Sengketa Perdagangan Redam Potensi Pertumbuhan di Asia
26 September 2018"Resiko meningkat dan membuat suram prospek ekonomi," kata Yasuyuki Sawada, Kepala Ekonom Bank Pembangunan Asia ADB, ketika merilis laporan terbaru ADB. Perang dagang antara AS dan Cina bisa menganggu pemasokan barang di kawasan dan ada risiko arus modal keluar mendadak jika bank sentral AS Federal Reserve menaikkan suku bunga lebih cepat.
ADB memprediksikan pertumbuhan ekonomi di Asia 5,8 persen untuk 2019. Inilah angka terendah sejak 2001: Laporan ADB mencakup 45 negara di kawasan Asia-Pasifik. Perkiraan terbaru ADB itu belum memasukkan perang tarif baru yang baru saja diberlakukan oleh AS dan Cina pada hari Senin (24/9).
Sawada mengatakan, langkah-langkah itu tidak akan secara signifikan mengubah perkiraan pertumbuhan ADB, namun dampak negatif konflik perdagangan "akan meningkat" harus dimonitor secara ketat.
Perekonomian Cina diperkirakan tumbuh 6,3 persen pada 2019, lebih lemah daripada perkiraan pertumbuhan untuk 2018 yang mencapai 6,6 persen.
Dia mengatakan, konsumsi domestik di Cina "tampaknya cukup kuat dan mendukung pertumbuhan sampai 6,6 persen tahun ini. Tetapi harus diakui, kita tidak tahu (bagaimana) eskalasi lebih lanjut dari sengketa perdagangan ini memengaruhi sentimen konsumen."
Beijing sendiri menetapkan target pertumbuhan sekitar 6,5 persen tahun ini. Pihak berwenang Cina berjanji mereka masih dapat memenuhi target 2018, dan telah mulai menggulirkan langkah-langkah peningkatan pertumbuhan menghadapi ancaman perang dagang dengan AS.
Inflasi di Asia Tenggara masih terkendali
Untuk Asia Tenggara, pertumbuhan ekspor yang moderat akan mempercepat inflasi, arus modal keluar telah meredupkan prospek pertumbuhan tahun ini yang diproyeksikan melambat menjadi 5,1 persen, lebioh rendah dari perkiraan Juli lalu sebesar 5,2 persen.
"Para pembuat kebijakan memiliki serangkaian alat kebijakan untuk mengelola kantong-kantong kerentanan dan menjaga stabilitas, tetapi mereka harus diterapkan secara hati-hati," kata Sawada.
Inflasi di kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan tetap terkendali, dibantu oleh faktor-faktor spesifik Maing-masing negara seperti inflasi harga makanan moderat di India dan Cina dan subsidi bahan bakar di Indonesia dan Malaysia, kata ADB.
ADB selanjutnya mengatakan, pemerintahan Asia memiliki "ruang kebijakan yang cukup untuk menangani" goncangan dan tekanan dari depresiasi mata uang.
"Perdagangan antar regional di Asia setinggi hampir 50 persen dari total perdagangan, dan ini tampaknya meningkat seiring waktu," kata Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada.
"Asia dulu adalah pabrik global dan semua orang memandang ekonomi Asia sebagai pemasok, tetapi jika kita lihat sekarang, lebih dari setengah kelas menengah global hidup di Asia," tambahnya.
hp/yf (dpa, rtr, afp)