Sengketa Gas Rusia-Ukraina Semakin Gawat
2 Januari 2006Dengan tindakan itu, Moskow terus melancarkan tekanan politik terhadap Kiev. Harian Italia La Republicca yang terbit di Roma menulis komentar, Rusia ingin kembali menjadi negara adidaya. Lebih lanjut harian ini menulis :
Pemerintah di Moskow mendefinisikan dirinya sendiri, sebagai amat cerdik dan patriotik. Dan dengan begitu, mereka siap melakukan segala cara, untuk membuat Rusia kembali berjaya. Sekarang, ketika Moskow menghentikan pemasokan gas ke Ukraina, yang juga dapat berdampak ke seluruh Eropa, ditunjukan dengan jelas gambaran para pimpinan di Kremlin. Sasaran utama dari fase ini, adalah secepatnya menciptakan kembali keseimbangan geo-politik. Rusia hendak kembali memainkan peranan sebagai negara adidaya, setelah 14 tahun lamanya menjadi negara yang diremehkan di panggung politik dunia.
Harian Bulgaria Nepszabadsag yang terbit di Budapest berkomentar, Kiev harus melakukan reformasi dari ekonomi yang menghambur-hamburkan energi.
Jika setelah dihentikannya pemasokan gas dari Rusia, Kiew memandang pasokan gas untuk negara Eropa lainnya sebagai sandera, berarti dilakukan kesalahan fatal. Karena tindakan ini merupakan aksi tidak bersahabat terhadap Uni Eropa. Hal itu akan menihilkan semua upaya pembaruan politik di Ukraina, termasuk juga untuk mencapai status calon anggota Uni Eropa. Pada akhirnya, ekonomi Ukraina juga yang akan menderita akibatnya. Yang lebih baik adalah, jika Ukraina menyelaraskan industrinya yang boros energi, pada tatanan harga gas dari Rusia yang akan menjadi lebih mahal.
Sementara harian Swiss Basler Zeitung yang terbit di Basel menulis komentar, sekarang harus dicari alternativ politik energi.
Di tatanan internasional, Moskow kehilangan statusnya sebagai negara adidaya. Akan tetapi, sekarang Rusia secara terarah, memanfaatkan kekayaan energinya untuk tujuan geo-politik. Apakah ini tidakan pelecehan, atau hukuman dari Kremlin untuk negara tetangganya, yang tidak disukai gara-gara revolusi oranye, yang jelas dikte harga dari Rusia terhadap Ukraina, tidak dapat diterima oleh Eropa. Tindakan ini harus ditanggapi sebagai tanda bahaya oleh Uni Eropa. Ketimbang memperkuat ketergantungan kepada Rusia, seharusnya Uni Eropa mencari alternativ politik energi.
Tema lainnya yang juga disoroti oleh harian-harian internasional adalah konflik internal di kawasan otonomi Palestina. Anarki dan kekacauan di kawasan otonomi, merupakan ancaman bagi impian akan berdirinya sebuah negara Palestina yang berdaulat. Harian Inggris Independent yang terbit di London menulis, peristiwa penculikan warga asing, memperburuk citra Palestina di tatanan internasional. Lebih lanjut harian ini menulis :
Jika aksi penculikan semacam itu berlanjut, penanaman modal asing di wilayah Palestina akan segera dihentikan. Perusahaan mana yang mau mengirimkan uang atau tenaga ahlinya, ke sebuah negara, dimana semua itu dengan gampang dapat dirampok atau diculik ? Para penculik, merendahkan secara fatal otoritas dari presiden Palestina, Mahmud Abbas. Masadepan bagi sebuah negara Palestina yang berdaulat dapat terancam oleh tindakan semacam itu.
Sementara harian Perancis Liberation yang terbit di Paris menulis, harapan yang mulai bersemi di Palestina kini terancam padam.
Jendela ke masa depan, ibaratnya telah dibuka melalui angin demokrasi yang bertiup ke wilayah Palestina. Akan tetapi, jendela ini sekarang nyaris ditutup kembali dengan keras, di depan hidung pendukung perdamaian. Memang menjelang pemilu parlemen, harapan belum seluruhnya musnah. Akan tetapi, harapan bahwa Israel dan Palestina dapat kembali menggelar proses perdamaian, semakin pudar setahun setelah terpilihnya Abbas menjadi presiden.