Sebut Putin “Pembunuh”, Biden Picu Krisis Dengan Rusia
18 Maret 2021
Langkah Rusia memanggil duta besarnya menandai krisis diplomatik pertama di bawah pemerintahan baru AS. Sebelumnya Presiden Joe Biden menyebut Vladimir Putin sebagai seorang “pembunuh” yang harus “membayar” dosa-dosanya
Iklan
Ucapan Joe Biden tersebut dilayangkan dalam sebuah wawancara ekslusif dengan stasiun televisi ABC News, Rabu (17/3). Presiden AS itu antara lain ditanya perihal laporan dinas rahasia soal upaya Rusia memengaruhi Pemilihan Umum 2020 demi memenangkan bekas Presiden Donald Trump.
“Putin akan membayarnya,” kata presiden AS berusia 78 tahun itu.
Biden juga mengamini tuduhan bahwa Putin adalah seorang “pembunuh”, karena diyakini memerintahkan upaya pembunuhan terhadap rival-rival politiknya.
Buntutnya Moskow menarik pulang duta besarnya di Washington, Antoly Antonov, Kamis (18/3). Dia “diundang pulang ke Moskow untuk sebuah konsultasi mengenai apa yang harusnya kami lakukan dan bagaimana bentuk hubungan dengan AS ke depannya,” tulis Kemenlu Rusia.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti, “tanggungjawab atas memburuknya hubungan Rusia dan Amerika sepenuhnya berada pada pihak Amerika Serikat.”
Sebaliknya di Washington, Kemenlu mengaku telah mengetahui langkah Rusia dan akan “tetap memantau tantangan yang ditampilkan Rusia dengan seksama.”
Meski begitu seorang juru bicara Kemenlu di Washington mengatakan, duta besar AS akan tetap bertahan di Moskow, dengan harapan menjaga “terbukanya kanal komunikasi” untuk “mengurangi risiko salah perhitungan antara kedua negara.”
Iklan
Biden vs. Putin
Kepada ABC, Presiden Biden mengaku sempat melakukan “pembicaraan panjang” dengan Putin setelah dilantik, Januari silam. “Saya mengatakan, ‘saya mengenal Anda dan Anda kenal saya. Jika saya meyakini (tuduhan) itu benar, maka bersiaplah,” kata dia.
Bagaimana Jalan Putin Meraih Kekuasaan?
Vladimir Putin terpilih kembali menjadi presiden Rusia untuk masa jabatan ke-tiga. Berikut langkah mantan agen KGB menuju puncak kekuasaan.
Foto: Reuters/D. Mdzinarishvili
Didikan dinas rahasia Uni Soviet KGB
Lahir di St.Petersburg tahun 1952, Putin menandatangani kontrak kerja dengan badan intelijen Uni Soviet KGB begitu selesai sekolah hukum tahun 1975. Tugas pertamanya adalah memantau warga asing dan konsulat pegawai di kota asalnya. Dia kemudian ditugaskan ke Dresden, Jerman Timur. Ketika rejim Jerman Timur goyang, Putin diberitakan memerintahkan pembakaran ratusan dokumen KGB.
Di sebelah kiri terlihat Putin muda bersama walikota St.Petersburg Anatoly Sobchak (tengah) yang pernah menjadi dosen Putin. Sobchak mengangkat Putin sebagai penasehat urusan internasional. Foto ini dibuat tahun 1992, dengan Christine Vranitzky (kanan), istri Kanselir Austria saat itu pada upacara peresmian "Lapangan Austria" di St. Petersburg.
Foto: Imago/ITAR-TASS
Meniti karir lewat jalur cepat
Dari St. Petersburg, Vladimir Putin dengan cepat meniti karir di Moskow. Tahun 1997, Presiden Boris Yeltsin menjadikannya sebagai staf golongan menengah. Posisi ini sangat menentukan bagi masa depan Putin, yang mulai membangun jaringan untuk menggapai kekuasaan.
Foto: picture alliance/AP Images
Diangkat menjadi pelaksana jabatan presiden
Mei 2000, Boris Yeltsin memutuskan untuk mengundurkan diri dan memilih Putin sebagai penggantinya. Pada pemilihan presiden yang berikutnya, Vladimir Putin berhasil menarik simpati pemilih dan resmi menjabat sebagai Presiden Rusia.
Foto: Imago/ITAR-TASS
Mengakali masa jabatan maksimal dua periode
Setelah dua kali menjabat sebagai Presiden, Putin menurut konstitusi tidak bisa lagi mencalonkan diri lagi dalam pemilu berikutnya. Tahun 2008, Putin bertukar posisi dengan Perdana Menterinya Dmitry Medvedev, yang mencalonkan diri sebagai presiden dan akhirnya terpilih. Tetapi Medvedev sebenarnya hanya "boneka". Ketika masa jabatan presiden berakhir, keduanya kembali bertukar posisi.
Foto: Imago/ITAR-TASS
Kemenangan besar
Maret 2018, Vladimir Putin kembali terpilih untuk masa jabatan keempat sebagai presiden dengan mayoritas besar. Karena masa legislatur diperpanjang menjadi enam tahun, Putin akan berkuasa sampat tahun 2024. Kalangan oposisi mengeritik pelaksanaan pemilu yang mereka sebut "penuh kecurangan". Tokoh gerakan oposisi paling populer, Alexei Navalny, dilarang ikut pemilu. (Teks: E. Schumacher/hp/yf)
Foto: Reuters/D. Mdzinarishvili
6 foto1 | 6
Pernyataan Biden berbanding kontras dengan pendahulunya. Ketika Trump ditanya apakah Putin seorang “pembunuh” oleh Fox News pada 2017 silam, dia menjawab, “ada banyak pembunuh, Anda kira negara kita tidak pernah berdosa?”
Meski terkesan bermusuhan, Biden mengatakan “ada area lain di mana AS dan Rusia berkepentingan untuk bekerjasama.” Dia mengaku sudah berpengalaman berhadapan dengan “sangat banyak” pemimpin dunia, selama berkarir sebagai politisi. “Saya mengenalnya dengan baik,” tuturnya soal Putin.
Biden mengatakan dirinya meyakini Putin tidak memiliki belas kasih. Ketika ditanya apakah penguasa Kremlin itu seorang pembunuh, dia menjawab singkat, “ya,” kepada ABC News.
Atas komentarnya itu, juru bicara parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin, melayangkan kecaman pedas. “Biden menghina bangsa Rusia. Serangan terhadap Putin adalah serupa dengan serangan terhadap negara kita.”
Adapun juru bicara Kremlin, Dimitry Peskov, membantah tuduhan campur tangan Rusia dalam pemilu AS, sebagai “sama sekali tidak berdasar,” serta cuma dibuat sebagai alasan untuk menjatuhkan sanksi baru.
Menurut laporan dinas intelijen, CIA, Putin dan pejabat tinggi Rusia lain “mengetahui dan kemungkinan ikut mengarahkan” operasi rahasia untuk menggerakkan warga AS memilih Trump, pada pemilihan umum November silam.
Tuduhan serupa meruak pada pemilu sebelumnya, tahun 2016, ketika Trump mengalahkan kandidat Demokrat, Hillary Trump, meski membukukan perolehan suara yang lebih kecil.
rzn/as (afp, rtr)
Pemimpin Dunia yang Belum Memberi Selamat kepada Joe Biden
Beberapa sekutu terbesar dan terdekat AS di Eropa, Asia, dan Timur Tengah dengan cepat mengucapkan selamat kepada Joe Biden. Namun, ada beberapa pemimpin negara yang memilih menahan ucapan selamat mereka. Siapa saja?
Foto: Reuters/Presidential Press Office
Presiden Rusia Vladimir Putin
Juru bicara Putin, Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan bahwa Kremlin akan menahan diri untuk tidak mengomentari kemenangan Biden sampai gugatan hukum terhadap pemilu diselesaikan dan hasilnya sudah resmi. “Ada prosedur hukum yang muncul di sana, yang diumumkan oleh presiden petahana, oleh karena itu situasinya berbeda, jadi kami rasa hal yang benar adalah untuk menunggu pengumuman resmi.”
Foto: Alexei Druzhinin/dpa/picture-alliance
Presiden Brasil Jair Bolsonaro
Bolsonaro mengatakan dia akan jadi pemimpin pertama yang beri selamat kepada Trump. Tapi ia bungkam tentang kemenangan Biden. “Saya pikir presiden sedang menunggu keruwetan atas (tuntutan) kecurangan perhitungan suara ini diselesaikan,” kata Wakil Presiden Hamilton Mourao. Bolsonaro akan memberi selamat kepada Biden “pada waktu yang tepat” dan melihat apa yang terjadi dengan tuntutan hukum Trump.
Foto: Marcos Corrêa/Presidência da República do Brasil
Presiden Mexico Andres Manuel Lopez Obrador
Lopez Obrador mengatakan bahwa dia terikat oleh konstitusi untuk memberi ucapan selamat kepada pemenang sampai sengketa hukum diselesaikan. “Bagaimana bisa seorang presiden Meksiko menjadi hakim dan berkata: ‘Kandidat ini menang’?” kata lopez Obrador pada sebuah jumpa pers. Dia sempat menyebut Biden sebagai “presiden terpilih potensial”, sembari menekankan bahwa Meksiko tidak memihak.
Foto: Reuters/H. Romero
Cina
13 November, Cina memberi selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya, hampir seminggu setelah dia dinyatakan sebagai presiden terpilih AS. "Kami menghormati pilihan rakyat Amerika," kata juru bicara kementerian luar negeri Cina Wang Wenbin. Dia menambahkan: "Namun, hasilnya masih akan dikonfirmasi sesuai dengan hukum dan prosedur AS."
Foto: Ju Peng/Xinhua/picture-alliance
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Di bawah kepemimpinan Joe Biden, Erdogan mungkin tidak akan bisa lagi memengaruhi keputusan Gedung Putih lewat panggilan telepon sederhana seperti yang biasa dia lakukan dengan Trump. Meski begitu, dalam komentar Turki pertama sejak kemenangan Biden, Wakil Presiden Fuat Oktay mengatakan Turki akan terus bekerja dengan pemerintah AS yang baru mengenai isu-isu yang berkaitan dengan sekutu NATO.
Foto: Reuters/Presidential Press Office
Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un
Masih belum ada tanggapan dari Kim atas hasil proyeksi kemenangan Biden. Media Korea Utara bungkam tentang pemilu AS pada Senin (9/11). Tetapi perlu dicatat, Pyongyang juga tidak menyebutkan kemenangan Donald Trump pada tahun 2016 hingga dua hari setelah pemilu. Di masa lalu, Kim menyebut Biden “orang bodoh dengan IQ rendah”. Biden, sementara itu menggambarkan Kim sebagai “preman”.
Foto: Reuters/KCNA
Perdana Menteri Slovenia Janes Jansa
Pemimpin Partai Demokrat Slovenia yang secara prematur memuji Trump sebagai pemenang pemilu jauh sebelum penghitungan suara selesai, belum memberi selamat kepada Biden. Pemimpin sayap kanan anti-imigrasi itu berulang kali menuduh Partai Demokrat melakukan kecurangan atas perhitungan suara. Meksi begitu, dia menuliskan cuitan bahwa Slovenia mengharapkan “hubungan persahabatan” dengan AS. (pkp/gtp)