1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Selamatkan Banyak Nyawa dengan Sistem Peringatan Dini Akurat

Anne-Sophie Brändlin
3 Mei 2023

Merancang sistem peringatan dini perlu banyak data pendukung dan pengetahuan lokal. Jangan sampai tanda bahaya dibuat terlalu 'musikal' hingga membuat warga menari.

Satelit mini 'mengintip' ke pusat lingkaran badai untuk mendapatkan informasi
Satelit mini 'mengintip' ke pusat lingkaran badai untuk mendapatkan informasiFoto: NASA/dpa/picture alliance

Saat iklim menghangat, peningkatan frekuensi peristiwa cuaca ekstrem seperti gelombang panas kian sering terjadi. Hal ini memicu sejumlah kota seperti Santiago de Chile, Los Angeles, dan Melbourne, punya petugas khusus untuk menemukan cara melindungi warga mereka dari dampak panas ekstrem.

Eleni Myrivili, salah satunya. Perempuan yang ditunjuk sebagai "petugas panas" di Athena, Yunani, mengatakan kesadaran seputar risiko bencana alam adalah kuncinya. Berbekal semangat itu, dua tahun lalu, dia dan timnya mulai mengkategorikan gelombang panas dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.

"Kami sekarang punya cara untuk memprediksi jenis gelombang panas yang akan datang minggu depan, apakah berbahaya bagi manusia atau tidak," kata Myrivili.

Peringatan tentang datangnya gelombang panas disebarkan melalui media sosial, hotline telepon. Aplikasi peringatan akan panas ekstrem ini juga telah digunakan di Milan, Paris, dan Rotterdam.

"Aplikasi kami, Extrema Global, menunjukkan kepada Anda risiko yang telah dipersonalisasi, tergantung di bagian mana Anda berada, usia serta jenis kelamin, dan apakah Anda memiliki kondisi kesehatan tertentu sebelumnya," kata Myrivili. "Aplikasi ini juga memberi tahu Anda lewat peta ke mana Anda bisa berlindung dan tempat-tempat keren yang ada di sekitar Anda."

Setelah menginformasikan intensitas gelombang panas yang akan terjadi, aplikasi ini juga akan memberitahu warga yang paling berisiko begaimana caranya agar tetap aman. Prakarsa tersebut kini telah menyebar ke negara dan kota lain. Ini juga terkait dengan langkah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang baru-baru ini untuk menginvestasikan dana senilai $3,1 miliar atau sekitar Rp45,6 triliun untuk memastikan semua orang di planet ini dapat dilindungi oleh sistem peringatan dini pada tahun 2027.

Peringatan dini harus terjangkau seluas mungkin

Mengingat perbedaan jenis cuaca ekstrem yang membutuhkan peringatan dini, ada serangkaian hal yang perlu diperhitungkan dan tidak ada satu solusi tunggal yang dapat membuat seseorang terhindar dari bahaya.

Kurt Shickman, Direktur Arsht-Rock Center, yayasan ketahanan iklim yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, mengatakan bahwa kuncinya adalah bagaimana menyebarkan pesan seluas mungkin. "Ada banyak hal yang dapat dilakukan seseorang untuk menjaga diri mereka lebih aman."

Radio, TV, dan SMS dapat menjadi saluran komunikasi yang kuat, menurut International Telecommunications Union (ITU), badan PBB untuk teknologi informasi dan komunikasi. Pesan berbentuk teks bahkan dapat ditargetkan untuk secara khusus menjangkau mereka yang berada di area berisiko. Namun, hingga saat ini masih ada lebih dari 2,7 miliar orang di planet ini yang masih belum terjangkau sinyal.

"Dari 46 negara terbelakang di dunia, 26-nya berada di Afrika. Dan ini adalah negara besar di mana orang tinggal di daerah terpencil dan sulit terjangkau karena mereka tertinggal dalam hal konektivitas," kata Cosmas Luckyson Zavazava, Direktur Biro Pengembangan Telekomunikasi ITU. 

Dia mengatakan salah satu solusinya adalah meluncurkan satelit, terutama yang berorbit rendah (LEO), yang lebih terjangkau dan memungkinkan populasi yang di daerah terpencil untuk bisa dijangkau sinyal. 

ITU juga mendorong tiap wilayah untuk memanfaatkan apa pun yang tersedia sebagai tanda bahaya. Di banyak tempat terpencil di seluruh dunia, lonceng gereja, pengeras suara, dan sirene masih digunakan sebagai sistem peringatan tanda bahaya.

Belajar mitigasi bencana dari Bangladesh

Menginformasikan tempat berlindung yang aman kepada banyak orang adalah hal penting, begitu pula dengan membangun tempat aman tersebut. Salah satu negara yang unggul di bidang ini adalah Bangladesh.

Setelah porak-poranda akibat siklon Bhola tahun 1970, Bangladesh kini telah memiliki lebih dari 12.000 tempat berlindung, dari awalnya hanya 42 buah. Bhola adalah siklon paling mematikan yang tercatat dalam sejarah manusia dan menewaskan sedikitnya setengah juta orang.

Pembagunan tempat berlindung atau shelter ini terbukti efektif saat Topan Amphan melanda pada tahun 2020. Topan ini menewaskan 128 orang di India, Bangladesh, dan Sri Lanka. Sebagai perbandingan, di Jerman hampir 200 orang tewas saat banjir besar melanda di tahun 2021.

Seperti diketahui, curah hujan saat terjadi banjir besar di Jerman tidak terlalu deras dan wilayah yang diterjang banjir dihuni lebih sedikit orang. Namun, rendahnya kesiapan dalam menghadapi banjir telah menelan korban jiwa lebih banyak di Jerman.

"Bangladesh berada di depan negara lain dalam meningkatkan kemampuannya mengelola risiko bencana alam," Saleemul Huq, Direktur Pusat Internasional untuk Perubahan Iklim dan Pembangunan (ICCAD) dan salah satu pakar iklim terkemuka di bidang adaptasi iklim, mengatakan kepada DW.

"Kami biasanya dapat memperingatkan dan mengungsikan 2 hingga 3 juta orang setiap kali ada peringatan topan dan jumlah kematian turun secara signifikan." Kematian akibat badai di Bangladesh turun sangat signifikan dalam waktu beberapa dekade.

Perlu lebih banyak data dan digitalisasi

Sistem peringatan dini melakukan penilaian risiko dengan menggunakan data meteorologi. Masalahnya adalah, hal ini hanya dapat dilakukan jika data cuaca dibagikan secara terbuka oleh semua negara anggota, menurut Johan Stander, Direktur Departemen Layanan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).

"Sistem cuaca bergerak melintasi perbatasan. Karenanya, infrastruktur dan data kami dari darat menjadi sangat penting," kata Stander.

Pada tahun 2021, WMO membuat resolusi bahwa layanan meteorologi di negara-negara anggota PBB harus membagikan informasi cuaca mereka. Namun, tidak setiap negara memiliki data mereka sendiri dan banyak yang tidak terdigitalisasi. Di Tajikistan, misalnya, data cuaca selama satu abad terakhir hanya tersedia dalam bentuk tulisan di atas kertas.

Alarm tanda bahaya mesti dirancang dengan suara yang mengganggu dan diikuti pengumuman dalam bahasa setempatFoto: Klaus W. Schmidt/IMAGO

"Digitasi data historis bukanlah tugas yang mudah," kata Stader, tetapi ia menambahkan bahwa hal itu dapat memberikan prakiraan cuaca yang lebih tepat atau diterapkan pada pemodelan iklim.

Untuk membantu para ahli meningkatkan keseluruhan analisis data meteorologi guna memprediksi peristiwa cuaca, WMO membuka sejumlah pusat regional yang memberikan akses ke pelatihan prakiraan cuaca buruk.

Jangan sampai alarm malah dipakai untuk menari

Cosmas Luckyson Zavazava, Direktur Biro Pengembangan Telekomunikasi ITU, kembali menegaskan pentingnya untuk memberikan pelatihan reguler kepada masyarakat umum sehingga mereka tahu bagaimana menafsirkan sinyal yang berbeda dan bagaimana menemukan rute atau tempat berlindung terdekat.

"Pernah di satu kasus, alarm yang diberikan dalam bentuk sirene terdengar sangat musikal. Anak-anak kecil di komunitas tersebut menari dan mengira itu adalah musik padahal sebenarnya itu peringatan bahaya, tetapi orang tidak tahu sehingga mereka tidak mencari tempat berlindung," kenang Zavazava.

"Jadi kita harus merancang bunyi alarm dengan suara yang mengganggu. Alarm juga perlu diikuti pesan dalam bahasa lokal yang menjelaskan langkah yang perlu diambil selanjutnya. Itu secara otomatis akan menyelamatkan banyak nyawa," tambahnya.

(ae/ha)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait