1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialSelandia Baru

Selandia Baru Larang Pakai Ponsel di Sekolah Awal Tahun 2024

1 Desember 2023

Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon, yang baru dilantik awal pekan ini, mengunjungi sebuah sekolah pada hari Jumat (01/12) dan menegaskan kembali rencananya untuk melarang penggunaan ponsel di ruang kelas.

Penggunaan ponsel dan tablet atau jam tangan pintar tidak lagi diizinkan di ruang kelas sekolah menengah mulai 1 Januari 2024
Beberapa negara, termasuk Belanda, Perancis, dan Inggris, telah menerapkan atau sedang dalam proses menerapkan aturan serupaFoto: Robin Utrecht/picture alliance

Saat melakukan kunjungan ke sekolah pada hari Jumat (01/12), Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon berkomitmen mengatasi anjloknya tingkat melek huruf di negara itu dengan melarang penggunaan ponsel di ruang kelas mulai 1 Januari 2024.

Luxon, yang baru dilantik pekan ini setelah memenangi pemilu pada Oktober lalu, mengatakan langkah tersebut akan menghentikan perilaku mengganggu dan membantu siswa untuk fokus belajar.

Larangan ini merupakan salah satu dari beberapa komponen dari apa yang disebut-sebut oleh pemerintahan Luxon sebagai rencana 100 hari pertama pemerintahannya.

"Kami akan melarang telepon seluler di sekolah-sekolah di seluruh Selandia Baru," kata Luxon, sambil berdiri di samping Menteri Pendidikan barunya Erica Stanford di sebuah sekolah di Auckland.

"Anda melihat sekolah bagus seperti ini sudah mengambil keputusan tersebut dan sudah menjadi praktik lama untuk mendapatkan hasil pendidikan yang bagus," katanya.

Luxon mengatakan kepada wartawan bahwa kabinetnya juga menerapkan peraturan larangan menelepon selama rapat berlangsungFoto: Hagen Hopkins/Getty Images

Turunnya kemahiran membaca dan menulis di Selandia Baru

Luxon juga memuji sekolah yang ia kunjungi, Manurewa Intermediate, karena memastikan siswanya memiliki waktu satu jam untuk membaca, menulis, dan berhitung setiap hari – sebuah kebijakan lain yang rencananya akan diwajibkan oleh Partai Nasional.

Para peneliti di Selandia Baru memperingatkan penurunan angka melek huruf di sekolah dalam sebuah laporan tahun lalu. Menteri Pendidikan Stanford menyinggung temuan tersebut pada hari Jumat (01/12), dengan mengatakan bahwa kurang dari separuh generasi muda di negara tersebut memenuhi standar membaca dan menulis sesuai usia mereka.

Badan amal Selandia Baru, Education Hub, mengatakan dalam laporannya bahwa "sesuatu harus dilakukan untuk mengatasi rendahnya tingkat melek huruf di Aotearoa Selandia Baru.”

Secara internasional, Selandia Baru cenderung unggul dalam tabel liga kemahiran siswa sekolah untuk membaca dan menulis, matematika, dan sains, meskipun skornya relatif terpaut jauh dari negara-negara dengan kinerja terbaik seperti Cina, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Estonia, dan Finlandia dalam hal peringkat PISA terbaru tahun 2018.

Negara lain bereksperimen batasi ponsel

Kebijakan larangan penggunaan ponsel juga sedang diuji coba atau akan diterapkan di beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Belanda.

Di Jerman, satu-satunya negara bagian yang menerapkan larangan penggunaan ponsel di ruang kelas adalah Bayern. Di negara bagian lain, sekolah yang mengambil keputusan sendiri dan banyak juga siswa yang memilih untuk tidak menggunakan telepon genggam.

Biasanya siswa diminta untuk meletakkan ponsel mereka di loker atau terkadang menyerahkannya untuk disimpan di kelasFoto: Robin Utrecht/picture alliance

Para pendukung kebijakan ini mengatakan bahwa ponsel adalah pengalih perhatian dan menunjukkan bukti bahwa kehadiran ponsel di kelas dapat memberikan dampak yang tidak proporsional terhadap siswa yang berprestasi rendah.

Sementara itu, para kritikus mempertanyakan seberapa efektif larangan tersebut dan mempertanyakan apakah upaya untuk memasukkan penggunaan telepon ke dalam tugas sekolah mungkin lebih efektif dalam jangka panjang.

Pekan pertama yang menantang bagi pemerintahan baru

Fokus kebijakan jangka pendek dan jangka panjang Partai Nasional Luxon dan pemerintahannya mendapat kritik selama minggu pertama pemerintahannya.

Rencana untuk membatalkan beberapa kebijakan khas mantan perdana menteri berhaluan kiri-tengah Jacinda Ardern menarik perhatian khusus.

Para dokter memperingatkan akan ada "tragedi" kesehatan masyarakat sebagai akibat dari rencana untuk membatalkan langkah-langkah pengendalian tembakau yang akan melarang orang yang lahir setelah tahun 2008 untuk membeli rokok.

Luxon juga berjanji untuk memulai kembali eksplorasi minyak dan gas lepas pantai dan membatalkan salah satu kebijakan khas Ardern. Namun, pemerintahnya juga berjanji untuk menggandakan produksi energi terbarukan.

Komentar dari Wakil Perdana Menteri Luxon, Winston Peters, yang mengatakan inisiatif pendanaan media pemerintah pada tahun 2020 yang diluncurkan di tengah pandemi COVID-19 sama saja dengan "penyuapan", juga telah memicu banyak perdebatan dan liputan media dalam negeri.

Wakil Perdana Menteri Winston Peters (kiri dalam foto, di samping Luxon) mengatakan inisiatif pendanaan media pemerintah pada tahun 2020 yang diluncurkan di tengah pandemi COVID-19 sama saja dengan "penyuapan"Foto: Marty Melville/AFP/Getty Images

Rencana kebijakan lain seputar etnis, seperti pembubaran Otoritas Kesehatan Maori, telah digambarkan oleh pemerintah Luxon sebagai langkah yang bertujuan memperlakukan semua warga negara secara setara, tetapi telah dikecam oleh para kritikus sebagai tindakan yang diskriminatif.

ha/hp (AFP, Reuters)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.