Saat pemerintah kewalahan, penduduk turun tangan mencegah bencana kemanusiaan yang mendekat. Warga Berlin misalnya menawarkan kamar gratis buat pengungsi.
Iklan
“Di sini mereka mulai menghalalkan marihuana, tapi masih mengharamkan manusia..”
Jonas Kakoschke merasa harus memperbaiki situasi pengungsi di Jerman. Maka dia menawarkan “jalan keluar” dari kamp penampungan dengan menyediakan kamar di apartemennya untuk Bakari, seorang pengungsi asal Mali.
Menurutnya, kamp yang lebih sering terlihat seperti barak militer dan acap menjadi korban serangan kaum ekstrim kanan itu, “bukan awal yang baik,” bagi pengungsi untuk menetap di Jerman dan “mengenal” masyarakatnya.
Bakari tergolong beruntung bisa mengecap kehidupan normal di Berlin. Bersama Jonas, ia banyak berbagi kisah soal kehidupan. “Seorang manusia bisa jadi ilegal, tapi tidak berarti dia bukan seseorang yang baik,” ujarnya. “Orang harus memahami rasanya menjadi pengungsi.”
Sebuah Pengecualian
Jerman sedang mengalami krisis pengungsi. Pemerintah kewalahan menyediakan tempat penampungan. Dari sekitar 200.000 pengungsi yang saat ini berada di Jerman, sebagian ditampung di asrama, lainnya di hotel atau kamar kos dan sisanya mendarat di jalanan.
Jonas adalah pengecualian. Pandangannya bahwa pengungsi datang untuk menetap dan menjadi bagian dari masyarakat bukan sesuatu yang umum dijumpai di Eropa. Karena dalam banyak kasus, pengungsi dijauhkan dari kehidupan normal: tanpa uang, tanpa pekerjaan dan selamanya menjadi tamu di negeri orang.
Beruntung Jonas bukan satu-satunya. Belasan dan puluhan penduduk bergabung menawarkan kamar tak terpakai di apartemen masing-masing. Mereka mengandalkan sumbangan mikro sebesar 3 hingga 10 Euro per bulan untuk membiayai sewa kamar.
Langkah Kecil demi Kemanusiaan
“Model yang kami tawarkan lebih murah ketimbang biaya yang dibayarkan pemerintah untuk menempatkan setiap pengungsi di asrama penampungan,” kata Jonas.
Untuk menghindari konflik, Jonas dan teman-temannya mencarikan pengungsi yang cocok untuk setiap calon tuan rumah. “Kami berusaha mengelola kehidupan bersama,” yang harmonis, ujarnya. Sejauh ini Refugee Welcome telah berhasil merumahkan 52 pengungsi.
Bakari termasuk kelompok pengungsi yang bertaruh nyawa buat penghidupan yang lebih baik. Di Berlin ia mendatangi kursus bahasa Jerman dan aktif mencari pekerjaan. Kesehariannya bersama Jonas penuh suasana “kekeluargaan,” ujarnya. “Kami makan bersama, masak bersama dan kadang-kadang pergi keluar bersama.”
Cara Jerman Menolong Pengungsi
Hampir setiap hari ada tempat penampungan pengungsi yang dibakar di suatu tempat di Jerman. Tapi di samping berita buruk seperti itu, ada berita bagus. Yaitu bagaimana ribuan warga Jerman ulurkan tangan bagi pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Endig
Pesta Penyambutan
Pengungsi dan sukarelawan menari bersama dalam pesta penyambutan. 600 pemohon suaka di Heidenau ditempatkan di gedung bekas toko bahan bangunan, dan dilindungi pagar tinggi. Sebelumnya mereka takut meninggalkan tempat penampungan, karena kelompok ekstrem kanan mengadakan perusakan dan meneriakkan kecaman berhari-hari. Pesta diorganisir ikatan Dresden Bebas dari kelompok NeoNazi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Willnow
Selamat Datang di Sylt
Joachim Leber (tengah) membimbing keluarga dari Suriah ini. Ia adalah anggota organisasi Integrationshilfe Sylt (bantuan integrasi Sylt). Di pulau itu sekitar 120 pengungsi ditampung. Sebagian besar dari mereka berasal dari Afghanistan, Somalia dan Suriah. Sukarelawan mengajar mereka bahasa Jerman, memberi sokongan moral, dan jadi anggota keluarga. "Jerman juga dibantu setelah PD II," kata Leber.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Marks
Klub Sepak Bola Welcome United O3
Henning Eich dari klub Lok Potsdam menyambut para pemain dari klub Welcome United 03. Inilah tim sepak bola pertama Jerman yang sepenuhnya terdiri dari pengungsi. Klub ini langsung menang 3:2 dalam pertandingan lawan klub Lok Potsdam. Mereka bisa ikut main karena upaya klub SV Babelsberg . "Sepak bola menyatukan," kata Manja Thieme, yang mengurus tim internasional beranggotakan 40 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Mehlis
Sepeda bagi Pengungsi
Tobias Fleiter memompa ban sepeda bagi seorang pengungsi dari Togo. Proyek "Bikes without Borders" adalah inisiatif dua sukarelawan. Awalnya mereka hanya punya lima sepeda. Sekarang tim sudah beranggotakan 15 sukarelawan, dan sudah memperbaiki serta menyediakan 200 sepeda. Inisiatif di Karlsruhe ini beri kesempatan kepada pemohon suaka untuk punya sarana transportasi.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Deck
Aman di Jalan
Bagaimana caranya naik kereta dari A ke B? Apa artinya tanda-tanda ini? Di mana saya bisa beli karcis? Itu dipelajari pengungsi dari Suriah di Halle, negara bagian Sachsen-Anhalt, di stasiun utama kota itu. Seorang polisi juga menunjukkan, bahwa mereka harus berdiri di belakang garis putih, jika sebuah kereta datang. Jika tidak bisa berbahaya.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Schmidt
Ikatan Perenang Pertama bagi Pengungsi
Di Schwäbisch Gmünd, pengungsi bisa belajar berenang. Ludwig Majohr (pakai topi) memberikan pelajaran berenang. Ikatan yang baru didirikan terutama harus mendorong integrasi, demikian Majohr. "Kami para perenang saling bantu", kata sukarelawan lain, Roland Wendel. "Kami tidak menanyakan nasionalitas." Delapan orang yang sudah pensiun dari profesi mereka aktif membantu pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Puchner
Bayi Pengungsi Pertama
49 sentimeter, 3.000 gram. Sophia nama bayi perempuan ini. Ia adalah bayi pertama, yang lahir di kapal angkatan bersenjata Jerman "Schleswig-Holstein". Ibunya, Rahmar Ali dari Somalia, jadi pengungsi yang beruntung mendapat bimbingan dokter menjelang melahirkan. "Dalam momen seperti inilah orang merasakan telah melakukan sesuatu yang berguna," kata seorang tentara, yang hadir saat Sophia lahir.
Foto: Reuters/Bundeswehr/PAO Mittelmeer
#WelcomeChallenge
Dengan tagar ini, lewat YouTube dan Facebook sekelompok orang yang memberikan bantuan sukarela menyerukan lebih banyak orang untuk ikut aktif. Mereka yang menolong, sumbangkan foto aksinya. Koki kenamaan Sarah Wiener juga diminta membantu. Ia membawa 150 porsi sup dan roti ke tempat penampungan di Berlin dan membaginya dengan senyum.
Foto: picture-alliance/dpa/G. Fischer
Bahasa Jerman untuk Sehari-Hari
Sebagi salah satu sukarelawan, Karl Landherr mengajarkan bahasa Jerman kepada seorang pemohon suaka di Thannhausen, Bayern. Landherr yang pensiunan kepala sekolah bersama beberapa rekan juga membuat buku untuk belajar bahasa Jerman bagi pengungsi. Bukunya berorientasi pada hidup sehari-hari, berisi banyak tips, dan sekarang digunakan di seluruh Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Puchner
Aktif di Tempat Penampungan Pakaian
Di tempat penampungan pengungsi di Berlin semua tempat penuh. Sebelumnya sudah ada tiga tempat baru yang dibuka. Salah satunya adalah sekolah Teske di Berlin Schöneberg yang tidak digunakan. Gedung ini bisa tampung 200 orang. Banyak sukarelawan juga aktif di sini, misalnya untuk mengatur tempat penampungan pakaian hasil sumbangan.