1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan NATO Kembali Telan Korban Sipil

23 Februari 2010

Serangan misi NATO di Afghanistan memakan semakin banyak korban sipil. Hari Minggu lalu, setidaknya 27 warga provinsi Daikundi tewas akibat serangan udara pasukan ISAF. NATO mengakui kesalahan tersebut.

Foto: AP

Harian Spanyol El Periodico de Catalunya menulis :

Saat Jenderal Amerika Serikat Stanley McChrystal tahun lalu mengambil alih komando pasukan ISAF, NATO mengumumkan perubahan strategi mereka di Afghanistan. Perlindungan terhadap warga sipil waktu itu dinyatakan sebagai prioritas utama mereka. Tetapi serangan udara terkahir ini adalah hadiah terindah yang bisa mereka berikan bagi kelompok Taliban. Ketidakmampuan pasukan internasional melindungi penduduk, bisa menyebabkan warga Afghanistan tidak lagi mempercayai misi NATO dan menolak kehadirannya. Selama warga sipil Afghanistan tidak hanya menjadi korban Taliban, melainkan juga korban pasukan ISAF, maka setiap strategi NATO akan dianggap gagal.

Harian Belanda de Volkskrant berkomentar jatuhnya korban sipil di Afghanistan akan mempersulit posisi Presiden Amerika Serikat Barack Obama :

Kejadian tragis dimana mesin tempur NATO membom warga sipil karena menyangka mereka adalah anggota Taliban, menegaskan karakter rumit operasi militer di Afghanistan. Setelah insiden yang mirip di Kunduz lima bulan yang lalu, kesalahan semacam itu seharusnya tidak boleh lagi terjadi. Bersamaan dengan keluarnya Belanda dari Afghanistan, terdapat kesan di Amerika Serikat, bahwa pemerintahan Obama tidak bisa mengendalikan masalah di Afghanistan. Tidak diragukan lagi, para pengeritik presiden, khususnya haluan kanan, akan semakin mempertajam hujatan mereka.

Sementara tentang akibat dari krisis politik di Belanda terhadap misi di Afghanistan, harian Inggris Financial Times menulis :

Sulit untuk membayangkan sesuatu yang lebih tidak bermanfaat bagi misi di Afghanistan selain runtuhnya pemerintahan Belanda. Masalah yang besar adalah kerusakan yang timbul karenanya. Yaitu, landasan bahwa negara-negara Barat memiliki tujuan yang sama. Politisi oposisi Belanda Geert Wilders baru-baru ini mengatakan, "Taliban memang harus diperangi, tetapi negara kami telah melakukan cukup banyak." Kasus pemerintah Belanda ini membuka kemungkinan, bahwa negara lain juga akan memiliki pandangan yang sama.

Masih dari Afghanistan. Harian Perancis La Croix menulis tentang wartawan Perancis yang diculik di Afghanistan :

Posisi wartawan tidak lebih tinggi dari warga lain. Walau pun mereka bebas dan berkewajiban untuk memberikan informasi, mereka tetap harus bertanggung jawab. Reporter dari France 3 yang disandera oleh Taliban juga harus mematuhi peraturan ini. Jika mereka dibebaskan, mereka harus mempertanggungjawabkannya kepada redaksi dan otoritas pemerintah. Tetapi selama mereka bereka belum bebas, semua perlu ditutupi. Apa gunanya, jika militer mengungkap biaya yang dikeluarkan untuk mencari mereka? Apakah mereka ingin memuaskan para penculik dengan mengakui betapa mahalnya aksi tersebut? Seorang penyelamat tidak bertanya apakah itu kesalahan korban sendiri. Ia akan menolongnya terlebih dahulu. Para penculik dan teroris hanya ingin menimbulkan kekacauan dalam demokrasi. Seharusnya kita tidak terlibat dalam hal tersebut.

VLZ/HP/dpa