Seperempat Lelaki Asia Pernah Memperkosa
10 September 2013Sedikitnya satu diantara 10 lelaki Asia mengaku pernah memperkosa perempuan yang bukan pasangannya, begitu temuan sebuah studi yang diselenggarakan sejumlah badan PBB dan diterbitkan Selasa (10/09/13) di jurnal online Lancet Global Health.
Lebih mencengangkan lagi, bila „pasangan dan pacar“ dimasukkan dalam kategori umum perempuan, maka angka lelaki yang pernah memerkosa melejit menjadi 25%. Begitu konklusi penelitian terhadap 10 ribu lelaki antara usia 18 hingga 49 di Bangladesh, Cina, Kamboja, Indonesia dan Papua Nugini.
Faham Patriarki Sebagai Pemicu
“Temuan ini mengejutkan, tapi dimanapun kami meneliti, kami melihat kekerasan terhadap pasangan, kondisi untuk menyasar dan melakukan kekerasan terhadap pasangan”, ungkap Michele Decker, asisten professor di John Hopkins School of Public Health yang turut menulis tajuknya.
Studi masalah kekerasan terhadap perempuan tersebut berhipotesa, bahwa kekerasan itu akibat hubungan gender yang tidak berimbang dan hegemoni maskulinitas yang muncul dari faham patriarki.
Penelitian yang berlangsung dari 2010 hingga 2013 itu tidak menggunakan kata perkosaan dalam pertanyaan yang diajukan, tapi bertanya apakah pernah memaksa seorang perempuan untuk berhubungan seksual ketika perempuan itu tidak menginginkannya atau apakah pernah memaksakan hubungan seksual saat sedang mabuk atau terpengaruh narkoba.
Juga Perkosaan Terhadap Lelaki
Dalam penelitian yang memfokus mengapa lelaki menggunakan kekerasan dan bagaimana penanganannya, persentase terendah pelaku perkosaan terhadap perempuan ditemukan di Bangladesh dan Indonesia dengan 26%. Sedangkan persentase tertinggi 80% didapati di Papua Nugini.
Sekitar 70% responden yang mengaku telah memaksa perempuan berhubungan seksual, juga mengaku merasa berhak melakukannya. Hampir 60% mengaku, karena tengah merasa bosan atau sekedar ingin bersenang, sedangkan 40% mengatakan bahwa tindakannya berdasarkan amarah dan keinginan untuk menghukum perempuan yang bersangkutan.
Studi itu menyebutkan, meski minuman keras sering disebut sebagai penyulut kekerasan, jumlah responden yang atas tindakannya merujuk pada minuman keras sangat sedikit.
Laporan itu juga berusaha meneliti perkosaan terhadap lelaki. Di Bangladesh, Cina dan Indonesia sekitar 2 persen responden mengaku telah memerkosa lelaki lain, di Sri Lanka dan Kamboja jumlahnya berkisar pada 4 persen dan di Paua Nugini jumlahnya mencapai 8% responden.
Rekomendasi hasil penelitian itu, termasuk merubah norma-norma sosial yang terkait pelumrahan subordinitas perempuan dan mengakhiri impunitas pelaku perkosaan.
ek/hp (ap/dpae)