Semangat Revolusi Warga Mesir Belum Pudar
9 Februari 2011Harian Kurier yang terbit di Wina Austria berkomentar tentang aksi demonstrasi yang terus terjadi di Mesir :
"Mereka yang haus akan demokrasi dan berasal dari lingkaran yang berbeda menyepakati pembentukan kelompok pimpinan bersama yang selanjutnya akan berbicara atas nama mereka. Ini langkah penting, yang tidak boleh dirampas oleh revolusi dari rezim dan partai oposisi yang disetujuinya. Dan para diplomat barat harus melakukan sesuatu dan menampilkan 'wajah' revolusi yang sangat dibutuhkan. Pemenang yang pasti tidak bisa ditentukan sekarang. Tetapi, apa pun hasil pertarungan taktik antara penguasa lama dan demokrasi baru, setidaknya jutaan warga Mesir tidak kehilangan keberanian untuk berbicara. Dan semangat ini tidak akan bisa diredam begitu saja."
Sementara harian konservatif Inggris The Times menulis tentang perspektif bagi Tunisia dan Mesir :
"Pemerintahan barat telah berpuluh-puluh tahun mendukung rezim di Kairo. Walau pun tidak secara demokratis, namun setidaknya berhasil mewujudkan stabilitas. Namun, penekanan sepihak akan stablitas, membebani pengaturan jangka panjang di Timur tengah. Demokrasi berarti kesempatan terbesar bagi perdamaian di kawasan tersebut. Walau pun mungkin pemerintahan demokrasi di Mesir lebih mungkin terwujud melalui Hamas daripada Mubarak. Realita baru ini menuntut sikap baru dari semua pihak yang terlibat. Karena itu sikap berani dari Menteri Luar Negeri Inggris William Hague perlu disambut. Hague mengeritik ketidakmauan Israel untuk berkompromi dalam masalah pembangunan pemukiman di Yerusalem. Masa depan yang demokratis menawarkan perspektif masa depan yang terbaik bagi Timur Tengah."
Sudan Selatan juga tema yang disoroti oleh media internasional. Harian Luxemburger Wort menganggap jalan keluar damai yang diambil Sudan Selatan sebagai karakter percontohan :
"Istilah bersejarah adalah istilah yang sering digunakan dan disalahgunakan dalam politik. Namun, suara mayoritas warga Sudan Selatan yang menginginkan negara yang independen tidak bisa disangkal lagi adalah peristiwa yang bersejarah. Jika Presiden Bashir memegang janjinya, maka bulan Juli mendatang ia akan membiarkan wilayah selatan membebaskan diri. Ini adalah sikap yang bertentangan dengan prinsip perbatasan koloni dari tahun 1960 yang dianggap suci oleh Afrika. Bahwa, usaha melepaskan diri wilayah selatan dari utara setelah perang saudara berpuluh-puluh tahun berjalan dengan damai, adalah sebuah pengecualian dalam sejarah Afrika. Kasus seperti ini hanya terjadi tahun 1993, saat Eritrea memisahkan diri dari Ethiopia, setelah perang saudara dan referendum."
Terakhir harian Perancis Le Monde juga berkomentar tentang negara baru Sudan Selatan :
"Sudan Selatan tahu persis harga sebuah kebebasan. Yakni, 50 tahun kekerasan dan kelaparan dalam perang bersenjata melawan wilayah utara yang menewaskan jutaan nyawa manusia. Namun, kebebasan ini tidak berarti akhir sebuah perjalanan. Kini, sebuah negara harus dibangun. Negara miskin bagi delapan juta penduduk di atas wilayah yang sama luasnya dengan Perancis. Disana hanya ada jalan sepanjang 100 kilometer, setengah di ibukota Juba, sisanya di sekitar sumber minyak bumi yang dikuasai oleh Cina. Semua harus dibangun, mulai dari sekolah, kantor pemerintahan, rumah sakit dan telekomunikasi."
Vidi Legowo-Zipperer / dpa
Editor : Dyan Kostermans