1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Seberapa Jauh Thailand Berani Melegalkan Ganja

Emmy Sasipornkarn
16 November 2019

Undang-undang baru di Thailand memungkinkan penelitian dan pengembangan ganja untuk keperluan medis. Negara itu pun sedang merintis jalan untuk melonggarkan produksi tanaman dan membuka peluang ekonomi.

Hanfanbau
Foto: Imago Images/Chromorange

Negara gajah putih ini menjadi berita utama di seluruh dunia pada Desember 2018 karena menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja untuk keperluan medis dan tujuan penelitian. Keputusan ini memicu berbagai pihak untuk ikut terlibat dalam urusan tanaman yang digadang-gadang bisa menjadi penghasil uang utama bagi negara itu.

Legalisasi ganja secara menyeluruh menjadi kebijakan inti dari kampanye Partai Bhumjaithai dalam pemilihan umum 24 Maret lalu. Kampanye ini membantunya memenangkan kursi terbanyak kelima di parlemen baru Thailand.

Pemerintah juga mengatakan bahwa pengembangan potensi industri medis dari ganja sebagai salah satu prioritasnya, dan mengatakan bahwa studi dan pengembangannya "harus dipercepat untuk industri medis guna menciptakan peluang ekonomi dan pendapatan bagi masyarakat."

Demam emas hijau

Sejumlah pihak pun terjangkit dengan apa yang disebut "demam hijau" dan paket pertama minyak ganja medis juga telah dikirim dan didistribusikan ke rumah sakit awal Agustus lalu. Beberapa perusahaan telah mengajukan izin penelitian dan paten. Mereka berusaha mendapatkan bagian 'kue' di pasar yang baru dan berpotensi menguntungkan ini.

Yang tertarik ternyata bukan cuma pihak swasta. Pemerintah pun telah membangun fasilitas produksi ganja medis berskala industri yang menampung 12.000 tanaman, dan akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Fasilitas ini ditargetkan bisa memproduksi lebih dari satu juta botol minyak ganja pada Februari 2020.

"Ganja adalah tanaman komersial masa depan Thailand," ujar Sontirat Sontijirawonghas, Sekretaris Jenderal Partai Phalang Pracharat yang tengah berkuasa saat ini, sekaligus mantan menteri perdagangan Thailand.

Thailand dijadwalkan menjadi tuan rumah World Ganja Festival 2020, mulai dari 29 Januari hingga 2 Februari 2020 mendatang.Foto: picture-alliance/AP Photo/J. Chiu

Meskipun saat ini hanya rumah sakit dan lembaga penelitian yang boleh mengajukan izin untuk mengembangkan ekstrak ganja medis, tanaman ini memiliki potensi miliaran dolar jika perusahaan swasta diizinkan bergabung dengan euforia pasar.

Pasar ganja medis di Asia diperkirakan akan bernilai sekitar 5,8 miliar dolar AS (Rp 81,6 triliun) pada tahun 2024, menurut sebuah perusahaan riset ganja, Prohibition Partners. 

Mariyuana peliharaan sendiri

Partai Bhumjaithai juga mendorong rancangan undang-undang yang akan memungkinkan tiap rumah tangga untuk menanam enam tanaman ganja, untuk kebutuhan medis pribadi.

Namun Partai Bhumjaithai juga menekankan bahwa kebijakan tersebut tidak akan membolehkan penggunaan mariyuana untuk kebutuhan rekreasional. RUU itu diperkirakan akan disahkan tahun depan setelah Parlemen Thailand memulai kembali sesi kerja pada bulan November.

"Kebijakan itu dapat membantu pemerintah dalam hal produksi dan aksesibilitas obat-obatan," Kitty Chopaka, pendiri Elevated Estate dan pemimpin Highland Network, kelompok advokasi ganja yang berkantor di Highland, mengatakan kepada DW.

Bukan untuk kebutuhan rekreasional

Meski telah ada kemajuan pesat dalam kemungkinan untuk melegalitas pemakaian ganja untuk keperluan medis, legalisasi penuh untuk tujuan rekreasional nampaknya tidak mungkin terwujud dekat-dekat ini.

Negara ini selama beberapa abad memang telah menggunakan ganja untuk pengobatan tradisional. Namun tetap ada stigma terkait pemakaian tanaman ini untuk kebutuhan bersenang-senang. 

Pejabat pemerintah terkemuka enggan menganjurkan penggunaan ganja untuk rekreasi meski potensi ekonomi dari tanaman begitu menggiurkan. Pejabat lain dengan tegas menolak kemungkinan legalisasi.

Baca juga: Pengamat: Soal Legalisasi Ganja Medis, Indonesia Bisa Contoh Thailand

Ganja di Asia Tenggara

Meskipun ganja tetap tabu, negara-negara lain di Asia Tenggara bisa saja tergoda dan mengikuti jejak Thailand meski saat ini banyak negara menerapkan undang-undang antinarkoba yang tegas.

Malaysia tengah berencana untuk mendekriminalisasi kepemilikan obat terlarang bila jumlahnya sedikit. Banyak orang di negara ini juga mendorong pemerintah untuk menjadi negara kedua di Asia Tenggara yang mengizinkan penggunaan tanaman ganja untuk keperluan medis.

Di Filipina, yang sedang menyerukan perang melawan narkoba dalam beberapa tahun terakhir, RUU untuk melegalkan ganja untuk kebutuhan medis telah disetujui di Dewan Perwakilan Rakyat. Singapura juga telah memulai penelitian tentang ganja untuk keperluan medis.

Untuk saat ini, Thailand sedang mengejar jejaknya sendiri dengan merangkul peluang yang disajikan oleh potensi moneter tanaman. Demam ganja bahkan telah membuat negara ini menjadi tuan rumah World Ganja Festival 2020, yang akan diselenggarakan dari 29 Januari hingga 2 Februari 2020. (ae/vlz)