Serangan ke Libanon Jadi Krisis Israel
25 Agustus 2006Mengenai langkah Israel di Libanon, harian Perancis ‚Libération’ menulis:
„Bagi negara Israel, sekarang ada tiga hal yang mereka sadari dengan penuh kegetiran. Tidak ada alasan sama sekali untuk bangga terhadap prestasi militernya. Tidak ada strategi militer yang memadai menghadapi roket-roket yang tidak bisa dihancurkan oleh pasukannya. Lalu pimpinan politiknya yang sekarang tidak punya cukup kredibilitas, dan ini terjadi pada saat-saat negara menghadapi ancaman dan tantangan baru. Perdana Menteri Ehud Olmert tidak punya instrumen politik lagi untuk menjalankan ambisinya.“
Harian berhaluan kiri Spanyol ‚El Pais’ menilai, perang di Libanon sekarang sudah jadi krisis dalam negeri di Israel. Harian ini menulis:
„Perang melawan milisi Hisbullah menjerumuskan Israel dalam kirisis yang dalam. Amnesty Interantional menuduh Israel melakukan kejahatan perang dengan secara terencana menghancurkan jaringan infrastruktur sipil. Selama ini, masyarakat Israel terlihat bersatu menghadapi kritik dari luar. Tapi sekarang, front ini mulai retak. Kritik terhadap Perdana Menteri Ehud Olmert makin gencar. Pemerintahannya yang memang tidak kuat kini semakin lemah.“
Tema lain yang masih jadi sorotan adalah sengketa program nuklir Iran. Amerika Serikat menyatakan tawaran yang datang dari Iran tentang kemungkinan penyelesaian sengketa itu tidak memadai. Mengenai tawaran baru Iran, harian Swiss ‚Neue Zürcher Zeitung’ yang terbit di Jenewa menulis:
„Taktik Iran terlihat jelas, yaitu memperlemah posisi di Dewan Keamanan yang ingin menjatuhkan sanksi. Negara dengan hak veto Cina dan Rusia, yang selama ini memang menghindari langkah tegas terhadap Iran, sekarang punya alasan di Dewan Keamanan untuk mengulur waktu lagi. Bulan lalu Dewan Keamanan memang sudah mengancam akan menjatuhkan sanksi, jika proses pengayaan uranium tidak dihentikan. Duta Besar Amerika Serikat di PBB, John Bolton, Selasa lalu memang sudah menegaskan posisi Amerika Serikat soal sanksi ekonomi. Tapi anggota Dewan Keamanan yang lain belum memberi reaksi setegas itu.“
Di Jerman, harian-harian nasional masih menyoroti soal kemungkinan serangan teror, setelah percobaan peledakan bom di kereta api yang gagal beberapa waktu lalu. Mengenai kerjasama dan koordinasi aparat keamanan di negara-negara bagian, harian ‚Frankfurter Allgemeine“ menulis:
„Mengapa baru saat ini orang teringat lagi, bahwa tersangka yang tertangkap di Kiel sudah sejak beberapa bulan membenarkan aksi terorisme? Di layar perangkat pengintai radar aparat keamanan, yang terutama mengamati ancaman terorisme, orang ini seharusnya sejak dulu terlacak. Mengapa hal itu tidak terjadi, alasannya sangat mungkin, masih belum ada jaringan kerjasama. Sejak bertahun-tahun para menteri dalam negeri sepakat, mereka perlu bank data anti teror bersama, demikian kata menteri dalam negeri negara bagian Hessen, Bouffier. Tapi menurut keterangannya, menteri dalam negeri federal, pejabat urusan perlindungan data dan kalangan partai hijau menolak hal itu. Itu sebabnya belum ada bank data bersama.“