. Selama di kampus, dia juga aktif berpolitik dan terjun dalam kampanye-kampanye partai.
Pada usia 24 tahun, Sebastian Kurz kemudian diangkat sebagai menteri untuk urusan integrasi. Banyak pengamat yang dulu mencibir karirnya pada usia demikian muda. Namun dengan cepat, dia menjadi kesayangan media dan makin populer. Dia menjadi salah satu politisi yang paling populer di Austria.
Tahun 2013, Kurz diangkat menjadi menteri luar negeri, puncak karirnya hingga kini. Selain politik luar negeri, dia juga masih membawahi resor urusan integrasi. Kurz lalu mengambil alih kepemimpinan ÖVP dan menuntut pemilu yang dipercepat. Tuntutan itu kemudian disetujui oleh parlemen Austria.
Sebagai menteri luar negeri, Sebastian Kurz langsung jadi sorotan media di Eropa karena pernyataan-pernyataan kerasnya soal pengungsi dan pengawasan perbatasan.
"Dia seorang neoliberal yang haus kekuasaan," kata seorang pemilih muda di Wina kepada koresponden DW. Tapi sang pemilih muda ini tidak ingin namanya disebut.
'Macron atau Trudeau versi konservatif'
Menurut pengamat politik profesor Peter Filzmaier dari universitas Krems dan Graz Austria, jenjang karir seperti Sebastian "belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik Austria, tapi juga masuk akal."
"ÖVP adalah organisasi yang sangat kompleks, karena banyak perwakilan daerah" kata Filzmaier. "Tapi dia (Kurz) berhasil mengkonsolidasikan fungsi pengambilan keputusan di bawah pimpinan partai, yaitu dirinya sendiri."
Filzmaier tidak terlalu khawatir dengan retorika anti imigran Sebastian Kurz, karena menurut ilmuwan politik ini, Kurz bukan tipe politisi seperti Donald Trump di AS atau Viktor Orban di Hungaria. Kurz sebenarnya sangat pro-Eropa, kata Filzmaier.
"Dia melihat dirinya lebih sebagai Emmanuel Macron atau Justin Trudeau dari haluan konservatif," kata Filzmaier.
Sebelum Sebastian Kurz mengambil alih kepemimpinan partai awal tahun ini, ÖVP dalam jajak pendapat hanya menempati posisi ketiga dengan sekitar di 20 persen. Dalam pemilu hari Minggu kemarin, ÖVP menyusul ke posisi pertama dengan perolehan suara lebih dari 30 persen.
Seradikal Apa Ekstrem Kanan Eropa?
Perkembangan ekonomi yang terseok-seok, ketidakpuasan akan kebijakan Uni Eropa dan krisis imigran menyebabkan partai ekstrem kanan Eropa meraih sukses besar. Inilah para tokohnya serta politik mereka:
Foto: picture-alliance/dpa
Frauke Petry, Partai Alternative (Jerman)
Ketua Alternative für Deutschland AfD, Frauke Petry, menyarankan penjaga perbatasan menggunakan senjata terhadap pelintas perbatasan ilegal. AfD awalnya partai yang skeptis terhadap Uni Eropa. Sekarang mereka sudah menjadi kekuatan anti Eropa dan anti pemerintah. AfD berhasil meraih suara cukup besar dalam pemilu di sejumlah negara bagian Jerman Maret 2016.
Foto: Reuters/W. Rattay
Marine Le Pen, Front National (Perancis)
Banyak orang khawatir, bahwa Brexit dan kemenangan Donald Trump di AS bisa menjadi dorongan baru bagi partai ekstrem kanan Perancis, Front National. Partai itu didirikan 1972, dan kini dipimpin Marine Le Pen, yang 2011 mengambilalih kepemimpinan dari ayahnya, Jean-Marie Le Pen. Partai nasionalis ini menggunakan retorika populis untuk mendorong sikap anti imigran dan anti Uni Eropa.
Foto: Reuters
Geert Wilders, Partai Kebebasan (Belanda)
Pemimpin Partij voor de Vrijheid Belanda ini adalah salah satu politisi ektrem kanan paling penting di Eropa. Ia dinyatakan bersalah atas komentar penuh kebencian yang dilontarkan 2014 terhadap warga Maroko. Partainya dianggap anti UE dan anti Islam. Hadapi pemilu Maret 2017, jajak pendapat tunjukkan, partainya yang menduduki 15 kursi di majelis rendah, dapat dukungan besar.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Koning
Nikos Michaloliakos, Chrysi Avgi (Yunani)
Partai Golden Dawn adalah partai neo fasis Yunani. Pemimpinnya, Michaloliakos ditangkap September 2013 bersama sejumlah anggota lainnya, dan dituduh membentuk organisasi kriminal. Michaloliakos dibebaskan Juli 2015. Golden Dawn memenangkan 18 kursi dalam pemilu parlemen September 2016. Partai itu bersikap anti imigran dan mendukung kesepakatan dengan Rusia mengenai pertahanan.
Foto: Angelos Tzortzinis/AFP/Getty Images
Gabor Vona, Partai Jobbik (Hongaria)
Partai Jobbik yang anti imigrasi, anti LGBT, populis dan dukung proteksi ekonomi berusaha masuk dalam parlemen Hongaria tahun 2018. Sekarang mereka sudah jadi partai ketiga terbesar di Hongaria. Dalam pemilu terakhir tahun 2014, partai ini mendapat 20% suara. Partai inginkan referendum keanggotaan negara dalam Uni Eropa. Jobbik dipimpin Gabor Vona.
Foto: picture alliance/dpa
Jimmie Akesson, Sverigedemokraterna (Swedia)
Nama partainya berarti Demokrat Swedia. Setelah kemenangan Trump di AS Akesson menyatakan, di Eropa, seperti di AS, ada gerakan yang melawan "establishment" dan pandangan yang selama ini berlaku. Partai Demokrat Swedia menyerukan restriksi imigrasi, dan menentang keanggotaan Turki dalam UE juga menginginkan referendum keanggotaan Swedia dalam UE.
Foto: AP
Norbert Hofer, Freiheitliche Partei (Austria)
Hofer dari Partai Kebebasan FPÖ yang nosionalis hanya kalah 30.000 suara dalam pemilu presiden terakhir. Mantan pemimpin Partai Hijau, Alexander Van der Bellen mendapat 50,3% suara, sementara Hofer 49,7%. Pemimpin FPÖ itu menyerukan penguatan perbatasan Austria dan pembatasan sokongan finansial bagi imigran.
Foto: Reuters/L. Foeger
Marian Kotleba, ĽSNS (Slovakia)
Pemimpin partai ekstrem kanan, Partai Rakyat-Slovakia Milik Kita mengatakan, "Satu imigranpun sudah terlalu banyak." Dalam kesempatan lain ia menyebut NATO organisasi kriminal. Partai Slovakia ini ingin negaranya meninggalkan Uni Eropa dan zona mata uang Euro. Mereka menang 8% suara dalam pemilu Maret 2016, dan mendapat14 kursi dari total 150 mandat parlemen. (ml/as)