Warga obesitas mencakup sepertiga populasi dunia atau 2 miliar orang menurut studi jurnal medis The Lancet. Sejak tahun 1980 obesitas meroket di banyak negara, termasuk Indonesia yang masuk 10 besar.
Iklan
Sebuah survei di 188 negara yang disusun oleh periset kesehatan Amerika Serikat dan dirilis hari Kamis (29/5/14) menyimpulkan bahwa tidak ada negara yang berhasil membalikkan tren obesitas sejak tahun 1980. Kenaikan rata-rata berat badan tertinggi bisa ditemui di Timur Tengah dan bagian utara Afrika.
Di seluruh dunia, prevalensi obesitas pada warga dewasa telah meningkat 28 persen dalam tiga dekade terakhir, dan sebesar hampir 50 persen pada anak-anak.
Kelebihan berat badan juga berujung pada 3,4 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2010, menurut Studi Penyakit Beban Global yang disusun oleh Institut Kesehatan dan Metrik dan Evaluasi (IHME) di Universitas Washington.
Risiko meningkat bagi anak-anak
Lebih dari separuh warga yang tergolong kelebihan bobot hidup di 10 negara, dipimpin oleh Amerika Serikat, disusul Cina, India, Rusia, Brasil, Meksiko, Mesir, Jerman, Pakistan dan Indonesia.
Hampir seperempat anak-anak di negara-negara maju dan 13 persen di negara berkembang dilaporkan kelebihan berat badan, menurut studi yang dikeluarkan oleh jurnal medis Inggris, The Lancet.
"Tingkat obesitas yang cukup tinggi pada anak-anak dan remaja terutama ditemukan di negara-negara Timur Tengah dan Afrika bagian utara, dan kebanyakan di antara mereka perempuan," catat studi tersebut.
'Segala umur dan tingkat pemasukan'
"Obesitas merupakan isu yang menyentuh warga dari segala usia dan tingkat pemasukan, dimanapun," ujar Christopher Murray, direktur IHME yang membantu mengumpulkan data pada periode 1980 hingga 2013.
"Hasilnya cukup suram," ucap Murray, sembari menambahkan bahwa terdapat bukti yang kuat terkait hubungan antara tingkat pemasukan dan obesitas, seiring bertambahnya kekayaan.
Tidak ada satu negara pun yang tercatat memiliki penurunan tingkat obesitas yang signifikan dan kenyataan ini mengindikasikan "betapa beratnya tantangan yang dihadapi," jelas Murray.
Para peneliti juga mendapati kenaikan pada jumlah penderita diabetes, serta bertambahnya penderita kanker yang berhubungan dengan berat badan seperti kanker pankreas.
Makan Sehat sambil Lestarikan Lingkungan
Mengingat skandal kontaminasi daging, juga kekhawatiran tentang perubahan iklim, semakin banyak orang beralih menjadi vegan. Tapi cara lain juga ada. DW mengungkap cara makan yang ramah lingkungan.
Foto: DW/V. Kern
Produk Daging
Untuk ikut menjaga kelestarian alam, orang bisa hidup vegan. Sekarang di Jerman mulai banyak dijual produk daging yang berasal dari ternak yang hidup bebas di padang rumput terbuka, dan tidak terus-menerus hanya berada di kandang.
Foto: imago/Eibner
Makanan Vegan
Tahun 70 dan 80-an, makanan vegetaris dan terutama vegan, yang bebas sepenuhnya dari produk hewani seperti telur dan susu, tidak populer di masyarakat. Sekarang, tren berubah. Buku berjudul "Eating Animals" yang ditulis Jonathan Safran Foer tahun 2009 membuat orang memikirkan daging yang dimakan. Restoran vegan semakin bermunculan. Ini sebagaian yang disajikan restoran Pêle-Mêle, di Berlin.
Foto: DW/V. Kern
Dampak Karbon dan Air
Menyantap makanan vegan bisa mengurangi penggunaan air dan jejak karbon di seluruh dunia. Organisasi pangan PBB, Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan, industri daging dunia menyebabkan hampir seperlima emisi gas rumah kaca di dunia yang ikut mengakibatkan perubahan iklim. Menurut ilmuwan, 13.000 - 15.000 liter air diperlukan hanya untuk memproduksi sekilo daging.
Foto: Fotolia/Janis Smits
Skandal Daging
Skandal sudah pernah terjadi di Eropa. Daging kuda dijual sebagai daging lain. Jadi, sekarang orang Eropa mulai mengurangi makan daging. Tapi bagi yang senang makan daging, konsep "Meine kleine Farm" (peternakan kecil saya) berusaha transparan pada konsumen. Konsep bertujuan memberikan tiap hewan yang dagingnya dijual identitas tertentu. Hewan diberi nomor dan data, kapan lahir dan kapan dijagal.
Foto: picture-alliance/dpa
Tahu Asal Daging
Pada situsnya, peternakan yang berlokasi di Potsdam itu menunjukkan bagaimana hewan peliharaan mereka hidup. Konsumen juga bisa memilih lewat internet, hewan mana yang ingin dijagal berikuntya. Karena hanya dijual di daerah sekitar, proyek "Meine kleine Farm" juga tidak banyak menyebabkan efek gas rumah kaca.
Foto: picture-alliance/dpa
Makanan Regional dari Petani Lokal
Menikmati makanan dari daerah sendiri juga membantu mengurangi efek gas rumah kaca, karena tidak memerlukan transpor jauh. Alisa Smith dan J.B. MacKinnon mengemukakan hal ini dalam buku mereka, "100-mile diet: A year of local eating" (diet 100 mil, makanan lokal selama setahun). Dalam setahun, pasangan itu hanya menyantap makanan dari daerah yang berjarak 100 mil dari rumah mereka.
Foto: DW/E. Shoo
Pertanian Monokultur Rugikan Alam
Pertanian modern skala besar yang mempraktekkan monokultur misalnya jagung atau kedelai, bisa membuat tanaman tidak tahan hama. Oleh sebab itu petani menggunakan banyak pestisida, dan merusak lingkungan. Sedangkan petani skala besar menanam beberapa jenis tanaman, dan ini membuat tanaman lebih rentan hama dan kuat, bahkan di masa musim kering.
Foto: picture-alliance/dpa
Taman Para Putri di Berlin
Mengembangbiakkan sendiri tanaman pangan bisa dilakukan di kota besar, seperti pada proyek "Prinzessinengarten" (taman para putri) di Berlin. Tanaman dikembangbiakkan dan dijual di kafe, di lokasi itu juga. Petani perkotaan mengatakan, berkebun tingkatkan kesadaran akan lingkungan. Dan karena taman diolah bersama orang lain, mereka jadi punya banyak teman.
Foto: picture-alliance/dpa
Kurangi Sampah Makanan, Hemat Sumbernya
Di Jerman diperkirakan makanan sebanyak 20 juta ton dibuang per tahun. Oleh sebab itu alternatif "food sharing" (membagi makanan) sudah jadi tren ramah lingkungan. Restoran atau toko memyumbangkan makanan yang belum kadaluarsa. "Foodsharing.de" adalah portal internet, di mana orang bisa saling menukar makanan yang tidak bisa dimakan.
Foto: Dietmar Gust
Keuntungan Yang Sehat
Banyak pakar diet berpendapat, diet vegetarian dan vegan baik bagi kesehatan orang. Berbagai studi menunjukkan, pengurangan konsumsi daging per hari bisa mengurangi risiko kangker dan sakit jantung, juga diabetes dan obesitas atau kegemukan.
Foto: dream79 - Fotolia.com
10 foto1 | 10
Data disusun dari 188 negara
Murray, penulis utama Marie Ng dan para kolega meninjau data dari 1.700 studi lebih yang dijalani dalam waktu lebih dari tiga dekade.
Temuan yang paling mengejutkan termasuk 50 persen lebih obesitas di negara pulau Pasifik, Tonga, dan bahaya kelebihan berat badan serupa di antara separuh jumlah perempuan dari berbagai umur di Kuwait, Libya, Qatar dan Samoa.
Para penulis studi menilai target Organisasi Kesehatan Dunia WHO untuk menghentikan laju kenaikan obesitas pada tahun 2015 tampak "terlalu ambisius."
Tidak ada alasan lagi
Salah satu komentator studi, Klim McPherson dari Universitas Oxford, menyerukan motivasi internasional untuk mengubah konsumsi dan gaya hidup yang merusak dan menyebabkan penyakit jantung terkait obesitas, osteoartritis dan penyakit ginjal.
"Politisi tidak bisa lagi bersembunyi di balik ketidaktahuan dan kebingungan," tegasnya.
Selain karena gizi yang tidak sesuai dan kurang olahraga, kelebihan berat badan juga diakibatkan oleh stres, obat-obatan tertentu, kurang tidur dan kecenderungan genetik.
Periset menggunakan perhitungan berdasarkan berat badan serta tinggi. Seseorang yang kelebihan berat badan rasionya 25 atau lebih.