Indonesia sejak zaman nusantara telah menghasilkan berbagai ulama/scholar perempuan. Sayang sejarahnya redup ditelan ulama-ulama laki-laki yang mendominasi. Berikut opini Nadya Karima Melati.
Iklan
Sejarah Islam masuk ke Nusantara (Indonesia sebagai negara-bangsa belum ada) diperkirakan sejak abad ke 7 hingga ke-11 melalui perdagangan dan perkawinan, dan pada abad ke-13 kelompok Islam memulai komunitas hingga diadopsi sebagai agama resmi kerajaan. Setelah menjadi komunitas dan menjadi agama resmi kerajaan pada kelompok sosial menengah-atas.
Agama, membentuk sebuah kelompok sosial baru melek huruf yang nantinya menjadi intelektual kerajaan. Dalam literasi, keterbatasan mengingat manusia yang terbatas menjadi tak lekang oleh waktu. Literasi menjadi lentera bagi kegelapan atas ketidaktahuan manusia dan agama adalah jalurnya.
Melalui literasi, Islam dan agama pada umumnya memberikan makna bagi manusia untuk mengisi dan tuntunan jalan kehidupan manusia. Tapi kemudian ketika hubungan manusia dan kitab suci dan cara membacanya tidak pernah dipertanyakan kembali, kita tersesat dalam tafsir agama yang beku.
Tafsir agama yang beku ini tidak beradaptasi dengan kehidupan manusia yang terus berubah dan menjadi semakin kompleks. Dengan ramainya gerakan pengakuan kesetaraan pada abad ke-20, pengakuan atas kelompok-kelompok sosial yang dahulu terpinggirkan: budak, perempuan, difabel, homoseksual diangkat. Ilmu sejarah berusaha menelusuri kembali bagaimana ilmu dan pengetahuan terbentuk dan mempertanyakan kembali peran ayat-ayat agama demi perjuangan kesetaraan.
Foto Terlarang Seronoknya Perempuan Iran
Mengoperasi hidung, mewarnai rambut, banyak perempuan Iran meniru gaya barat. Namun mereka menutupi kecantikannya di bawah chador. Dalam seri fotonya "Among Women" Samaneh Khosravi menunjukkan rahasia perempuan Iran.
Foto: Samaneh Khosravi
Meniru artis barat
Kerudung dikenakan menutupi rambutnya yang dipirang, sementara chador dikenakan menyelimuti pakain gaya barat. Perempuan Iran ini bersiap keluar rumah. Kecantikan di Iran menyelaraskan tradisi dan modernitas. Ini terpapar dalam jepretan fotografer Samaneh Khosravi. Banyak perempuan Iran meniru tampilan aktris Hollywood yang mereka amati via internet atau televisi satelit.
Foto: Samaneh Khosravi
Melonggarkan aturan
Sejak Revolusi Islam pada tahun 1979, perempuan di Iran harus menutupi rambut dan tubuhnya di muka publik. Perempuan muda melonggarkan aturan itu, misalnya memakai jilbab, namun sebagian rambut dapat terlihat. Tampak dalam foto, kelompok perempuan muda yang sedang berjalan bersama di Tochal, sebuah gunung di utara Teheran.
Foto: Samaneh Khosravi
Wajah boleh terlihat
Kaum agamis di Iran menafsirkan aturan ketat tata cara berpakaian, dimana perempuan harus berhijab. Menutup wajah tak diwajibkan. Dahulu, dari tahun 1936 sampai 1941, raja Reza Shah Pahlevi melarang perempuan mengenakan jilbab di depan umum.
Foto: Samaneh Khosravi
Jaket Marilyn Monroe
Banyak orang Iran berbelanja lewat internet - ketika mencari model-model unik seperti jaket Marilyn Monroe ini. Khosravi mengatakan: "Desainer muda mempublikasikan pakaian mereka dengan mudah di Facebook atau Instagram dan menjualnya dari rumah."
Foto: Samaneh Khosravi
Operasi hidung laku di Iran
Perempuan Iran banyak mengeluarkan uang untuk penampilan mereka. Operasi plastik booming. Setiap tahun, dilakukan 60.000-70.000 operasi hidung di Iran - lebih tinggi jumlahnya dibanding negara-negara lain di dunia. Fotografer Samaneh Khosravi menemani pemudi Iran yang hidungnya dioperasi, katanya: "Dia sangat senang dengan hasilnya."
Foto: Samaneh Khosravi
Tiap tahun angkanya naik
Dari statistik ditemukan, angka operasi hidung di Iran setiap tahun meningkat. Tampak seorang gadis muda masih dengan perban di hidung berjalan-jalan di Taman Kota Mashhad, melihat-lihat kerajinan tangan,
Foto: Samaneh Khosravi
Menggabungkan tradisi dengan modernitas
"Kecantikan model Barat memainkan peran yang sama pentingnya dengan tradisi," ujar Khosravi. Fashion di Iran dipengaruhi oleh gabungan tradisi dan modernitas ini.
Foto: Samaneh Khosravi
Perawatan kecantikan di rumah
Bahkan layanan kecantikan bisa dilakukan di rumah. Dalam foto tampak seorang penata rambut mencabuti rambut-rambut halus pelanggannya dan mewarnai rambut mereka. "Semakin banyak perempuan yang ingin mengecat rambut menjadi pirang," kata fotografer Khosravi.
Foto: Samaneh Khosravi
Hobi menikur-pedikur
Samaneh Khosravi juga mengunjungi salon kecantikan besar di Iran. Di sana, perempuan bisa lebih bebas, karena laki-laki tidak diperbolehkan masuk ke salon ini. Banyak perempuan Iran menganggap perawatan kecantikan kuku sebagai hal penting, kata fotografer itu.
Foto: Samaneh Khosravi
Tak selalu hitam
Khosravi menampilkan gambar yang menepis anggapan klise tentang busana perempuan Iran. "Banyak perempuan dengan taat menutup diri, tapi tetap mengenakan warna-warna cerah. Beberapa kalangan berpikir bahwa mereka selalu berjalan dengan hijab hitam.
Foto: Samaneh Khosravi
Jaga kesehatan lewat olahraga
Gadis-gadis muda Iran tampak berolahraga di sebuah lapangan olahraga di Teheran. Kecantikan juga diselaraskan dengan kebugaran.
Foto: Samaneh Khosravi
Merayakan kultus kecantikan
Terutama di kota-kota besar, kultus kecantikan dirayakan. "Generasi muda telah berhasil menemukan keselasaran ideal antara modernitas dan tradisi," kata Khosravi. Meskipun demikian, mereka tetap menghormati batasan-batasan sosial.
Foto: Samaneh Khosravi
12 foto1 | 12
Adalah ulama perempuan sebagai salah salah satu kelompok terpinggirkan yang mempertanyakan kembali apa sesungguhnya kitab suci katakan tentang mereka. Setelah bertualang lebih dari ratusan tahun, agama, khususnya Islam yang telah inheren dalam struktur masyarakat.
Neng Dara Affiah salah sebagai salah satu ulama perempuan yang mempertanyakan tentang keperempuanan dan bagaimana agama Islam di Indonesia mendefinisikan perempuan pada diskusi dalam dua peluncuran bukunya: Potret Muslim Progresif Indonesia dan Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas pada Januari tahun ini. Pengupasan secara komperhensif agama Islam oleh para pemeluknya menjadi hal yang penting untuk memecah kebekuan tafsir agama dan melanggengkan struktur yang menindas.
Inilah Masjid Liberal Pertama di Jerman
Imamnya seorang perempuan dan tak berjilbab. Di masjid ini, laki laki dan perempuan salat di saf yang sama. Sunni, Syiah, anggota komunitas LGTBQ - kesemuanya diterima di masjid ini tanpa prasangka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Dibidani pengacara kelahiran Turki
Seorang pengacara kelahiran Turki. Seyran Ates meresmikan "Masjid Liberal" ini di Berlin, Jerman. Dia mendeklarasikan diri sebagai imam perempuan di masjid ini. Berlatar belakang profesi pengacara, dia bertahun-tahun berjuang melawan kekerasan dalam rumah tangga, pembunuhan demi kehormatan dan pernikahan paksa.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Membantu kaum perempuan tertindas
Keluarga Seyran Ates pindah dari Turki ke Jerman saat ia berusia 6 tahun. Dia kuliah jurusan hukum dan bekerja sebagai pengacara di Berlin. Dengan dana sendiri, dia berhasil membuka kantor konsultasi untuk perempuan Turki. Seyran Ates yang kini berusia 54 tahun menjalani pendidikan sebagai imam. Tahun 2017, Seyran mewujudkan impiannya, membuka sebuah masjid di Berlin.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Stache
Potret keberagaman
Nama masjid itu: "Masjid Ibn-Ruschd-Goethe". Nama tersebut diambil dari nama pemikir Arab Ibnu Rusyd, yang juga dikenal sebagai Averroes (1126 - 1198) dan nama pemikir dan penyair Jerman Johann Wolfgang von Goethe. Lokasi masjid berada di lantai tiga gedung Gereja Protestan Sankt-Johannes-Kirche di kawasan Moabit, di ibukota Jerman. Di dekatnya ada rumah makan India dan Vietnam.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Stache
Tak ada yang bernikab ataupun burka
Meski terbuka untuk umum, Islam yang dipraktikkan di Masjid Ibn-Ruschd-Goethe menurut pendirinya adalah Islam dengan pendekatan "historis-kritis". Tidak nampak, perempuan yang datang dengan nikab atau burka ke masjid ini. Menurut imam di masjid ini, nikab atau burka tidak banyak hubungannya dengan agama, melainkan lebih pada suatu pernyataan politis.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Dialog antar agama
Menurut Seyran, Islam harus mampu memperbarui dirinya. Karena makin banyak umat muslim yang kini merindukan Islam yang damai, yang memelihara dialog dengan agama-agama lain. Namun masjid dengan pemahaman semacam itu masih terlalu sedikit di Eropa.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Beribadah berdampingan
Tak seperti masjid pada umumnya, di sini laki-laki dan perempuan beribadah berdampingan. Imam perempuannya pun tidak mengenakan jilbab. Sunni, Syiah, anggota komunitas LGTBQ - semuanya diterima bersholat Jum'at di Masjid Ibn Rusyd-Goethe di Berlin.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Dihujani kecaman
Begitu dibuka Juni 2017, keberadaan masjid ini langsung mendapat gempuran kritik. Surat kabar pro-pemerintah Turki, Sabah menyebutnya "tidak masuk akal" bahwa peribadatan berlangsung di sebuah gereja. Harian Pakistan mengkritik fakta bahwa perempuan berdampingan dalam satu saf dengan pria saat menjalankan sholat.
Foto: DW/S.Kinkartz
Siapa yang menjamin keamanan?
Pada hari pembukaan masjid, beberapa orang khawatir bahwa masjid tersebut dapat menarik para ekstrimis. Untuk menjaga keamanan, pengurus masjid menjalin kontak erat dengan polisi dan kantor jawatan kriminal negara bagian.
Foto: DW/S.Kinkartz
‘Salam, Ibu Imam‘
Imam Seyran Ates merupakan penulis buku "Selam, Frau Imamin" (Salam, Ibu Imam). Buku itu berisi kritik terhadap gejala radikalisme Islam di Jerman. Di buku itu, Seyran juga mengingatkan makna kebebasan beragama, kesetaraan hak antara lelaki dan perempuan dan hak atas orientasi seksual. Ironisnya, radikalisme berkembang, tapi umat Muslim berhaluan liberal tidak memiliki tempat di Jerman.
Ketika agama menjadi sebuah sistem holsitik yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, posisi perempuan menjadi dipertanyakan. Feminis eksistensialis mempertanyakan hal yang paling mendasar seperti siapakah perempuan dan mengapa kita/mereka dijadikan perempuan dan dengan cara apa?
Seorang filsuf feminis Simone De Beavoir menulis buku berjudul Second Sex. Buku tersebut hingga hari ini menjadi kanon bagi para teoris feminis di seluruh dunia. Konsep second sex adalah perempuan sebagai manusia kelas dua dalam struktur masyarakat yang telah ada, hari ini.
Manusia perempuan tidak pernah dianggap seutuhnya manusia, karena ia selalu harus meletakan atribusi perempuan dalam mendeskripsikan dirinya. Perempuan adalah bentukan sosial, politikal dan kultural melalui serangkaian mitos yang dijadikan pedoman untuk melanggengkan struktur perempuan sebagai manusia kelas dua.
Perempuan dalam ranah agama adalah contoh paling nyata dari ketidakadilan sosial. Bukti nyata pemosisian perempuan sebagai manusia kelas dua dimulai oleh hijab, yang berarti selembar kain pemisah. Ada dua lokasi kita bisa temukan hijab berada. Pertama di masjid untuk pembagian shaf solat dan kedua yang ada di tubuh perempuan. Bukan tubuh lelaki. Pakaian adalah pemisah yang sebenar-benarnya.
Menyelubungi Rambut dengan Alasan Religius
Agama Kristen, Yahudi dan Islam. Dalam semua agama ini, ada perempuan yang menyelubungi rambut mereka. Apa persamaan selubung rambut ini? Bagaimana perempuan memandang kebiasaan religius ini?
Foto: picture-alliance/dpa
Di balik Selubung
Perempuan Muslim yang menyelubungi rambut mereka bukan boneka kepercayaan mereka, demikian seniman video Nilbar Güres. Empat foto ini diambil dari pertunjukannya "Soyunma/Undressing," (2006). Dalam show ini ia menyingkap selubung satu demi satu sambil menyebut nama perempuan di keluarganya.
Foto: Nilbar Güres
Rambut Palsu
Dalam foto yang berjudul "Covered" (2009) Anna Shteynshleyger kenakan dua wig berbeda. Wig adalah penutup rambut yang biasa dikenakan perempuan Yahudi religius. Hingga akhir abad 17 perempuan Yahudi kenakan "tichel," yaitu semacam kerudung, untuk selubungi rambut. Ketika wig mulai tersebar luas, ini jadi alternatif sangat bagus bagi "scheitel," yaitu penutup kepala tradisional perempuan Ortodoks.
Foto: Anna Shteynshleyger
Satu Kepercayaan, Beberapa Agama
Kerudung pendek, panjang, dikenakan erat pada tubuh atau disemat di leher. Berbagai macam cara perempuan Muslim mengenakan penutup kepada. Tapi apa artinya? Pameran ini menunjukkan perbedaaannya, juga menunjukkan penutup kepala mana berasal dari kebudayaan mana, dan kepercayaan mana. Termasuk juga makna lebih luasnya.
Foto: Jüdisches Museum Berlin/Yves Sucksdorff
Menutup Kepala Saat Ibadah
Fotografer Marija Mihailova mendokumentasikan ritual di gereja Ortodoks Rusia di Berlin. Saat ibadah, kaum perempuan menutup kepala mereka. Ini kebiasaan yang sudah jarang terlihat di gereja Protestan dan Katolik.
Foto: Marija Mihailova
Terselubung Rambut
Rambut panjang dan hitam adalah kecantikan yang ideal di banyak negara Arab. Itu disimbolkan patung ini, "Chelgis I" (2002), karya seniman Iran Mandana Moghaddam. Walaupun rambutnya cantik, ini jadi penutup yang sepenuhnya menyembunyikan identitas sang gadis. Karya ini diilhami dongeng Persia tentang gadis yang dipenjara, yang mengenakan rambut kepang 40.
Foto: Mandana Moghaddam
Rambut Eksklusif Hanya bagi Suami
Kata "tichel" dalam bahasa Yiddi berarti penutup kepala yang khas bagi perempuan Yahudi Ortodoks. Foto dari tahun 2001 oleh Leora Laor ini mendokumentasikannya, saat berkunjung ke distrik ultra ortodoks Mea Schearim di Yerusalem. Menurut kepercayaan mereka, setelah menikah hanya suami yang boleh melihat rambut mereka. Oleh sebab itu harus ditutupi dengan kerudung atau wig.
Foto: Leora Laor
Di Tempat Terbuka
Federica Valabrega membuat foto Perempuan Yahudi di Coney Island, New York tahun 2011. Walaupun mengenakan penutup rambut, rambut mereka tetap bisa terlihat sedikit. Ritual keagamaan ada banyak di dunia, dan bagaimana perempuan menginterpretasikannya secara kreatif juga berbeda-beda.
Foto: Federica Valabrega
Tertutup Walau di Pantai
Bermain air di pantai walaupun tetap setia kepada kepercayaan? Bagi banyak perempuan Muslim, burkini sudah memungkinkannya, karena hanya menunjukkan sedikit kepada serta tubuh. Tapi di Barat, busana ini dinilai provokasi oleh sebagian orang. Penulis: Nadine Wojcik (ml/ap)
Foto: Jüdisches Museum Berlin/Yves Sucksdorff
8 foto1 | 8
Pakaian, yang berfungsi sebagai pelindung tubuh dan penanda kelas sosial (sekaligus strukturnya) menandakan sekaligus memisahkan peran gender. Ramainya perdebatan soal cadar pelarangannya dengan alasan radikalisme dan argumentasi para feminis yang membela cadar atas nama kebebasan berekspresi. Ada yang lompat dalam analisis para feminis pembela hak-hak tubuh hari ini adalah, mempertanyakan kembali keperempuanan dan identitasnya sebagai perempuan. Apakah berekspresi tersebut berdasarkan kesadaran atas pemahamannya sebagai perempuan?
Dengan perempuan bercadar, maka ia tidak hanya mendefinisikan dirinya perempuan sebagaimana dipahami dan diajarkan oleh lelaki pembuat agama, ia juga mengeksklusi dirinya dari gender lain khususnya laki-laki. Akibat dari pengeksklusian ini adalah: tidak terbukanya dialog antar ide dan pembatasan ruang gerak perempuan.
Setelah dari pakaian, hijab juga menjadi pemisah interaksi gender berdasarkan Islam. Perempuan dan lelaki diberikan ruang gerak dan alam pikiran yang memang sengaja untuk dibeda-bedakan. Pemisahan ruang di mulai dari tempat salat, berwudhu hingga ruang publik seperti organisasi dan pengajian. Terlihat juga dalam organisasi-organisasi Islam.
Dunia Hitam Putih Ali Khamenei
Ayatollah Ali Khamenei adalah loyalis garis keras konsep Wilayatul Faqih yang diwariskan Khomeini. Demi gagasan itu pula ia rela membunuh ribuan aktivis dan memenjarakan ulama-ulama besar Syiah yang tidak sependapat.
Foto: azzahra
Mullah Tak Dikenal
Di hari-hari revolusi Iran melawan Syah Reza Pahlevi, seorang jurnalis kiri bernama Houshang Asadi mendapati dirinya menempati sebuah sel kecil bersama seorang mullah tak dikenal di penjara Moshtarek. Mereka lalu menjalin persahabatan. Ketika Asadi dibebaskan, keduanya menangis sembari berpelukan. Sang Mullah pun berbisik "jika Islam berkuasa, tidak ada lagi tangisan kaum tak berdosa."
Foto: Inn.ir
Pengkhianatan Seorang Teman
Dua puluh tahun kemudian mullah yang sama memerintahkan penangkapan Asadi lantaran dugaan pengkhianatan. Jurnalis itu disiksa dan diancam hukuman mati karena bekerja untuk koran kiri dan berideologi Komunis. Nama sang mullah adalah Sayid Ali Hosseini Khamenei, aktivis revolusi yang kemudian menjadi presiden dan kelak diangkat sebagai pemimpin spiritual Iran.
Foto: Getty Images/AFP/A. Joe
Loyalitas Absolut
Penggalan kisah dari Moshtarek itu menggambarkan sosok Khamenei yang loyal dan berani melakukan apapun untuk melindungi warisan mentornya, Ayatollah Khomeini. Ia tidak hanya memerintahkan pembunuhan terhadap ribuan aktivis dan politisi, tetapi juga berani melucuti kekuasaan ulama-ulama besar Syiah lain yang berani mempertanyakan legitimitas kekuasaannya.
Foto: Fararu.com
Pertikaian Para Ulama
Padahal Khamenei bukan pilihan pertama Khomeini buat menjaga warisan revolusi berupa sistem kekuasaan para Mujtahid, Wilayatul Faqih. Status tersebut awalnya diserahkan pada Ayatollah Hussein-Ali Montazeri. Terlepas dari loyalitasnya, Khamenei memiliki kelemahan besar. Dia bukan seorang Ayatollah dan sebabnya tidak memenuhi syarat mengemban otoritas tertinggi dalam Islam.
Foto: www.amontazeri.com
Roda Nasib Berputar
Karir Khamenei berubah ketika Montazeri mulai mengritik tindak-tanduk Khomeini memberangus suara-suara yang bertentangan. Puncaknya adalah ketika sang pemimpin revolusi memerintahkan Dewan Ulama Qum mencabut gelar keagamaan Ayatollah Kazem Shariatmadari dan menutup sekolahnya lantaran mengritik penyanderaan pegawai Kedutaan Besar AS di Teheran. Sejak itu Montazeri menjadi musuh Wilayatul Faqih
Foto: Khamenei.ir
Tahta Tanpa Gelar
Dinamika ini menempatkan Khamanei, seorang Mujtahid kelas menengah yang lebih sering berjuang melawan rejim Pahlevi ketimbang mempelajari ilmu agama, dalam posisi teratas daftar pewaris Khomeini. Ia buru-buru dideklarasikan sebagai pemimpin spiritual tanpa pernah mengenyam pendidikan tinggi untuk menjadi Ayatollah. Gelar itu baru disematkan padanya setelah beberapa tahun berkuasa
Foto: Nahand.info
Gurita Kekuasaan Khamenei
Sejumlah pengamat meyakini, Khamenei dipilih lantaran dianggap mudah dikendalikan. Kendati cerdas dan memiliki riwayat panjang revolusi, dia dinilai tidak memiliki karisma seorang Khomeini. Namun sang imam perlahan membangun basis kekuasaan absolut dengan menggandeng Garda Revolusi dan menempatkan perwakilan di hampir setiap lembaga penting pemerintah.
Foto: Khamenei.ir
Melawan Ulama
Serupa Khomeini, ia juga aktif memberangus suara-suara yang bertentangan, bahkan memenjarakan sejumlah ulama besar yang tidak mendukung konsep Wilayatul Faqih seperti Ayatollah al-Shirazi, Hassan Tabatabaei Qomi, Montazeri dan Ayatollah Jooybari. Sebab itu pula Wilayatul Faqih gagal diterapkan di Irak lantaran ditolak oleh Ayatollah Al-Sistani, ulama Syiah paling berpengaruh di negeri jiran.
Foto: Jamnews
Pertikaian Sunyi Kekuasaan Absolut
Kini Khamenei berada di ujung usia. Berulangkali dia menghilang dari hadapan publik dan dirawat di rumah sakit. Sang pemimpin besar digosipkan menderita kanker prostata. Panggung politik Iran pun tenggelam dalam pertikaian sunyi merebutkan kekuasaan absolut. Khamenei yang belum siap membawa Iran keluar dari gaung revolusi diyakini akan menunjuk sosok yang juga loyal pada warisan Khomeini.
Foto: ISNA
9 foto1 | 9
NU sebagai organisasi massa Islam yang dianggap paling progresif sebagai contohnya. Tidak pernah ada ketua NU perempuan karena perempuan-perempuan NU, apabila memiliki potensi dan energi untuk aktif dalam organisasi akan disalurkan ke Fatayat, sehingga tidak perlu masuk ke dalam organisasi NU secara struktural maupun kultural.
Pemisahan ruang gerak selain membuat tidak adanya diskusi lintas gender, juga melanggengkan perempuan sebagai manusia kelas dua. Lihat saja bagaimana laki-laki bisa berceramah di depan perempuan tetapi perempuan tidak bisa berceramah di depan laki-laki. Baik ceramah yang merupakan bagian dari rukun salat seperti ceramah solat Ied ataupun pengajian ibu-ibu yang lumrah mengundang ustad lelaki tetapi tidak bisa berlaku sebaliknya. Untuk itu, suara dan permasalahan perempuan tidak pernah sampai ke dalam pembicaraan laki-laki.
Dimulai dari pakaian, kemudian ruang gerak dan setelahnya suara. Perempuan terus dibentuk jadi perempuan, manusia nomor dua dan dieksklusi dari kehidupan pada umumnya dan itu dimulai dari pakaian. Pembatasan pakaian tidak terjadi pada lelaki karena lelaki tidak perlu mendefinisikan dirinya sebagai lelaki atau memperkenalkan diri sebagai lelaki, dunia sudah patuh padanya, mitos dan pengetahuan berpihak padanya. Dan melalui kekuasaannya, ia mengatur tubuh perempuan yang selalu taken for granted pada keperempuannya.
Niqab Squad: Mereka yang Bertahan di Balik Cadar
Berbalut gamis berwarna gelap, cadar menutupi wajah. Ada apa di balik serba ketertutupan para aktivis Niqab Squad ini? Apa yang mereka lakukan sehari-hari?
Foto: A. Ibrahim
Membentuk kelompok solidaritas
Indadari Mindrayanti sangat aktif dengan instagramnya. Selebriti instagram ini membagikan dakwah dengan gambar dan teks, menjawab pertanyaan fans, dan mengurusi bisnisnya lewat media sosial. Pada tahun 2017, bersama sahabat-sahabatnya ia mendirikan Niqab Squad, untuk membantu perempuan-perempuan yang baru mengenakan cadar dalam beradaptasi.
Foto: Indadari
Punya masing-masing kelebihan
Meski dikenal di kalangan selebriti, Indadari bukan seorang artis. Beberapa sahabatnya merupakan ‘public figure‘ dan mereka bersama-sama mendorong terbentuknya Niqab Squad. Mereka di antaranya Ustdzah Rosdiana dan Dian Opick, desainer Diana Nurliana. Ada juga dari kalangan professional seperti Tri Ningtyas.
Foto: NiqabSquadIndonesia
Jadi desainer
Indadari ingin menunjukkan bahwa mereka yang tertutup di balik cadar juga punya potensinya masing. Di antaranya seperti desainer Diana Nurliana, sahabatnya. Di balik selubung hitam yang kerap dikenakannya sehari-hari, ia mempu merancang gaun-gaun indah.Namanya sudah bergema di panggung mode Indonesia mulai dari ajang Indonesia Fashion Week hingga Jakarta Fashion Week sejak 2015 lalu.
Foto: Diana Nurliana
Belajar macam-macam hal
Anggota Niqab Squad pun diwarnai beragam profesi, dari pedagang, dokter, auditor keuangan, pengacara, desainer, hingga pelatih taekwondo. Mereka saling berbagi ilmu. Bergabung dengn Niqab Squad, para anggota diberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal seperti belajar fotografi, memanah, berkuda, berenang, hingga mengembangkan kemampuan berbisnis.
Foto: Arlyna
Kerap sulit mendapat pekerjaan
“Saya bekerja di bagian administrasi sektor ekspor-impor,” ujar Tri Nigtyas. Usianya baru di awal kepala tiga. Ia bercerita kawan-kawannya yang bercadar banyak yang sulit mendapat pekerjaan. Ia mengaku cukup beruntung malah ditawari pekerjaan ini ketika telah bercadar. Sebelumnya ia memang bergelut lama di bidang ekspor impor.
Foto: Tri Ningtyas
Jadi pelatih taekwondo
Dalam kesehariannya, Arlyna berpenampilan syar'i. Namun gaya busananya ketika berniqab tidak selalu serba hitam tapi juga warna-warni. Di akun instagramnya ia terlihat kerap naik motor besar. Dengan mengenakan niqab, ia berbagi ilmu bela diri taekwondo yang digelutinya sejak lama.
Foto: Arlyna
Menjadi fotografer
Di balik cadarnya, Azthry Ibrahim berprofesi sebagai fotografer. Dari SMA ia sudah menggeluti dunia foto. Ia juga membagikan keaahliannya pada para hijaber lain yang banyak ingin belajar memotret. Meski memakai cadar, ia mengaku tak ada kesulitan dalam men jalankan profesinya. Kebanyakan foto yang ia buat bertema kemanusiaa, panorama dan pernikahan.
Foto: A. Ibrahim
Menangkis anggapan radikal, memunculkan kesan positif
Selain pengajian, menurut Tyas, kegiatan Niqab Squad lainnya adalah kerap melakukan sosialisasi. untuk memunculkan kesan ramah dan tidak seperti yang biasa orang bayangkan pada umumnya. Selain itu tak jarang mereka mengundang pakar khusus untuk mengajarkan hal-hal baru.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Belajar melukis tangan
ketika ingin mengembangkan keahlian melukis tangan dengan hyena, mereka mengundang pelatih yang bisa mengajarkan bagaimana melukis hyena dengan baik. Saat butuh keahlian bagaimana membuat nasi bento, mereka mengundang chef bento profesional.
Foto: NiqabSquadIndonesia
Perempuan bercadar pengurus jenazah
Pelatihan mengurus jenazah juga dilakukan Niqab Squad Jakarta. Mereka membentuk formasi melingkar, lalu Koordinator Niqab Squad Jakarta Tri Ningtyas Anggraeni memaparkan tahapan mengurus jenazah. Memandikan jenazah, butuh ketelatenan. Ada banyak bagian yang tak boleh luput untuk dibersihkan.
Foto: NiqabSquadIndonesia
Jumlahnya terus berkembang
Awal terbentuk, Niqab Squad memperoleh sambutan luar biasa. Dua bulan setelah berdiri, ratusan perempuan bercadar hadir dalam pertemuan pertama di suatu masjid di Jakarta. Kini jumlah anggotanya terus berkembang. Dalam setahun mereka sudah meraup ribuan anggota bari dari sekitar 30 cabang di Indonesia dan beberapa negara seperti Malaysia, Taiwan dan Afrika Selatan. (Ed: Purwaningsih/rzn)
Foto: NiqabSquadIndonesia
11 foto1 | 11
Nasib Ulama Perempuan
Untuk itu, pemaknaan kembali perempuan dan 'embel-embel' setelahnya menjadi penting. Apakah ia perempuan Muslim, perempuan adat, perempuan kelas menengah, perempuan Tionghoa atau perempuan buruh menjadi penting. Karena di manapun perempuan itu berada, ia harus mampu menganalisa struktur di sekelilingnya. Maka ia akan sadari kekerasan dan keterbatasan melekat padanya sebagai manusia kelas dua.
Seperti itulah nasib ulama perempuan di Indonesia dan dunia internasional pada umumnya. Walau gaung-gaung kesetaraan gender dalam agama nyaring disuarakan oleh banyak ulama perempuan. Indonesia sejak zaman nusantara telah menghasilkan berbagai ulama/scholar perempuan. Sayang sejarahnya redup ditelan ulama-ulama laki-laki yang mendominasi. Walau sudah ada konferensi ulama perempuan pada April tahun 2016 lalu yang mendiskusikan soal-soal sejarah, peran, tantangan, strategi dakwah, dan metode studi Islam dari prespektif perempuan. Suaranya redup saja digerus perdebatan soal cadar dan hak ‘perempuan' untuk mengenakannya.
Sayangnya, akibat pemisahan tubuh, ruang dan suara yang menjadi budaya ini, perempuan dianggap sebagai sesuatu yang eksklusif untuk perempuan saja. Seperti kisah putri duyung dari Hans Christian Anderson, ulama perempuan adalah putri duung yang masuk ke dunia manusia dan mencoba berbicara tapi tidak bisa. Bukan karena putri duyung itu bisu, tetapi karena tidak ada yang mau mendengarnya.
Penulis: Nadya Karima Melati (ap/vlz)
Essais dan pengamat masalah sosial.
@Nadyazura
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
Lakunya Bisnis Dukun & Peramal di Afghanistan
Patah hati, sakit, dipecat. Di tangan dukun atau peramal di Afghanistan problem tersebut bisa diatasi. Meski dikecam para dokter dan ulama, tradisi ratusan tahun itu marak di Afghanistan. Ulama menilainya sebagai musrik.
Foto: 3rd Eye/Reza Sahel
Semua masalah ada jalan keluarnya
Mulai dari patah hati, problem rumah tangga, masalah di tempat kerja hingga penyakit, bagi dukun atau peramal di Afghanistan yang dikenal dengan sebutan:"tawiz newis" pasti ada jalan keluarnya. Bisnis perdukunan atau “orang pintar“ hidup sejak ratusan tahun lalu di negara yang dililit perang ini. “Tawiz newis" bisa dijumpai di setiap wilayah di Afghanistan.
Foto: 3rd Eye/Musafer
Apa alasan pergi ke dukun?
Ada banyak alasan orang pergi ke “orang pintar“. Tapi menurut salah seorangu dukun, yang paling sering alasannya adalah: ingin mendapat pekerjaan, ingin sembuh dari penyakit, dan yang terutama dari semuanya yaitu berkonsultasi soal percintaan, baik gara-gara jatuh cinta, patah hati maupun goyahnya mahligai pernikahan.
Foto: 3rd Eye/Reza Sahel
Tempat praktik
Rata-rata, para “Tawiz newis" tak buka praktik di bangunan atau ruang yang nyaman. Kebanyakan cuma menggelar lapak di pinggir jalan. Modalnya hanya meja tua yang dilengkapi dadu, kitab-kitab tua dan jimat untuk alat meramal lainnya.
Foto: 3rd Eye/Reza Sahel
Peramal bekerja, pelanggan bersabar
Para pelanggan yang datang juga tak banyak mengeluh dengan kurang nyamannya ‘tempat praktik ramal’ tersebut. Tamu biasanya duduk di kursi kecil atau di tanah, sementara sang peramal sibuk mencari mantera ataupun aji-ajian pemecah masalah dari kitab tuanya.
Foto: 3rd Eye/Reza Sahel
Apakah mujarab?
Salah seorang perempuan pelanggan mengisahkan, tadinya ia punya masalah rumah tangga dengan sang suami. Lalu minta bantuan ke dukun atau tukang ramal. Sang dukun membekalinya dengan doa-doa yang dianggap pas dengan masalah yang dihadapi. Doa-doa itu disimpan dalam amplop. Setelahnya, pelanggan mengaku hubungannya dengan sang suami kembali mesra.
Foto: 3rd Eye/Musafer
Membantu prestasi akademik
Seorang remaja putri asal Kunduz juga amat yakin dengan kehebatan peramalnya. Siswi sekolah itu bahkan percaya peramal atau dukun bukan hanya mampu mengatasi masalah percintaannya, namun juga membantunya meningkatkan konsterasi belajar agar bisa berprestasi di sekolah.
Foto: 3rd Eye/Musafer
Jangan lupa bayar
Para peramal ini dianggap penuh pengertian, mau mendengarkan dengan sabar masalah pelanggannya. Tapi tentu saja ada imbalannya. Imbalan yang royal, menurut para dukun atau peramal, bisa menaklukan roh jahat.
Foto: 3rd Eye/Reza Sahel
Tak berhasil, salahkan faktor lain
Seorang perempuan asal Kabul bernama Zarlashat menceritakan, ibu mertuanya meminta bantuan kepada dukun agar anak perempuannya mendapatkan suami. Tapi tak berhasil. Ketika ibu mertua komplain pada dukun, dukun menjawab, itu karena menantu perempuannya, yakni saya, jahat. Saya sebagai menantu perempuan yang disalahkan dukun. Jadinya saya sering digebukin ibu mertua, tuturnya.
Foto: 3rd Eye/Reza Sahel
Kurang layanan kesehatan dan psikologi
Tumbuhnya kepercayaan pada dukun atau peramal menurut para dokter di Afghanistan, dipicu nyaris tidak adanya layanan konsultasi psikologi. Banyak orang, terutama perempuan membutuhkan seseorang yang mendengarkan keluhan mereka. Kekosongan besar ini diisi dukun.
Foto: AFP/Getty Images
Ulama mengecam
Bukan cuma para dokter di Afghanistan yang tak senang dengan menjamurnya perdukunan. Para ulama menganggap kegiatan yang dilakukan para peramal dan dukun sebagai musrik. Kecaman itu tak menyurutkan tradisi ratusan tahun ini. Justru akibat konflik bersenjata berkepanjangan, warga lebih menaruh kepercayaan pada "tawiz newis".