1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumEropa

Selidiki Kejahatan Perang, ICC Berharap Buka Kantor di Kyiv

1 Juni 2022

Tiga negara resmi bergabung dengan tim penyelidikan dugaan kejahatan perang di Ukraina, di tengah rencana Mahkamah Pidana Internasional (ICC) membuka kantor di Kyiv.

Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova dan Jaksa ICC Karim Khan
Pada April lalu, Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova (kiri) dan Jaksa ICC Karim Khan (kanan) mengunjungi kota Bucha, di mana ratusan warga sipil tewas selama invasi RusiaFoto: Volodymyr Petrov/REUTERS

Jaksa Agung dari Ukraina, Polandia, Lituania, dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bertemu di Den Haag pada hari Senin (30/05) dan Selasa (31/05) untuk membahas status penyelidikan atas dugaan kejahatan perang di Ukraina. Pertemuan itu diadakan di badan kerja sama peradilan Uni Eropa, Eurojust, yang mengoordinasikan tugas para jaksa.

Estonia, Latvia, dan Slovakia menandatangani kesepakatan untuk bergabung dengan Lituania, Polandia, dan Ukraina dalam Tim Investigasi Gabungan yang akan membantu mengoordinasikan pembagian bukti kekejaman yang dilakukan di Ukraina melalui Eurojust.

Penghormatan terhadap supremasi hukum sangat penting untuk perdamaian dan keamanan

Setelah pertemuan itu, Jaksa ICC Karim Khan mengatakan bahwa lembaganya berencana "membuka kantor di Kyiv" untuk mendukung penyelidikan. ICC telah mengerahkan tim yang terdiri dari 42 penyelidik, ahli forensik, dan personel pendukung ke Ukraina, menjadikannya pengerahan terbesar dalam sejarah organisasi tersebut.

Khan juga mengatakan kerja tim berdasar pada komitmen masyarakat internasional terhadap supremasi hukum. "Saya pikir ini menunjukkan bahwa ada kesamaan legalitas yang mutlak dan penting, tidak hanya untuk Ukraina, tetapi untuk kelanjutan perdamaian dan keamanan di seluruh dunia," kata Khan.

Hugh Williamson, Direktur Eropa dan Asia Tengah di Human Rights Watch, mengatakan kepada DW, bahwa penting bagi tim investigasi untuk memulai penyelidikan mereka.

"Kantor kejaksaan Ukraina sibuk dengan masalah ini. ICC telah mengirim ahli ke Ukraina juga. Penting bahwa tim-tim ini terkoordinasi dengan baik, berbagi sumber daya, mendukung kantor kejaksaan dalam pekerjaan yang mereka lakukan," ujar Williamson.

Ukraina mengidentifikasi 600 penjahat perang Rusia

Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova, yang juga menghadiri pertemuan itu, mengatakan Ukraina telah mengidentifikasi lebih dari 600 penjahat perang Rusia dan mulai menuntut sekitar 80 di antaranya.

Berbicara kepada DW di Den Haag pada hari Selasa (31/05), dia menolak untuk memberikan pendapat tentang kemungkinan menuntut pejabat senior Rusia seperti Vladimir Putin, meskipun dia menyebut tidak ada keraguan bahwa Presiden Rusia dan timnya "yang memulai perang ini."

"Dalam kasus pengadilan utama kami, kami memiliki lebih dari 600 tersangka kejahatan agresi, semuanya adalah militer tingkat atas, politisi, agen propaganda top, semuanya kecuali presiden, menteri luar negeri, dan perdana menteri, karena mereka memiliki kekebalan fungsional ketika mereka masih duduk di posisi itu," kata Venediktova.

Tiga tentara Rusia telah dihukum di pengadilan Ukraina. Menurut Hugh Williamson dari HRW, ketidakberpihakan adalah masalah utama dalam penyelidikan kejahatan perang di Ukraina.

"Oleh karena itu, kantor kejaksaan Ukraina perlu menilai hal-hal melalui lensa yudisial dan memastikan bahwa persidangan itu bebas dan adil, yang merupakan tugas yang menantang dalam situasi perang," kata Williamson.

Ratusan warga sipil berlindung di sebuah gedung bioskop di MariupolFoto: Pavel Klimov/REUTERS

Berbagai jalan menuju akuntabilitas

Invasi Moskow ke Kyiv telah dikutuk secara luas sebagai tindakan agresi ilegal. Pasukan Rusia dituduh membunuh warga sipil di pinggiran Kyiv dan melakukan serangan berulang kali terhadap infrastruktur sipil di seluruh Ukraina.

Pertemuan di Den Haag bukan satu-satunya tempat untuk meminta pertanggungjawaban. Jaksa di Polandia, Jerman, Lituania, Latvia, Estonia, Prancis, Slovakia, Swedia, Norwegia, dan Swiss telah membuka penyelidikan mereka sendiri.

ha/pkp (AP, dpa, Reuters)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait