Benarkah Prabowo memerintahkan penculikan pada Tim Mawar, atas petunjuk Soeharto? Apakah laporan kedubes AS ini hanyalah upaya menjegal langkah Prabowo di panggung politik? Opini Aris Santoso.
Iklan
Pada akhir Juli lalu telah dirilis arsip-arsip terkait peristiwa menjelang jatuhnya rezim Soeharto. Arsip dimaksud adalah kumpulan telegram laporan berkala situasi politik, dari Kedutaan Besar AS di Jakarta, pada pihak Kementerian Luar Negeri AS. Jadi ada beragam isu yang dilaporkan, tentu yang utama adalah hari-hari krusial menjelang Mei 1998.
Salah satu bagian yang paling menarik perhatian adalah soal keterlibatan Prabowo dan Tim Mawar (Grup 4 Kopassus) dalam aksi penculikan sejumlah aktivis, sebuah isu yang tak kunjung selesai dibahas sampai kini.
Membicarakan keterlibatan Prabowo menjadi semakin aktual, ketika Prabowo muncul sebagai penantang paling serius bagi Jokowi dalam Pilpres tahun depan.
Semoga bacaan saya tidak salah. Bila kita buka-buka arsip tersebut, terdapat frasa yang berbunyi: Prabowo memerintahkan penculikan pada Tim Mawar, atas petunjuk Soeharto.
Bila bunyi kalimatnya seperti ini, rasanya tidak ada informasi yang lebih baru. Kalimat tersebut sama saja dengan pemahaman publik selama ini. Soal kemudian terjadi amnesia sejarah pada sebagian masyarakat, itu adalah fenomena yang biasa terjadi.
Biografi Sintong lebih telak
Adalah wajar bila kemudian muncul tafsir, dirilisnya arsip tersebut adalah bagian dari cara menghambat laju Prabowo.
Tafsir ini memang bisa dimentahkan dengan argumentasi, berdasar regulasi di AS arsip bisa dibuka ketika melawati tenggat 2o tahun.
Berdasar regulasi tersebut, dirilisnya arsip tersebut bisa dianggap faktor kebetulan belaka.
Dengan demikian kita bisa melihat ada dua asumsi yang berjalan paralel. Pertama, arsip tersebut sebagai upaya menghambat laju Prabowo. Kedua, arsip tersebut memang sudah waktunya untuk dibuka berdasarkan regulasi yang ada.
Sudah tentu perhatian lebih berat pada asumsi pertama, mengingat asumsi kedua lebih berdasar pada regulasi negara lain, meskipun tetap saling terkait.
Bila kita ikuti logika asumsi pertama, berarti akan selalu ada pengulangan "serangan” terhadap figur Prabowo. Peristiwa ini mirip saat Pilpres 2009, ketika terbit biografi Letjen (Purn) Sintong Panjaitan (Akmil 1963), senior Prabowo di Korps Baret Merah.
Biografi itu terbit menjelang Pilpres 2009, saat Prabowo maju sebagai cawapres, mendampingi Megawati (sebagai capres). Dari segi substansi, biografi Sintong memiliki "daya rusak” yang lebih tinggi ketimbang arsip telegram Kedubes AS tersebut.
Bila arsip Kedubes masih menyebut dua pihak lain (selain Prabowo), yaitu Tim Mawar (Grup 4 Kopassus) dan Soeharto, dengan demikian beban bisa terbagi.
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.
Foto: Imago/Zumapress
7 foto1 | 7
Sementara pada biografi Sintong, serangan lebih ditujukan pada Prabowo secara personal. Mengingat biografi ini ditulis mantan atasan Prabowo, publik jelas akan menilai bahwa informasi tersebut valid. Benar saja, walau bagaimana pun biografi ini turut memberi andil bagi kekalahan Prabowo (bersama Megawati) saat itu.
Mungkin sudah menjadi takdir Prabowo untuk selalu menjadi pusat berita, bahkan sejak masik remaja dan taruna di Akmil.
Latar belakang keluarganya, khususnya dari pihak ayah, tampaknya ikut berpengaruh pada pembawaan Prabowo yang berani menentang badai. Terpaan badai rasanya baru akan berakhir, bila Prabowo sudah benar-benar menarik diri dari panggung politik.
Keterbatasan negara
Masalah HAM selalu menjadi mimpi buruk bagi siapa pun yang berkuasa di negeri ini. Bagi para penguasa, isu HAM ibarat palang pintu kereta, yang hanya menghambat saat mobil melaju kencang.
Seperti yang dihadapi Jokowi sekarang, di saat sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur, buat apa pula mengurus masalah HAM, yang hanya menambah beban saja.
Kita jadi paham kini, mengapa sejak era Megawati dan SBY sebagai presiden, kasus pelanggaran HAM yang melibatkan Prabowo tidak pernah diselesaikan.
Bahkan Megawati sempat mengajak Prabowo untuk maju bersama dalam Pilpres 2009, yang kemudian lajunya bisa dihentikan, salah satunya melalui penerbitan biografi Sintong.
Berdasarkan pengamatan selama ini, kemampuan negara memang serba terbatas dalam isu HAM. Dan bila negara memang tidak mampu menyelesaikan masalah HAM, sebaiknya negara menyatakan saja secara terbuka.
Ketidakpastian negara dalam penyelesaian masalah HAM, akan berpotensi menjadikan kasus HAM masa lalu sekadar komoditas politik instan untuk meraih kekuasaan.
Kasus yang bakal dijadikan komoditas, bukan sebatas terkait Prabowo, namun juga akan berlaku pada kasus yang lain. Seperti kejadian Rabu (1 Agustus) kemarin, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memberikan penghargaan kepada sejumlah pembela HAM, seperti Cak Munir, Romo Mangun, Gunawan Wiradi, Mulyana W Kusumah, dan seterusnya.
Kontan saja penghargaan ini menjadi kontroversial, di tengah isu niat Muhaimin yang sangat berambisi menjadi cawapres (mendampingi Jokowi).
Keterbatasan negara dalam penyelesaian masalah HAM, tidak bisa dipisahkan dari aspek kelembagaan. Lembaga-lembaga negara yang menjadi pemangku kepentingan isu pelanggaran HAM pada dasarnya juga tidak mampu, dan (mungkin) memang tidak bersedia menyelesaikan masalah pelanggaran HAM, seperti Kejaksaan Agung.
Sementara Komnas HAM lebih pada problem kapasitas dan dukungan politik. Kita sudah bosan mendengar perwira TNI atau Polri, yang diduga melanggar HAM, mangkir dari panggilan Komnasham.
Satu lagi bukti keterbatasan negara, adalah ketika Menkopolhukam Wiranto menginisiasi pembentukan tim terpadu penyelesaian kasus HAM berat masa lalu dengan cara non-yudisial, atau dalam istilah Wiranto, penyelesaian secara adat.
Alih-alih memberi solusi, inisiatif Wiranto justru membuat penyelesaian kasus HAM menjadi tidak jelas arahnya.
Nama-Nama Besar Dalam Dokumen Paradise Papers
Ratusan wartawan bekerjasama mengolah dokumen rahasia yang jatuh ke tangan media Jerman. Bagaimana kiat para miliuner dan perusahaan besar menghindari pajak? Dari Indonesia antara lain ada nama Prabowo dan Tommy Suharto.
Foto: Imago/STPP
Prabowo Subianto
Prabowo Subianto (tengah) muncul dalam Paradise Papers sebagai pengusaha yang mencoba melarikan kekayaan dari kejaran petugas pajak Indonesia. Rasa nasionalisme politisi Prabowo ternyata tidak sebesar kecintaannya akan uang.
Paradise Papers memuat nama-nama orang kaya, artis terkenal, politisi ternama dan perusahaan-perusahaan besar, yang melarikan uangnya ke luar negeri untuk menghindari pajak di negaranya. Dari Indonesia ada juga nama Tommy Suharto.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Perusahaan Ratu Elizabeth berinvestasi di sektor air panas
Selain mendapat tunjangan besar dari negara, Ratu Elizabeth II juga punya pendapatan dari perusahaan pribadinya Duchy of Lancaster. Menurut data-data Paradise Papers, perusahaan itu menginvestasikan sekitar 10 juta Poundsterling di rekening luar negeri di Bermuda dan Kepualauan Cayman. secara hukum, investasi itu legal. Namun secara moral patut dipertanyakan.
Foto: picture-alliance/dpa/D.-L. Olivas
Juara dunia Formula-1 Lewis Hamilton
Di sirkuit balap mobil, Lewis Hamilton boleh merajai arena dan dipuja-puja fans Inggris. Tapi soal pembayaran pajak, dia terus berusaha mengelak. Dokumen yang dibocorkan menunjukkan bahwa Hamilton menerima pengembalian pajak sebesar 3.3 juta Poundsterling tahun 2013, karena menempatkan pesawatnya di Pulau Isle of Man, yang pajaknya jauh lebih rendah dari Inggris.
Foto: Reuters/A. Boyers
Bono investasi di bisnis properti Nude Estates
Vokalis U2 yang juga aktivis, Bono, disebut dalam Paradise Papers karena menginvestasikan uangnya di Malta dalam bisnis properti dengan perusahaan Nude Estates. Perusahaan itu terlibat dalam bisnis gelap pembangunan pusat perbelanjaan di Lithuania. Jurubicara Bono menegaskan, penyanyi tersohor itu tidak melakukan pelanggaran hukum.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Gombert
Madonna masuk bisnis medis
Mega bintang Madonna juga disebut dalam Paradise Papers karena berinvestasi di perusahaan pemasok di bidang medis. Sedangkan artis terkenal lain, Keira Knightley punya saham di perusahaan properti.
Foto: Picture alliance/AP Photo/K. Wigglesworth
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross terdaftar sebagai pemilik saham di perusahaan gas Rusia Sibur. Ross pernah diberitakan sebagai salah satu tokoh penting dalam keterlibatan Rusia di kampanye pilpres AS yang memenangkan Donald Trump. Selama pemeriksaan, Ross tidak pernah mengungkapkan keterlibatannya di perusahaan Rusia.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Harnik
Mantan Kanselir Jerman Gerhard Schröder
Gerhard Schröder, Kanselir Jerman dari 1998 sampai 2005, disebutkan terlibat dalam manajemen di perusahaan energi Rusia-Inggris TNK-BP tahun 2009. Perusahaan tersebut terdaftar di surga pajak British Virgin Islands. Tahun 2013, TNK-BP dibeli oleh raksasa energi Rusia Rosneft - di mana Schröder sekarang menjadi salah satu direktur.
Foto: Reuters/O. Astakhova
Presiden Kolumbia Juan Manuel Santos
Menurut dokumen Paradise Papers, Presiden Kolombia Juan Manuel Santos terdaftar sebagai direktur pada dua perusahaan di Barbados. Padahal ketika menjadi Menteri Keuangan Kolombia tahun 2000, Santos menyatakan sudah melepaskan semua jabatannya di perusahaan swasta.
Foto: picture-alliance/Photoshot
9 foto1 | 9
Serangan sudah dimulai
Kini Prabowo telah resmi maju sebagai capres, segala tindakan Prabowo di masa lalu terkait dugaan pelanggaran HAM, tentu akan menjadi materi “unggulan” kampanye pihak lawan. Berdasar perkiraan dari lembaga survei mana pun, Jokowi selaku petahana bakal unggul atas Prabowo dalam kontestasi nanti, termasuk bila dugaan pelanggaran HAM itu bisa “diputihkan”.
Namun politik adalah seni, bagaimana menggerakkan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Pada fase ini kita boleh menduga, Prabowo akan mengoptimalkan kompetensinya sebagai perwira tempur sejati. Dalam imajinasi Prabowo, serangan yang akan terjadi hari ini, sampai setidaknya delapan bulan ke depan, ibarat serangan seperti dirinya saat masih menjadi komandan pasukan tempur.
Dan serangan permulaan baru saja dimulai. Namun Prabowo tetap tenang saat menghadapi “serangan” dari Andi Arief, elite Partai Demokrat, yang kebetulan adalah salah seorang korban penculikkan Tim Mawar Kopassus. Bagi Prabowo, sekeras apa pun statemen Andi Arief (AA), sama sekali tidak bermakna. Sebagai politisi, AA bukanlah lawan setara bagi Prabowo.
Ujaran AA tidak berdampak signifikan pada figur Prabowo. Kharisma Prabowo tidak berkurang sejengkal pun di mata pendukungnya. Argumentasi ini berdasarkan kenyataan, posisi AA yang ambigu terhadap Prabowo. Sebagai salah seorang mantan korban penculikan, AA tidak pernah mempermasalahkan Prabowo. Artinya, dalam kasus ini posisi tawar AA demikian lemahnya.
Apa yang dilakukan AA terhadap Prabowo, adalah sesuatu yang alamiah. AA memang harus melakukan itu (menista Prabowo), sebagai bagian dari cara AA membalas budi pada SBY. Mungkin memang seperti itulah fungsi politisi lapis kedua (second liner) dalam sebuah parpol, baik AA atau yang lain, yang secara sadar menyiapkan diri sebagai perisai bagi figur sentral di partainya (dalam hal ini SBY). Asumsi ini juga akan berlaku bagi orang-orang seperti Fadli Zon atau Desmond Mahesa, bila ada pihak luar yang menyerang Prabowo.
Sebuah harian nasional terkemuka, memberikan apresiasi yang tinggi pada Prabowo, ketika mendeklarasikan dirinya untuk maju sebagai Capres, di Rumah Kartanegara (Kebayoran Baru, Jaksel), rumah yang bersejarah bagi keluar besar Soemitro Djojohadikoesomo (Pak Cum).
Pada titik ini kita bisa kenang kembali ketegaran Pak Cum, saat keluarganya diterpa badai kehidupan tiada henti, termasuk pada salah seorang anaknya (Prabowo) pada hari-hari berat tahun 1998. Dalam persepsi Pak Cum, semua yang pernah menimpa keluarganya, tak lebih hanyalah “serpihan”.
Aris Santoso adalah penulis sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Luangkan menulis pendapat Anda atas opini di atas di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.
Kembalikan Wiji Thukul
Hingga kini ia tak diketahui rimbanya. Wiji Thukul, sastrawan yang giat menyuarakan kaum tertindas, hilang ketika penculikan terhadap para aktivis terjadi antara 1996-1998. Yaitu menjelang runtuhnya Orde Baru.
Foto: Wahyu Susilo
Mencintai puisi sejak kecil
Sastrawan dan aktivis yang melawan penindasan rezim Orde Baru ini lahir di Solo, 26 Agustus 1963. Ia mencintai puisi sejak kecil. Anak tukang becak ini menjadi buruh plitur, ngamen puisi dan mengalah putus sekolah demi pendidikan adik-adiknya.
Foto: Wahyu Susilo
Menyuarakan orang pinggiran
Di tengah kesulitan keuangan ia tetap giat menelurkan karya-karya puisi dan berteater di Sarang Teater Jagat. Ia juga mengajar anak-anak kecil melukis di Sanggar Suka Banjir dan menyuarakan nasib orang kecil dalam Jaringan Kerja Kesenian Rakyat JAKKER.
Foto: Wahyu Susilo
Dengan puisi melawan penindasan
Foto ini diambil ketika Wiji Thukul latihan teater di Sarang Teater Jagat, Jagalan, Solo tahun 1987. Salah satu petikan puisi Wiji berjudul PENYAIR: " Jika tak ada kertas, aku akan menulis pada dinding.. Jika aku menulis dilarang, aku akan menulis dengan tetes darah!"
Foto: Wahyu Susilo
Dianiaya ketika membela kaum tertindas
1992 ia memprotes pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil PT Sariwarna Asli Solo. 1994 dalam aksi petanidi Ngawi, Jawa Timur, Thukul dipukuli tentara. Tahun 1995 mengalami cedera mata kanan karena dibenturkan pada mobil oleh aparat sewaktu ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex. Istri Wiji Thukul, Siti Dyah Sujirah (Sipon) selalu mendukung perjuangan suaminya.
Foto: Wahyu Susilo
Tanpa jejak
Pasca peristiwa 27 Juli 1996, jelang kejatuhan Soeharto tahun 1998, dia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Di masa itu ia tetap berkarya. Pada masa tersebut sejumlah aktivis ditangkap, diculik dan dihilangkan secara paksa, termasuk Thukul. Sekitar bulan Maret-April 1998 jejaknya tak lagi diketahui. Tuduhan ia menyulut kerusuhan dlam peristiwa 27 Juli 1996 tak pernah terbukti.
Foto: Wahyu Susilo
Puisinya tetap abadi
Sajak-sajak Wiji Thukul populer di kalangan aksi massa. Di antaranya: Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok. Tanpa henti, puisinya selalu menggambarkan perjuangan kaum tertindas. Kumpulan puisinya dibukukan. Puisi nyanyian akar rumput melambangkan dendang para rakyat yang tidak terima dengan perlakuan pemerintahan yang tirani.
Foto: Wahyu Susilo
Keabadian dalam Sajak
Apa Guna: “Apa guna punya ilmu tinggi, kalau hanya untuk mengibuli Apa guna banyak baca buku, kalau mulut kau bungkam melulu Dimana-mana moncong senjata berdiri gagah Kongkalikong dengan kaum cukong” (Wiji Thukul) Gambar: wijithukul.tk/BarisanPengingat
Foto: Barisan Pengingat / Wahyu Susilo
Janji Jokowi
Sebelum menjadi presiden, Joko Widodo menyatakan, baik hidup atau meninggal dunia, kejelasan nasib Wiji Thukul harus menjadi perhatian pemerintah. Dalam kunjungannya ke Eropa, April 2016, Jokowi berujar, pemerintah masih mendalami kasus pelanggaran HAM berat, termasuk di antaranya penghilangan aktivis 1997-1988.
Foto: DW/R.Nugraha
Perjuangan tiada akhir
Istri Wiji Thukul, Siti Dyah Sujirah (Sipon) tak kenal lelah mencari keadilan, setelaah suaminya dihilangkan secara paksa. Pasangan Thukul-Sipon dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani, kemudian pada tanggal 22 Desember 1993 anak kedua mereka lahir yang diberi nama Fajar Merah. Hingga kini Sipon, keluarga dan kawan-kawannya masih terus berjuang mencarinya. Kembalikan Wiji Thukul.