1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sebulan sesudah bencana tsunami/ Irak menjelang Pemilu

26 Januari 2005
Pendaftaran para pemilih Irak di Berlin
Pendaftaran para pemilih Irak di BerlinFoto: dpa

Sebulan sesudah bencana gempa dan tsunami kehidupan masyarakat di beberapa kota besar di Aceh mulai normal kembali, meski masih ada kekurangan yang mencolok, yakni buruknya koordinasi dalam penanggulangan bencana.

Harian Jerman Süddeutsche Zeitung dalam tajuknya menulis, Indonesia harus mengoreksi kembali tugas dan kewajibannya:

Menurut catatan pemerintah Indonesia jumlah korban tewas dan hilang seluruhnya mencapai angka 220 ribu. Di kawasan bencana masih terlihat banyak kesengsaraan , namun juga ada beberapa kemajuan . Sementara para relawan dan petugas masih tetap mengevakuasi mayat dari bawah reruntuhan, tak jauh dari lokasi itu sekolah dan ruko memulai aktivitasnya lagi. Kesulitan koordinasi bantuan paling besar di Sumatera, khususnya kawasan pantai Sumatera Barat , di mana 70 persen penduduknya tewas akibat tsunami. Menurut Bob Dietz dari WHO , timbulnya wabah penyakit dapat dicegah, namun para koordinator PBB masih menghadapi dua masalah. Di satu pihak, pemerintahan asing menginginkan pemberitaan luas tentang aksi bantuannya, akibatnya sering bantuan dipusatkan di tempat yang salah. Di lain pihak, bantuan kemanusiaan di Aceh sangat tergantung pada TNI. Semula hanya TNI memiliki sarana logistik dan teknik untuk membuka jalan bagi penyaluran bantuan.PBB kini menginginkan agar Jakarta menarik pasukannya secara bertahap dan menyerahkan penyaluran bantuan kepada tenaga-tenaga sipil. Namun tuntutan itu tidak digubris oleh militer. Berbagai organisasi Palang Merah memperkirakan sekitar 2,7 juta orang kehilangan tempat tinggal . Kebanyakan dari mereka masih membutuhkan bantuan darurat, pangan, obat-obatan dan air minum. Bantuan masih sangat diperlukan paling tidak sampai akhir tahun ini. Dibandingkan dengan Thailand dan Sri Lanka koordinasi bantuan di Sumatera banyak kendalanya.

Empat hari menjelang Pemilu di Irak , negara itu masih terus diguncang berbagai aksi kekerasan. AS dan Inggris hendak menyerahkan soal keamanan kepada pemerintah Irak secara bertahap. Namun pasukan asing baru akan ditarik , apabila pasukan Irak telah mampu menjaga keamanannya.

Harian Austria Kurier pesimis dengan situasi di Irak, yang katanya terancam perang saudara seusai Pemilu.

Pemilu yang akan membuka jalan bagi masa depan yang lebih baik , dapat menjadi permainan dengan nyawa para pemilih, baik mereka yang secara aktif maupun pasif hendak memberikan suaranya. Orang akan mempertanyakan maksud dan manfaat dari prosedur politik yang menelan biaya besar , dan yang hanya mungkin dilaksanakan di tempat-tempat yang aman. Namun yang jelas, Pemilu ini oleh AS digunakan , bahkan diperlukan sebagai bukti bagi normalitas. Meski keadaan sebenarnya tidak demikian. Bagi rakyat Irak pemilu ini bukanlah suatu pelajaran tentang demokrasi. Sebab untuk itu harus ada syarat dasarnya. Para pemilih harus memiliki pengetahuan politik, para politisi dan partai harus mempunyai program . Dan terutama , keamanan harus dapat dijamin, syarat minimal bagi demokrasi. Sesudah pemilu yang diduga membawa kemenangan untuk kelompok Shiah yang selama ini tertindas, kekalahan bagi kelompok Sunni dan semakin terdesaknya kelompok Kurdi, Irak terancam perang saudara. Dan siapa yang akan memadamkan api perang itu?

Harian Italia Corriere della Sera berkomentar:

Di Irak hari Minggu mendatang (30/1) akan dilaksanakan Pemilu, sesuai rencana. Setiap bom mobil yang meledak dengan tujuan untuk membatalkan Pemilu , malah lebih memastikan jadual pemilihan . Sebab tidak seorang pun hendak memberi kepuasan kepada para teroris, dengan membatalkan pemilu. Untuk mencegah kegagalan, hanya dapat diharapkan , agar kelompok Sunni di Irak mengurungkan niatnya, dan secara berbondong-bondong memberikan suaranya. Diharapkan agar Pemilu ini benar-benar dapat memberikan legitimasi kepada sebuah pemerintahan Irak, yang tidak hanya tergantung pada pasukan asing. Apalagi tanggal 30 Januari merupakan tahap pertama bagi suatu proses yang bertujuan penarikan pasukan asing secara bertahap.