Sempat Anjlok, Harga Minyak Dunia Menguat Berkat AS-Rusia
31 Maret 2020
Harga minyak mentah dunia sempat anjlok ke titik terendah karena pandemi virus corona dan perang harga berkelanjutan antara Rusia dan Arab Saudi. Namun, harga minyak kini kembali menguat berkat kesepakatan AS-Rusia.
Iklan
Harga minyak dunia kembali menguat pada Selasa (31/3), setelah sehari sebelumnya sempat jatuh ke harga terendahnya dalam 18 tahun terakhir karena pandemi virus corona.
Harga minyak West Texas Intermediate melonjak 7,3 persen menjadi $ 21,5 atau sekitar Rp 351 ribu per barel. Sementara minyak mentah Brent, yang menjadi patokan internasional, naik 3,3 persen pada $ 23,5 atau sekitar Rp 384 ribu per barel.
Sebelumnya pada Senin (30/3), harga minyak mentah dunia sempat jatuh karena pemerintah di seluruh dunia memberlakukan langkah-langkah pembatasan sosial untuk membendung penyebaran virus corona.
Krisis ini membuat harga minyak semakin anjlok, di tengah perang harga yang juga terus berlangsung antara Arab Saudi dan Rusia.
Trump dan Putin sepakat stabilkan harga minyak
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (30/3), untuk membahas anjloknya harga minyak dan perang harga yang terus berlangsung antara Rusia dan Arab Saudi.
Kedua presiden sepakat bahwa para menteri energi mereka akan mengadakan pembicaraan tentang langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk menstabilkan pasar minyak global.
"Mereka (Rusia dan Arab Saudi) menjadi gila," kata Trump kepada Fox News, pada Senin (30/3). "Dan kita tidak ingin industri kita mati."
Minyak mentah AS sempat turun di bawah $ 20 atau sekitar Rp 327 ribu per barel pada Senin (30/3) pagi.
Menurut kepala ahli strategi pasar global AxiCorp, Stephen Innes, kesepakatan antara AS-Rusia itu telah membahas soal perang harga antara Rusia dengan Arab Saudi, dan kemungkinan AS melonggarkan sanksi ekonominya terhadap Rusia.
Arab Saudi akan tingkatkan ekspor minyak ke rekor tertinggi
Sebelumnya pada Senin (30/3), Arab Saudi mengumumkan akan meningkatkan ekspor minyaknya ke rekor tertinggi yakni 10,6 juta barel per hari. Langkah ini akan dimulai pada Mei mendatang, sebagai upaya memenangkan persaingan minyak dengan Rusia.
"Arab Saudi berencana untuk meningkatkan ekspor minyaknya sebesar 600.000 barel per hari mulai Mei," ujar seorang pejabat kementerian energi Arab Saudi kepada kantor berita SPA yang dikelola pemerintah, sehingga total ekspor hariannya menjadi 10,6 juta barel.
Arab Saudi adalah pengekspor minyak utama dunia dan telah melakukan peningkatan tajam dalam angka ekspornya selama bulan April.
Secara keseluruhan, Arab Saudi akan menambah 3,6 juta barel minyak per hari untuk pasokan global karena harga minyak terus turun.
pkp/gtp (AP, AFP, dpa, Reuters)
7 Perusahaan Minyak yang Paling Berdosa Atas Perubahan Iklim
Tujuh perusahaan minyak bertanggungjawab atas produksi separuh emisi CO2 dari perusahaan swasta selama 25 tahun terakhir. Sebagian perusahaan bahkan aktif membiayai kampanye untuk menyangkal fenomena perubahan iklim
Foto: picture-alliance/dpa
1. Chevron Texaco - 51,1 Gt Co2e
Raksasa minyak AS Chevron Texaco mendapat penghargaan miring "Public Eye on Davos" tahun 2015 silam, lantaran mengabaikan kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun. Menurut studi ilmiah yang dipublikasikan pada Jurnal Perubahan Iklim, Chevron memproduksi 51,1 gigaton emisi gas rumah kaca, alias 3,52% dari semua emisi CO2 yang diproduksi manusia sejaki 1750.
Foto: Getty Images
2. ExxonMobil - 46,67 Gt Co2e
Perusahaan AS yang mengelola blok Cepu di Indonesia ini berada di urutan kedua daftar perusahaan pendosa iklim terbesar sejagad. Selama 25 tahun terakhir ExxonMobil memproduksi 46,67 gigaton CO2 atau sekitar 3,22% dari total emisi gas rumah kaca yang diproduksi manusia.
Foto: AP
3. BP - 35,84 Gt Co2e
Raksasa minyak Inggris, BP, memproduksi 35,84 gigaton CO2 atau sekitar 2,47% dari total emisi dunia. Perusahaan ini pernah mendulang reputasi buruk ketika anjungan minyak lepas pantainya di Teluk Meksiko "Deepwater Horizon" meledak dan mencemari laut sekitar. Kerugian yang ditimbulkan saat itu bernilai 7,8 miliar Dollar AS.
Foto: Reuters
4. Royal Dutch Shell - 30,75 Gt Co2e
Shell aktif memproduksi dan berjualan minyak di lebih dari 140 negara. Tidak heran jika perusahaan yang bermarkas di Den Haag, Belanda ini tercatat telah memproduksi 30,75 gigaton emisi gas rumah kaca. Jejak karbon Shell berkisar 2,12% pada keseluruhan gas CO2 yang diproduksi manusia sejak 1750.
Foto: Reuters/T. Melville
5. Conocophillips - 16,87 Gt Co2e
Conocophillips saat ini mengaku memiliki lebih dari 20.000 jaringan stasiun pengisian bahan bakar di seluruh dunia. Perusahaan yang ikut mengebor minyak di Laut Timor ini tercatat memproduksi 16,87 gigaton gas CO2 selama 25 tahun terakhir. Padahal Conoco sudah berdiri sejak 1875.
Berdiri sejak 1883, Peabody Energy adalah perusahaan batu bara swasta terbesar di dunia. Perusahaan ini juga aktif membiayai kampanye buat menyangkal fenomena perubahan iklim. Tidak heran karena Peabody Energy memproduksi 12,43 gigaton emisi gas rumah kaca sejak dekade 1980an.
Foto: Reuters/B. McDermid
7. Total S.A - 10,79 Gt Co2e
Total sering dikecam karena antara lain menyokong rejim militer dan menggagas penggusuran paksa di Myanmar buat membangun pipa minyak. Perusahaan Perancis ini juga terlibat dalam pencemaran berat di Siberia Selatan. Sejak 25 tahun terakhir Total telah memproduksi 10,79 gigaton emisi gas rumah kaca. (rzn/as - Guardian, Climate Accountability Institute)