1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Militer Israel Tidak Dapat Bungkam Hamas

4 Maret 2008

Hamas menantang, Israel menjawab dengan ofensiv militer. Akibatnya citra moral Israel runtuh.

Mesjid dan perumahan yang hancur di Jalur Gaza akibat serangan udara IsraelFoto: AP
Eskalasi baru di Timur Tengah, setelah dilancarkannya serangan militer besar-besaran Israel ke Jalur Gaza ,dikomentari dengan tajam sejumlah harian internasional. Harian konservatif Austria Die Presse yang terbit di Wina dalam tajuknya berkomentar: Hamas memicu dilema bagi Israel. Aksi militer Israel menjadi tidak bisa ditolerir, karena menimbulkan cukup banyak korban tewas di kalangan penduduk sipil Palestina. Dan yang paling buruk, Israel gagal mencapai sasarannya. Hamas tetap menembakkan roket ke wilayah Israel. Serangannya tetap dilancarkan dari kawasan pemukiman, yang akan mengakibatkan banyaknya korban tewas di kalangan warga sipil Palestina, jika Israel melancarkan serangan balasan. Israel tidak dapat mengacuhkan Hamas, tapi juga tidak bisa membubarkannya. Pendudukan kembali Jalur Gaza bukan opsi yang tepat. Juga dilanjutkannya politik mencekik Jalur Gaza dengan menghentikan pemasokan listrik dan bahan pangan, tidak akan ada gunanya. Pokoknya, kelompok militan itu akan tetap hidup, selama Israel terus melancarkan operasi militernya. Harian Inggris The Guardian yang terbit di London berkomentar: Sudah sering disebutkan, sebuah kesepakatan perdamaian mustahil tercapai, selama Jalur Gaza tidak dilibatkan. Tapi jika kita mengambil ilustrasi menyangkut tindakan bodoh, yang mana Israel hanya mencoba berunding dengan separuh warga Palestina, hal itu ditunjukkan dalam peristiwa yang terjadi di hari-hari belakangan ini. Israel sudah menyatakan, aksi militernya tidak akan dapat menghentikan konflik. Untuk mencapai perdamaian diperlukan gencatan senjata. Dan untuk itu harus dilakukan perundingan dengan Hamas. Tapi pimpinan di Israel menolaknya. Karenanya tidak ada pilihan lain bagi Israel, kecuali melancarkan serangan militer. Sasarannya, untuk menduduki lagi sebagian Jalur Gaza atau membunuhi para pemimpin Hamas. Kedua tindakan itu sudah dicoba di masa-masa sebelumnya, dan terbukti gagal. Harian Spanyol La Vanguardia yang terbit di Barcelona berkomentar: Seluruh dunia, dari PBB, AS, Uni Eropa sampai Vatikan terguncang dengan serangan militer Israel ke Jalur Gaza. Dalam konflik Timur Tengah selalu terulang, jika harapan perdamaian sudah di depan mata, akan dilancarkan agresi baru yang memicu aksi kekerasan lebih hebat lagi. Dengan itu harapan perdamaian paling redup sekalipun akan dihancurkan. Tepat inilah yang terjadi saat ini. Serangan militer terbaru dari Israel merupakan yang paling berdarah sejak dilancarkannya Intifada tahun 2000. Dengan begitu, inisiatif perdamaian Annapolis, dari presiden AS George W. Bush, praktis sudah terkubur di bawah puing reruntuhan bangunan di Jalur Gaza. Sementara Italia La Repubblica yang terbit di Roma dalam tajuknya berkomentar: Amerika Serikat tidak memiliki kekuatan diplomatis maupun moral untuk dapat menghentikan gempa bumi baru di Timur Tengah. Pernyataan juru bicara Gedung Putih bagaikan doa keputus asaan yang terbang ke langit kosong, sama halnya dengan politik Timur Tengah yang cuma alakadarnya dari presiden Bush. Pertemuan puncak Annapolis ibaratnya hanyalah obat placebo yang diracik amat terlambat. Memang tidak ada negara lainnya yang memiliki kekuatan untuk dapat menggantikan peranan AS sebagai juru penengah. Tapi kini Amerika Serikat kelihatan amat tidak berdaya menghadapi eskalasi konflik terbaru di Timur Tengah. (as)