1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sejauh Apa Media Asing Pengaruhi Kebijakan Publik Indonesia?

Arti Ekawati
21 Desember 2022

Pada awal reformasi, media asing banyak menyoroti demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Kini yang disorot adalah ekonomi. Kelihatannya, topik ini yang lebih didengar pemerintah.

Ilustrasi tumpukan koran
Ilustrasi tumpukan koranFoto: Marcus Friedrich/Zoonar/picture alliance

Kitab Undang-udang Hukum Pidana (KUHP) telah resmi disahkan pada 6 Desember 2022. Pasal tentang perzinaan dan kohabitasi di KUHP baru ini pun sontak menjadi pasal yang ramai diulas oleh media massa asing. Kebanyakan dari media tersebut mengangkat kekhawatiran warga mereka dan haruskah mereka membatalkan rencana berwisata ke Bali, seperti yang diangkat oleh Channel News Asia pada 16 Desember 2002.

Masalah pelarangan seks di luar pernikahan juga diangkat oleh kantor berita AFP yang mengusung artikel berjudul Indonesia parliament approves ban on sex outside marriage. Media asal Inggris, BBC dan The Telegraph, juga menurunkan serangkaian artikel senada.

Isu yang ramai diangkat berbagai media asing ini pun ditanggapi cepat oleh pemerintah dengan mengatakan bahwa pasal perzinaan yang diributkan ini berlaku jika ada delik aduan absolut sehingga wisatawan dikatakan tidak bisa dijerat dengan pasal ini. Namun, cepatnya reaksi pemerintah ini juga mengundang sejumlah pertanyaan tentang seberapa besar peran media asing memengaruhi kebijakan publik di Indonesia?

Bukan sekadar tentang pasal perzinaan

Jerome Wirawan, editor BBC News Indonesia mengatakan, medianya sebenarnya telah menyoroti berbagai polemik seputar KUHP, bahkan jauh sebelum undang-undang itu disahkan. Laporan yang dipublikasi sebelumnya melihat RUU KUHP saat itu dalam perspektif fundamental hak asasi manusia, termasuk di antaranya hak kesetaraan di hadapan hukum dan hak perlindungan hukum tanpa diskriminasi, serta privasi dan kebebasan beragama.

"Hanya saja, kenapa kemudian muncul sorotan kepada pasal perzinaan? Karena BBC seperti artikel yang ditulis oleh Jonathan Head, menyoroti bagaimana sebuah negara yang digadang sebagai demokrasi plural, tiba-tiba dituding mencampuri urusan moral yang sangat jauh ke belakang bahkan sudah tidak relevan lagi," ujar Jerome kepada DW Indonesia.

Ia menambahkan, sejak zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia termasuk sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. "Indonesia meski mayoritas muslim, tidak jadi negara yang memaksakan hukum-hukum syariah, tapi kedepankan demokrasi dan hak asasi", katanya. Ia menyayangkan kebebasan yang dijaga oleh Undang-Undang Dasar dan Pancasila ini justru berpotensi terkekang oleh KUHP baru.

Beda sorotan saat ini dan awal reformasi

Masduki, dosen komunikasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, yang juga Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) mengatakan, meski penetrasi media asing di Indonesia hanya masuk di kelompok elit, tapi pengaruhnya relatif kuat, karena dibaca oleh tokoh-tokoh penting dan disuarakan ulang oleh para aktivis yang terpapar media tersebut.

Menurutnya, ada perbedaan tema yang menjadi sorotan media asing mengenai Indonesia pada saat ini bila dibandingkan dengan masa awal reformasi. "Pada awal 1998 atau sebelumnya, media asing cenderung memberitakan apa yang menjadi produk regulasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya pemberitaan tentang kebebasan berekspresi, demokrasi, dan akses terhadap informasi", ujar Masduki lebih lanjut.

"Tapi, dalam KUHP ini kita melihat ada fenomena lain, bahwa media asing cenderung mengangkat isu privasi yang dianggap diintervensi negara, dan yang kedua mereka bicara tentang kepentingan-kepentingan ekonomi yang terganggu," ujarnya.

Ia menyayangkan bahwa di masa depan, isu-isu seperti kebebasan berekspresi dan kebebasan pers akan cenderung semakin marjinal, karena diangggap sudah berjalan dengan sendirinya. Sebaliknya, isu-isu yang menyangkut ekonomi atau bisnis akan semakin dijadikan kerangka pikir oleh media asing. Ia menjelaskan tentang potensi intervensi privasi, tapi dikemas dengan menggambarkan implikasinya ke bisnis dan turisme, seperti yang belakangan ramai diberitakan.

"Ini juga lebih membuat media asing lebih dilihat lagi oleh otoritas Indonesia," ujar Masduki kepada DW Indonesia. Ia mengatakan, pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat sensitif terhadap berita-berita yang dinilai berdampak pada pertumbuhan ekonomi atau pembangunan.

Masalah ekonomi akan lebih didengar

Dengan kata lain, Masduki menjelaskan, berita-berita yang mengangkat tema yang berpotensi merugikan ekonomi berpotensi lebih didengar oleh pemegang kekuasaan.

"Ini dibuktikan dengan reaksi yang kemarin, jadi ketika ada berita bahwa KUHP berpotensi mengurangi turis asing, karena ada pasal yang memaksa mereka membuktikan hubungan perkawinannya, memaksa mereka untuk membuka identitas kehidupan pribadinya, diksi mengganggu ekonomi itu yang sebetulnya membuat pemerintah segera bereaksi. Kepentingan ekonomi yang menyangkut antarnegara itu yang menjadi prioritas, sehingga kalau itu diganggu, di-frame oleh media asing, reaksinya akan cepat," kata Masduki.

Hal senada juga dinyatakan oleh Jerome Wirawan. Menurutnya, sejak awal berkuasa, pemerintahan Presiden Jokowi sangat mengedepankan investasi asing, kemudahan untuk berbisnis, pembaruan infrastruktur agar Indonesia dapat menjadi negara tujuan bagi investor asing yang akhirnya diharapkan akan meningkatkan perekonomian. Karenanya, ketika tujuan utama ini banyak disoroti dan berpotensi terimbas, pemerintah pun cepat memberikan tanggapan.

"… Itu sebuah ironi. Selama ini kita bersuara, bahwa kita akan minim kebebasan berekspresi dan bahwa kebebasan kita dikekang, pemerintah diem aja. Tapi ketika kebijakan utamanya terimbas, baru mereka bersuara," ujar Jerome.

Namun di luar semua itu, Jerome mengatakan, selain tentang ekonomi, banyak hal tentang Indonesia yang tetap menarik dan berpotensi menjadi berita bagi media di luar Indonesia.

Ia mencontohkan antara lain mulai dari pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tambang nikel, hingga perubahan iklim. "Indonesia menurut saya adalah gudangnya berita. Kita punya potensi berita dari A sampai Z," pungkas Jerome kepada DW Indonesia. 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait