1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Seni

Seniman Indonesia di Berlin berkisah tentang para Binatang

Sorta Caroline
15 Januari 2019

Lewat Wayang Rajakaya, Herlambang Bayu Aji berkarya di Berlin, Jerman. Lakonnya berkisah tentang tingkah para binatang sebagai metafora Indonesia.

Berlin Herlambang Bayu Aji Schattentheater
Herlambang Bayu Aji dengan Sarah dalam pementasan wayang 'Die Kuh', Teater Kleinenform Berlin, Februari 2017Foto: DW/S. Caroline

‘‘Meski zaman sudah maju hukum rimba tetap berlaku, yang besarlah yang kuat….” begitulah alunan lagu yang terdengar menemani Herlambang Bayu Aji berkisah lewat Wayang Rajakaya. Rajakaya dalam bahasa Jawa berarti binatang ternak berkaki empat.

Seniman kelahiran 1982 ini aktif berkarya di Berlin. Tokoh- tokoh dalam Wayang Rajakaya punya keunikan tersendiri yang terlihat dari elemen tubuhnya yang unik, berbeda dengan tokoh-tokoh wayang Purwa yang kerap mengisahkan Ramayana, Mahabharata, dan Panji. Kisah Wayang Rajakaya ini seringkali mengadaptasi dongeng anak ala Grimm bersaudara.

Di suatu sore di Theater Der Kleinen Form, Bayu mementaskan "Die Kuh” (Sapi - Red), wayang yang bercerita tentang seekor sapi bernama Sarah. Sarah memiliki kehidupan yang nyaman di kandangnya yang penuh rumput hijau, dibentengi tembok yang aman dan air segar yang mudah didapat. Kehidupan yang nyaman nyatanya membuat Sarah begitu angkuh, enggan bekerja keras dan tidak berniat mengembangkan potensinya.

Koleksi Wayang Bayu Aji beserta instrumen tradisional dan modern pengiring pagelaranFoto: Herlambang Bayu Aji

Nasib malang pun menimpa Sarah. Tsunami seketika meluluhlantahkan kota. Kandang yang nyaman pun hancur, rumput hijau hamparan makanannya pun berganti gundukan lumpur. Perjalanan menuju padang baru, membuka wawasan Sarah, mengajari Sarah arti persahabatan, dan perjuangan yang tidak pernah berhenti.

Hingga kini, Bayu telah membuat sekitar 200 wayang dari kertas/karton  hingga kulit sapi. Kepada Deutsche Welle, Bayu pun menjelaskan lebih lanjut tentang Wayang Rajakaya

Bagaimana awal kisahnya hingga merintis ide Wayang Rajakaya ini?

Saya memang studi seni lukis di Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2001, tapi toh akhirnya perjalanan karya saya cenderung pada bentuk dan wujud wayang. Wayang waktu itu (sampai sekarang) adalah suatu media pengungkapan ekspresi yang lengkap, tidak hanya rupa tapi juga sastra, musik, dan teater. Saya tertarik dengan hewan-hewan ternak, saya pun kerap menjadikan sapi sebagai figur-figur utama dalam lukisan-lukisan saya waktu itu. Saya pun menulis cerita wayang tentang kehidupan binatang-binatang ternak.

Mengapa sapi sering dijadikan figur utama?

Sapi saya gunakan sebagai simbol untuk menggambarkan Indonesia, yang punya banyak potensi seperti susu yang bisa diolah jadi beberapa macam makanan yang sehat, dagingnya yang empuk dan juga tenaganya yang kuat, kulit, tanduk, macam-macam. Tapi si sapi tidak menyadari bahwa ia punya potensi yang kuat dan puas dengan hidup bersama petani karena dilayani, tidak harus mencari makanan, minum, dan juga merasa teramankan – mereka dipagari – agar tidak diserang binantang buas. Justru petani ingin merampas kemerdekaan dia.

Lantas bagaimana kisahnya sampai Bayu bisa berkarya sampai ke Jerman?

Sejak tahun 2005 saya sempat beberapa kali diundang untuk melakukan proyek-proyek seni dan kebudayaan. Mulai dari memberi workshop, melakukan pementasan, berpameran. Sejak  tahun 2010, ia menetap di Jerman dan berkeluarga di sini.

Apa yang ingin disampaikan Bayu lewat setiap lakon Wayang Rajakaya?

Tentunya setiap lakon wayang Rajakaya memiliki pesan moral yang berbeda-beda. Ada tentang persahabatan, solidaritas, rendah hati, maaf, ketegaran dalam berjuang menghadapi rintangan, siap menolong siapapun, kerja sama dan lainnya. Pesan kreatifnya, siapapun boleh bermain wayang, boleh mengarang cerita sendiri dan menceritakannya melalui wayang. Tidak harus selalu cerita-cerita soal tradisi.

Camilla Kussl and Dorle Feber turut berkolaborasi dengan Herlambang Bayu Aji dalam pementasan Wayang RajakayaFoto: DW/S. Caroline

Bagaimana dengan gagasan-gagasan lagu pengiring wayang?

Wayang Rajakaya terbuka dengan jenis musik pengiringnya, tidak harus selalu dengan satu jenis/genre/warna musik. Sebagian besar lagu pengiring wayang saya tulis sendiri. Saya pun didukung oleh Camilla Kussl dan Dorle Feber. Dorle pun mengaransemen lirik yang saya buat. Saya juga membawakan lagu-lagu karya Ki Narto Sabdo, Ngadimin, grup band Boomerang dan Iwan Fals, tergantung lakonnya.

Apa tantangan dan kesukaan berwayang di negeri orang?

Tantangannya harus ekstra pentas dengan Bahasa Jerman yang tergolong sukar. Hal ini kerap membuat proses latihan menjadi semakin lama. Tidak seperti di Indonesia, di Jerman sulit sekali menemukan orang-orang yang bisa bekerja sama dan mempunyai waktu yang cocok dengan kita untuk sama-sama berproses. Sukanya bisa memilki kesempatan mementaskan wayang di Eropa, memperkenalkan wayang Rajakaya di Jerman, bisa bertemu dengan penggiat seni boneka lainnya dan saling bertukar pengetahuan.

Foto: DW/S. Caroline

Lantas karya apa selanjutnya yang sedang digarap?

Selain menyiapkan satu kolaborasi pementasan boneka bersama seniman boneka lainnya. Kini saya sedang banyak mengerjakan karya grafis cetak tinggi atau lino cut. Saya pun akan menyiapkan pembukaan LINOTHEK, beranda peminjaman karya grafis saya – jadi setiap orang bisa punya akses menikmati seni yang buat lebih mudah dan murah tanpa harus memilikinya dengan syarat dan ketentuan-ketentuan. Rencanaya hanya untuk negara bagian Berlin saja ya…

Wayang Rajakaya mendapat respon positif dari para ‘Berliner‘. Penikmat wayang atau schattentheater Bayu pun beragam, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Isabell, salah seorang anak yang ikut menonton pagelaran pun  menggambarkan kekagumannya  terhadap cara Bayu membuat figur wayang, musik, teknik pencahayaan dan gambar: "Sangat bagus," ungkapnya. Terrence Röfke(47) seorang warga Berlin pun turut berkomentar, ’’Menarik sekali, dari lagu, suasana berbeda dibangun, figur yang menarik dari Sarah dan juga ada kisah terkait tsunami. Sangat Indah!’’

Lewat Herlambang Bayu Aji, keluarga Jerman pun dapat menikmati pagelaran wayang sekaligus mengajarkan nilai positif kepada anak-anak. Biasanya satu tiket pagelaran Wayang Rajakaya bisa dibandrol dengan harga 6 euro atau berkisar 95 ribu rupiah. pementasan ini berdurasi sekitar 45menit.