Secercah Harapan Cegah Pembekuan Darah Vaksin COVID-19
Louisa Wright
29 Mei 2021
Para ilmuwan di Jerman percaya bahwa mereka mungkin telah menemukan cara untuk mencegah vaksin berbasis vektor menyebabkan pembekuan darah yang langka.
Iklan
Ilmuwan Jerman percaya bahwa mereka telah menemukan penyebab vaksin berbasis vektor seperti AstraZeneca dan Janssen dari Johnson & Johnson menyebabkan jenis pembekuan darah yang langka pada sejumlah orang. Kini, para ilmuwan berpikir mereka tahu cara mengadaptasi vaksin untuk mencegah terjadinya pembekuan darah.
Trombosis sinus vena serebral (CVST) dan trombosis vena splanknikus (SVT) yang timbul setelah vaksinasi diasosiasikan dengan trombositopenia, suatu kondisi di mana seseorang memiliki jumlah trombosit darah yang rendah.
Dalam makalah ilmiah edisi pracetak yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, tim di Universitas Goethe di Frankfurt mengatakan bahwa sementara para ilmuwan telah mengusulkan mekanisme untuk menjelaskan trombositopenia yang diinduksi vaksin, sejauh ini belum ada penjelasan yang memuaskan mengapa pembekuan darah bisa sampai terjadi pada beberapa orang.
Iklan
Bagaimana caranya?
Ini berawal dari pengiriman gen untuk protein lonjakan atau protein spikevirus SARS-CoV-2. Dalam vaksin berbasis vektor, protein lonjakan dikirim melalui sistem adenoviral, tulis para ilmuwan.
Gen lonjakan SARS-CoV-2 kemudian ditranskripsi di dalam nukleus dan kemudian diekspor sebagai mRNA keluar dari nukleus. Sesampainya di sitosol (cairan yang terkandung dalam sel), mRNA kembali ditranslasi ke dalam protein lonjakan.
"Dan justru di sinilah letak masalahnya," tulis para ilmuwan. "Potongan DNA virus ini - berasal dari virus RNA - tidak dioptimalkan untuk ditranskripsi di dalam nukleus." Dalam nukleus, penyambungan protein lonjakan dapat terjadi di lokasi sambungan.
"Tetapi situs-situs ini ada secara kebetulan karena gen RNA tidak dioptimalkan untuk transkripsi gen di dalam nukleus," kata Rolf Marschalek, salah satu penulis studi dan profesor di Universitas Goethe, kepada DW.
"Ini adalah awal dari ceritanya," kata Marschalek "Peristiwa sambungan yang tidak diinginkan ini menghancurkan kerangka baca, sehingga menghasilkan terbentuknya protein yang menyimpang di sitosol."
Vaksinasi COVID-19 Hingga ke Daerah Terpencil di Dunia
Tim medis menempuh perjalanan panjang dan sulit untuk memvaksinasi orang-orang di seluruh dunia. Pekerjaan itu membawa mereka melintasi pegunungan dan sungai, menaiki pesawat, perahu, bahkan juga berjalan kaki.
Foto: Tarso Sarraf/AFP
Mendaki gunung
Dibutuhkan fisik yang bugar bagi tenaga medis untuk memvaksinasi penduduk di daerah pegunungan di tenggara Turki. "Orang sering tinggal berdekatan dan infeksi bisa menyebar dengan cepat," kata Dr. Zeynep Eralp. Orang-orang di pegunungan tidak suka pergi ke rumah sakit, jadi "kita harus pergi ke mereka," tambahnya.
Foto: Bulent Kilic/AFP
Melintasi daerah bersalju
Banyak orang lanjut usia tidak dapat melakukan perjalanan ke pusat vaksinasi. Di Lembah Maira di Alpen Italia barat, dekat perbatasan dengan Prancis, dokter mendatangi rumah ke rumah untuk memberi suntikan COVID-19 kepada penduduk yang berusia lebih dari 80 tahun.
Foto: Marco Bertorello/AFP
Penerbangan ke daerah terpencil
Dengan membawa botol berisi beberapa dosis vaksin, perawat ini sedang dalam perjalanan ke Eagle, sebuah kota di Sungai Yukon di negara bagian Alaska, AS, daerah dengan penduduk kurang dari 100 orang. Masyarakat adat diprioritaskan dalam banyak program imunisasi.
Foto: Nathan Howard/REUTERS
Beberapa warga perlu diyakinkan
Setiap hari, Anselmo Tunubala keluar masuk pemukiman di pegunungan Kolombia barat daya untuk meyakinkan warga tentang pentingnya vaksinasi. Banyak warga meragukan vaksin dan cenderung mengandalkan pengobatan tradisional, serta bimbingan para pemuka agama.
Foto: Luis Robayo/AFP
Jalan kaki selama berjam-jam
Pria dan wanita dalam foto di atas berjalan hingga empat jam untuk mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 di desa terpencil Nueva Colonia di Meksiko tengah. Mereka adalah penduduk asli Wixarika, atau lebih dikenal dengan nama Huichol.
Foto: Ulises Ruiz/AFP/Getty Images
Vaksinasi di sungai
Komunitas Nossa Senhora do Livramento di Rio Negro di Brasil hanya dapat dijangkau melalui sungai. "Cantik! Hampir tidak sakit," kata Olga Pimentel setelah disuntik vaksin. Dia tertawa dan berteriak "Viva o SUS!" - "panjang umur pelayanan kesehatan masyarakat Brasil!"
Foto: Michael Dantas/AFP
Hanya diterangi cahaya lilin
Presiden Brasil Jair Bolsonaro menentang vaksinasi COVID-19. Namun, di sisi lain kampanye itu telah berjalan. Penduduk asli keturunan budak Afrika, termasuk di antara yang kelompok pertama yang divaksinasi. Raimunda Nonata yang tinggal di daerah tanpa listrik, disuntik vaksin dibantu penerangan cahaya lilin.
Foto: Tarso Sarraf/AFP
Rela mendayung jauh
Setelah vaksinasi, seorang wanita tua dan putrinya mendayung menjauhi Bwama, pulau terbesar di Danau Bunyonyi di Uganda. Pemerintah negara Afrika tengah sedang mencoba untuk memasok daerah terpencil dengan vaksin COVID-19.
Foto: Patrick Onen/AP Photo/picture alliance
Medan yang berat
Perjalanan lain melintasi perairan tanpa perahu. Dalam perjalanan menuju desa Jari di Zimbabwe, tim medis harus melewati jalan yang tergenang air. Menurut badan kesehatan Uni Afrika, CDC Afrika, kurang dari 1% populasi di Zimbabwe telah divaksinasi penuh.
Foto: Tafadzwa Ufumeli/Getty Images
Dari rumah ke rumah
Banyak orang di Jepang tinggal di desa terpencil, seperti di Kitaaiki. Warga yang tidak bisa ke kota, dengan senang hati menyambut dokter dan tim medis di rumah mereka untuk mendapatkan suntikan vaksin COVID-19.
Foto: Kazuhiro Nogi/AFP
Barang yang sangat berharga
Indonesia meluncurkan kampanye vaksinasi pada Januari 2021. Di Banda Aceh, tim medis melakukan perjalanan menggunakan perahu ke pulau-pulau terpencil. Vaksin di dalam kotak pendingin merupakan barang yang sangat berharga sehingga perjalanan tim medis didampingi petugas keamanan.
Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Tanpa masker dan tidak menjaga jarak
India menjadi negara terdampak parah pandemi COVID-19. Pada pertengahan Maret 2021, petugas medis mendatangi desa Bahakajari di Sungai Brahmaputra. Sekelompok wanita mendaftar untuk mendapatkan vaksin. Tidak ada yang memakai masker atau menjaga jarak aman. (ha/hp)
Foto: Anupam Nath/AP Photo/picture alliance
12 foto1 | 12
Mengutip penelitian sebelumnya dari Greifswald University dan pracetak Ulm University, Marschalek mengatakan bahwa para ilmuwan mengira itu adalah mekanisme kompleks yang mengarah pada pembekuan darah langka.
Dia mengatakan bahwa temuan Universitas Greifswald tentang adanya autoantibodi terhadap PF4, pracetak Universitas Ulm tentang ketidakmurnian vaksin yang menyebabkan situasi peradangan, dan temuan Universitas Goethe "bersama-sama dapat berpotensi menjelaskan peristiwa langka yang terjadi pada penerima vaksin."
Vaksin dapat diperbaiki
Marschalek mengatakan vaksin berbasis vektor dapat sedikit dimodifikasi untuk membuat aman sambungan gen lonjakan yang nantinya tidak memicu produksi protein abnormal.
Berdasarkan pemeriksaan sekuen vaksin Johnson & Johnson dan efek samping yang diketahui dari vaksin Janssen dan AstraZeneca, para ilmuwan memperkirakan bahwa masalahnya sebagian besar terletak pada vaksin AstraZeneca. Namun, mereka tidak memiliki akses ke sekuen vaksin AstraZeneca.
Para ilmuwan sudah berbicara dengan Johnson & Johnson tetapi belum mendengar tanggapan dari AstraZeneca.