Tidak peduli siapa yang menang pada perang masa depan antara Taiwan dan Cina, itu akan menjadi “kemenangan yang menyedihkan,” kata Menteri Pertahanan Taiwan Chui Kuo-cheng pada Kamis (10/03).
Iklan
Berbicara kepada wartawan sebelum sesi parlemen tentang implikasi keamanan dari invasi Rusia ke Ukraina, Menteri Pertahanan Taiwan Chui Kuo-cheng mengatakan, kedua belah pihak akan membayar harga yang mahal jika terjadi konflik antara Cina dan Taiwan, di mana Beijing berjanji untuk merebut kembali, dengan kekerasan jika perlu.
"Jika ada perang, terus terang, semua orang akan sengsara, bahkan untuk pemenangnya,” katanya.
"Seseorang benar-benar perlu memikirkan ini secara matang,” tambah Chiu. "Semua orang harus menghindari perang.”
Sementara Taiwan telah meningkatkan level siaganya sejak meletusnya perang di Ukraina, di saat yang sama Angkatan Udara Cina terus melakukan misi sesekali ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan.
"Kami melihat perubahan dengan tenang dan kami siap untuk itu,” kata Chiu tentang Cina.
Dewan Urusan Deretan Taiwan yang membuat kebijakan Cina pada Rabu (09/03) mengatakan, laporan kepada sesi parlemen jika Cina terlalu sibuk memastikan stabilitas untuk kongres utama Partai Komunis pada akhir tahun dibanding meningkatkan ketegangan dengan Taiwan.
Menengok Kamp Pelatihan Unit Angkatan Laut Paling Elit Taiwan
Diterima di unit elit Pengintaian dan Patroli Amfibi Taiwan (ARP) sama sulitnya dengan menjadi pasukan SEAL Angkatan Laut Amerika Serikat. Para kandidat harus lolos ujian dan pelatihan berat selama beberapa pekan.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Tangguh seperti pasak baja
Program pelatihan bagi mereka yang ingin bergabung dengan unit angkatan laut elit Taiwan berlangsung selama 10 minggu. Tahun ini, 31 peserta lolos tes untuk mengikuti program ini, tetapi hanya 15 orang yang akan diterima. Di pangkalan angkatan laut Zuoying di Taiwan selatan, tubuh dan jiwa benar-benar diuji — satu latihan mengharuskan peserta tidur di atas beton yang dingin.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Disiram air dingin
Setelah menghabiskan sepanjang hari di laut, peserta pelatihan disiram dengan air dingin. Lelah dan gemetar, mereka berdiri di dermaga. Tujuan dari kamp pelatihan ini adalah untuk menempa para peserta mengembangkan kemauan yang kuat. Tidak peduli seberapa sulit misi mereka, kesetiaan terhadap rekan-rekan mereka, dan angkatan laut harus teguh.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Latihan berat di pantai
Yu Guang-Cang ikut dalam latihan di pantai. Sepintas terlihat seperti latihan senam bis. Namun, sebetulnya peserta melakukan latihan berat, mulai dari "long march" hingga berjam-jam dan latihan di dalam air. Instruktur mereka memiliki reputasi sebagai orang yang tegas tanpa kompromi. Waktu istirahat pendek dan jarang. Sering kali hanya ada waktu untuk minum seteguk dan ke toilet.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Cat perang
Seorang peserta pelatihan berjuang melawan kelelahan saat dia diolesi cat kamuflase. Semua peserta ikut secara sukarela. Kebanyakan ingin menguji coba batas ketangguhannya. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mensimulasikan tantangan berat perang. Komandan angkatan laut mengharapkan, para peserta dapat difungsikan ketika keadaan menjadi sangat gawat.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Hanya semangat baja yang lulus
Para kandidat menghabiskan sebagian besar waktu mereka di laut atau kolam renang. Mereka harus belajar menahan napas untuk waktu yang cukup lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyerbu pantai dari laut. Sering kali untuk aksinya kaki dan tangan mereka diikat. Latihan ini bukan untuk mereka yang cengeng.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Mendekati batas peregangan
Para peserta tidak hanya harus lulus tes kekuatan dan daya tahan, mereka juga menghadapi beberapa latihan peregangan ekstrem. Ou Zhi-Xuan yang berusia 25 tahun menangis kesakitan saat dia diregangkan mendekati batas kelenturan. Jika ada yang melawan instruktur saat berada di bawah tekanan berat, mereka segera dikeluarkan dari program ARP.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Dihina dan dilecehkan
Tentu saja, para kandidat harus berlatih sambil mengenakan perlengkapan tempur. Mereka harus menghadapi semburan pelecehan dan penghinaan dari instruktur unit elit angkatan laut. Pesrta mendapat istirahat satu jam setiap enam jam. Selama waktu ini, mereka harus makan, biasanya bawang putih untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, mendapatkan bantuan medis, pergi ke toilet, dan tidur.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Jalan berbatu menuju surga
Latihan terakhir disebut "jalan menuju surga." Peserta pelatihan harus mengatasi rintangan yang unik. Mereka dipaksa untuk merangkak, praktis telanjang, di jalan berbatu, dan melakukan push-up, meskipun mereka sudah lelah dari minggu-minggu sebelumnya. "Saya tidak takut mati," kata salah satu peserta pelatihan, Fu Yu, 30 tahun.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Diberi selamat dengan bunyi lonceng
Xu De-Yu menandai akhir dari kamp pelatihan ARP dengan membunyikan lonceng. Dia adalah salah satu yang "beruntung" lulus ujian. "Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela," tegas instruktur Chen Shou-lih, 26. Pesannya kepada para peserta: "Kami tidak akan menyambut Anda bergabung begitu saja, hanya karena Anda ingin datang." (rs/as)
Foto: ANN WANG/REUTERS
9 foto1 | 9
Belajar dari strategi Ukraina
Ahli strategi militer Taiwan telah mempelajari invasi Rusia ke Ukraina dan perlawanan negara itu.
"Ukraina, di bawah kondisi yang tidak menguntungkan dari musuh yang lebih besar dari mereka, telah secara efektif menunda kegiatan tempur militer Rusia,” kata Kementerian Pertahanan Taiwan dalam laporan terpisah pada Kamis (10/03).
Militer Taiwan telah "merujuk” pengalaman Ukraina untuk bisa memanfaatkan pertempuran di tanah airnya dan memasukkan "perang asimetris” ke dalam perencanaannya sendiri, tambah kementerian itu. Chiu mengatakan krisis Ukraina telah memberi Taiwan "banyak pelajaran”.
"Kita harus membela negara kita sendiri,” tambahnya, ketika ditanya oleh seorang anggota parlemen apakah Taiwan bisa mengandalkan bantuan asing saat perang dengan Cina.
"Di mata saya, Selat Taiwan tidak pernah menjadi tempat yang aman.”
Sementara itu, Direktur Jenderal Biro Keamanan Nasional Chen Ming-tong mengatakan kepada anggota parlemen bahwa dalam pekerjaan sebelumnya sebagai kepala Dewan Urusan Daratan, dia memiliki jaringan "hotline” ke Cina di mejanya.