Senja Kala Imperium Erdogan?
30 Desember 2013 Sejak satu dekade kekuasaannya di selat Bosporus, Recep Tayyip Erdogan membangun citra yang hingga kini masih terbukti, ia justru semakin mengganas saat terdesak.
Maka ketika skandal korupsi menyapu Ankara sejak pertengahan Desember silam, apa yang lantas terjadi sudah bisa ditebak sebelumnya. Erdogan merombak kabinet, ia mengancam jaksa agung dan memecat ratusan perwira kepolisian yang terlibat menyelidiki kasus korupsi di pemerintahannya.
"Mereka berteriak Gezi dan memecahkan jendela. Sekarang mereka menuduh korupsi. Konspirasi ini akan gagal," katanya di hadapan simpatisan Partai AKP, Sabtu (28/12) di povinsi Manisa. Erdogan mengingatkan betapa ribuan manusia yang menduduki Taman Gezi beberapa bulan lalu tidak mampu menggoyang kekuasaan "sultan dari Ankara" itu.
Momok terbesar berwujud Gulen
Erdogan berjanji akan membebaskan Turki dari "organisasi ilegal" dan sebuah "negara dalam negara". Opini publik saat ini menilai gerakan Gulen adalah yang bertanggungjawab mengungkap skandal korupsi di tubuh pemerintahan.
Gerakan yang dipimpin Fethullah Gülen itu punya pengikut di berbagai lembaga pemerintah. Gulen dan Erdogan adalah bekas teman seperjuangan yang memerangi pemerintahan junta militer pada dekade 90-an. Kini gerakan tersebut dinyatakan sebagai musuh negara, keanggotaan di dalamnya bisa berujung pada pemecatan atau penjara.
Ketika Erdogan menampilkan sisi garangnya, menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu justru bersikap lunak dengan menyerukan gerakan Gulen untuk berdialog. Menurutnya, serupa dengan tuntutan publik pemerintah bertekad untuk memerangi korupsi. Gulen dari pengasingan di Amerika Serikat menyangkal kelompoknya terlibat mengungkap skandal korupsi buat menjatuhkan pemerintahan Erdogan.
Skandal Menggoyang AKP dan Pemerintah
Skandal korupsi sejauh ini adalah cobaan terberat buat Erdogan yang ingin menyelamatkan kekuasaannya lewat pemilu tahun depan. Partainya, AKP, terpecah. 25 Desember lalu, Menteri Ekonomi, Caglayan, Menteri Dalam Negeri Güler dan Menteri Lingkungan Hidup Bayraktar mengundurkan diri dari jabatannya. Pada hari yang sama Erdogan merombak kabinet.
Sejauh ini empat anggota parlemen asal AKP juga melengserkan diri. Kepada media, Erdogan menuding mereka sebagai "pengkhianat." Kata-kata serupa menghantui aparat pemerintah. Jaksa Agung Muammer Akkas mengeluhkan, ia menghadapi sikap non-kooperatif lembaga negara terkait penyelidikan skandal korupsi. Kepolisian bahkan mengabaikan perintahnya untuk menangkap sejumlah tersangka.
Pemerintah sebelumnya merombak struktur utama mabes kepolisian dengan menempatkan bekas Gubernur Provinsi Aksaray sebagai kepala yang baru. Aksaray termasuk orang terdekat Erdogan. Ankara kemudian mengeluarkan dekrit yang mewajibkan perwira kepolisian melaporkan penyelidikan rahasia yang sedang berjalan kepada atasan masing-masing.
Menjadikan Turki Serupa Rusia
Erdogan berambisi menjadi presiden dengan kekuasaan yang diperluas. Untuk itu sang perdana menteri telah memastikan jabatan simbolik itu akan mendapat kewenangan tambahan mulai tahun depan. Tapi gelombang protes dan skandal korupsi yang menyapu Ankara mengancam masa depan politiknya.
"Ia belum pernah terdesak seperti sekarang ini. Erdogan beberapa bulan lalu masih mengira ia tidak tersentuh dan bisa memperluas kekuasaannya langkah demi langkah," kata Lale Akgün, Politikus Jerman kelahiran Turki.
Terlebih, Presiden Abdullah Gül yang awalnya bakal diplot menjadi perdana menteri bayangan di bawah Erdogan, mulai menjauh dari sang perdana menteri. Baru-baru ini ia berjanji pihaknya tidak akan membiarkan "siapapun menutup-nutupi kasus korupsi" di tubuh pemerintah. Ia juga yakin, kejaksaan "akan mengungkap tuntas kasus tersebut."
"Apa yang seharusnya kita lakukan saat ini adalah memantau proses hukum dengan tenang dan bijak, seperti yang terjadi di setiap negara demokratis dan transparan," sanggahnya di hadapan wartawan.
Sikap Gül melengkapi keruntuhan rencana politik Erdogan. Sebagian pengamat bahkan meyakini, Abdullah Gül bisa mengalahkan Erdogan dalam pemilihan umum. Setidaknya menurut jajak pendapat terakhir yang dirilis harian Hüriyet, Gül lebih populer ketimbang sang perdana menteri.
rzn/hp (ap,rtr,afp,dpa)