1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sekjen NATO Rasmussen Kunjungi Kosovo

12 Agustus 2009

Situasi keamanan di Kosovo yang kini stabil menyebabkan keberadaan pasukan pakta militer NATO di negara itu harus dipertimbangkan lagi, apalagi mengingat jumlah tentara NATO-KFOR yang dinilai terlalu besar.

Sekjen NATO Fogh RasmussenFoto: AP

Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen Kamis ini (13/09) akan melakukan pembicaraan dengan Presiden Kosovo Fatmir Sejdiu, Perdana Menteri Hashim Thaci dan Letjen Giuseppe Emilio Gay, komandan pasukan NATO, KFOR di bekas Republik Serbia itu.

Sebagai seorang sekjen NATO memang akan lebih senang melakukan lawatan ke Kosovo. Jika dibandingkan dengan kunjungan rutin ke Afghanistan, lawatan ke Kosovo tampak sebagai suatu perjalanan amal. Bagi NATO misi di Kosovo merupakan suatu cerita keberhasilan. Kosovo yang dulunya adalah provinsi rawan kini telah berubah menjadi sebuah negara yang berdaulat. Yang pasti wilayah ini sekarang tenang dan stabil. Misi NATO di Kosovo kini berusia tepat sepuluh tahun. Sekitar 14.000 tentara dari berbagai negara anggota NATO masih bertugas di Kosovo. Dan bagi NATO ini terutama berarti bahwa pasukan KFOR di Kosovo menelan dana yang cukup tinggi.

Karena itu, pada hari pertama memangku jabatan sebagai sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen menegaskan: „Berkaitan dengan Kosovo tujuan saya jelas: Hingga akhir masa jabatan saya, KFOR hanya akan memiliki sebuah pasukan gerak cepat yang kecil di wilayah itu atau keseluruhan pasukan ditarik keluar."

Rasmussen diperkirakan memangku jabatannya sebagai sekjen NATO untuk selama lima tahun. Dalam tenggat waktu ini penarikan pasukan diharapkan dapat dirampungkan. Misi Kosovo sejak beberapa waktu ini mendapat sorotan di NATO. Bulan Juni lalu para menteri pertahanan negara anggota NATO memutuskan untuk mengurangi sekitar 4.000 personel di Kosovo menjadi 10.000. Jerman merupakan negara anggota NATO yang paling banyak menempatkan tentaranya, yakni sekitar 2.400 serdadu Bundeswehr. Ini juga berarti bahwa misi ini mengerahkan kekuatan yang sangat berharga, baik manusia maupun persenjataan yang sebenarnya lebih diperlukan di tempat lain, misalnya di Afghanistan, di mana pasukan internasional semakin terdesak.

Namun NATO tidak ingin menunjukkan kesan hendak menarik pasukannya dari Kosovo secara terburu-buru. Sekretaris Jenderal NATO Rasmussen mengutarakan: „Kami tidak ingin tergesa-gesa. Kami tidak ingin tersandung di depan tujuan akhir kami. Tapi saya pikir bahwa persyaratan bagi penarikan pasukan KFOR akan terpenuhi dalam waktu dekat ini ."

Dibandingkan dengan misi di Afghanistan penempatan pasukan di Kosovo dianggap sebagai misi jalan-jalan. Khalayak ramai nyaris tidak lagi menyadari keberadaan misi itu. Dan ini sebenarnya merupakan sebuah berita yang baik.

Michael Götschenberg/Christa Saloh

Editor: Agus Setiawan