1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikEtiopia

Pemberontak Etnis Padukan Kekuatan di Etiopia

5 November 2021

Aliansi diumumkan ketika pemberontak Tigray bergerak semakin mendekati Addis Ababa. Kini diplomat lintas negara menggiatkan lobi demi mencegah jatuhnya ibu kota. Meski terdesak, PM Abiy Ahmed tetap bergeming.

Pasukan Etiopia yang ditahan oleh pemberontak Tigray di Mekele
Pasukan Etiopia yang ditahan oleh pemberontak Tigray di Mekele, Juli 2021Foto: Yasuyoshi Chiba/AFP

Dua kelompok pemberontak di Etiopia membenarkan pembentukan aliansi sembilan faksi, termasuk Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), pada Jumat (5/11). Kepada Reuters, kedua grup tersebut, Tentara Pembebasan Oromo (OLA) dan Gerakan Demokratik Agaw (ADM) di Amhara, mengatakan persekutuan itu disepakati untuk memaksakan transisi politik dan pergantian kekuasaan di Etiopia.

Selain ketiga kelompok etnis, pemberontak suku Gumuz juga dikabarkan ikut memadu aliansi yang akan diberi nama Front Persatuan Kekuatan Federal dan Konfederasi Etiopia itu. Mereka mengklaim ingin mengakhiri "kekuasaan Perdana Menteri Abiy Ahmed" terhadap "bangsa Etiopia."

Juru bicara Abiy, Bilene Seyoum, menanggapi gelombang baru pemberontakan etnis di Etiopia dengan merujuk pada hasil pemilihan umum. Abiy berkuasa sejak memenangkan pemilu pada 2018 lalu menyusul demonstrasi massal anti-pemerintah. Partainya kembali terpilih pada bulan Juni silam.

"Terbukanya ruang politik tiga tahun silam menjadi kesempatan baik bagi semua kelompok untuk menyelesaikan perbedaan melalui surat suara pada Juni 2021," kata dia, tanpa mengomentari langsung pembentukan aliansi pemberontak.

Aliansi diumumkan di tengah kunjungan Utusan Khusus Amerika Serikat, Jeffrey Feltman, di Addis Ababa selama dua hari. Kamis (4/11) kemarin, dia bertemu dengan Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki, dan menteri pertahanan, menteri keuangan dan wakil perdana menteri Etiopia, menurut Kementerian Luar Negeri AS. Baik OLA ataupun ADM mengatakan penandatanganan perjanjian aliansi akan dilakukan di Washington pada Jumat ini.

Pembagian wilayah administrasi Etiopia berdasarkan kelompok etnis

Lobi politik cegah serangan terhadap ibu kota

Konflik tidak menyurut di Etiopia setahun setelah PM Abiy mendeklarasikan perang terhadap Tigray pada November 2020. Namun perlahan, pertaruhannya melawan TPLF yang tergolong kuat berubah menjadi bumerang. Saat ini TPLF sudah menguasai kota Kombolcha yang menjadi persimpangan terakhir di utara untuk menuju ibu kota.

Pekan ini, kelompok yang tergolong bersenjatakan berat itu berniat bergerak mendekati Addis Ababa. Pemerintah Etiopia bereaksi dengan menyerukan penduduk ibu kota untuk melawan dan berjanji akan "mengubur musuh dengan darah sendiri," tulis PM Abiy Ahmed dalam sebuah unggahan yang kemudian diturunkan Facebook lantaran dinilai menghasut kekerasan.

Jumat (5/11), Dewan Keamanan PBB akan bertemu sore hari di New York, AS, buat membahas nasib Etiopia. Kepada DPA, lingkaran diplomat Eropa mengatakan ke15 anggota dewan sedang menyiapkan resolusi, yang sempat ditunda pada Kamis kemarin menyusul permintaan Rusia. Pada hari yang sama, Kedutaan Besar AS di Addis Ababa mulai mengizinkan sejumah pegawai untuk mengungsikan diri.

Saat ini diplomat lintas negara sedang mencari cara menghentikan serangan terhadap ibu kota Etiopia. Utusan Khusus AS, Jeffrey Feltman, dikabarkan giat melobi agar militer Etiopia menyepakati gencatan senjata. Sementara itu, Presiden Uganda, Yoweri Museveni, mengundang negara-negara blok Afrika Timur untuk bertemu pada 16 November mendatang.

"Pertumpahan darah harus berakhir," kata Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta, dalam sebuah keterangan pers. Pemerintahannya mendukung sikap blok Afrika Timur untuk aktif melobi kedua pihak yang bertikai untuk mau berdialog.

rzn/vlz (ap,dpa,rtr)

Konservasi Hutan di Ethiopia

03:34

This browser does not support the video element.

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait