1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan teror di Irak

3 Maret 2004

Berbagai komentar harian-harian internasional seputar serangan teror di Irak

Bercak-bercak darah, pecahan kaca, sandal , baju dan pakaian yang koyak, berserakan di jalan-jalan di Kerbela dan di sekitar Masjid Syiah di Bagdad. Berapa banyak orang yang tewas dalam ledakan bom terhadap para peziarah Muslim Selasa lalu , belum dapat dipastikan. Namun yang jelas aksi teror di Irak telah mencapai dimensi baru. Serangan dahsyat seperti itu terhadap salah satu tempat paling suci pada hari peringatan paling penting bagi kaum Syiah tentu punya makna simbolis penting, yang mengisyaratkan dimulainya perang melawan Islam. Demikian menurut seorang tokoh politik Irak. Siapa pun yang mendalangi serangan teror itu, tujuannya jelas, mayoritas penduduk Syiah yang selama ini hidup cukup tenang, hendak dijerumuskan ke dalam perang saudara. Maka AS akan kehilangan kendali, dan visi gelap tentang Vietnam Kedua akan menjadi kenyataan pahit bagi AS.

Komentar dalam Sari Pers DW kali ini juga seputar serangan teror di Irak. Kami awali dengan komentar harian Jerman, Frankfurter Rundschau:

Setiap kemajuan di Irak diikuti bayangan bayangan aksi teror. Menjelang ditandatanganinya dokumen mengenai konstitusi sementara , terjadi ledakan bom di Bagdad dan Kerbela, pada saat peringatan Ashura. Di satu pihak ada langkah kemajuan ke arah pembangunan Irak yang demokratis, di lain pihak lebih dari 200 korban tewas secara mengerikan menunjukkan betapa berat tugas yang dihadapi. Semakin berhasilnya para wakil kelompok Syiah, Sunnah dan Kurdi mengatasi perbedaan pandangannya dalam Dewan Pemerintahan, semakin ganas reaksi para pengacau yang hendak menguncang stabilitas.

Menurut harian Rusia Kommersant yang terbit di Moskow , kaum Syiah di Irak menembaki orang-orangnya sendiri. Komentar harian ini:

Mungkin kaum Syiah menjadi korban kaum Syiah sendiri. Menurut logika para pelaku radikal, serangan teror yang keji di Kerbela dan Bagdad akan menimbulkan kemarahan besar di kalangan kaum Syiah Irak, maka akan terjadi de-stabiliasi. Guna mencegah perang saudara hendaknya Dewan Pemerintahan memenuhi beberapa tuntutan kaum Syiah. Misalnya tuntutannya akan pemilihan umum langsung, yang secara faktis berarti pengambilan alih kekuasaan oleh kaum Syiah, yang merupakan 60 persen penduduk. Jadi kematian ratusan warga Syiah menguntungkan sayap radikalnya sendiri.

Juga harian Italia Corriere della Sera mengomentari tujuan aksi ledakan bom untuk memicu kebencian.

Kaum Syiah dan Sunnah, dahulu mereka dipaksakan bersatu di bawah pimpinan diktatur. Kini di Irak pasca perang , mereka terpecah-belah. Di zaman Saddam Hussein mereka yang membeda-bedakan antara warga mayoritas Syiah dan kelompok minoritas Sunnah dituduh sebagai penghasut atau bahkan diajukan ke pengadilan, dengan tuduhan sebagai mata-mata yang bekerja untuk Amerika dan kaum zionis. Dewasa ini orang bicara tentang bahaya perang saudara di irak. Siapa pun yang melakukan serangan bom, tujuannya adalah memicu kebencian antar warga.

Dan akhirnya komentar harian Prancis Libération yang terbit di Paris:

Pembantaian pada peringatan Ashura membenarkan, bahwa meski Saddam Hussein telah digulingkan perang belum berakhir. Para pelaku dan aksinya berbeda. Kini Amerika dan Irak menuduh kaum Wahhabit bertanggung jawab untuk serangan di Kerbela dan Bagdad. Yang dimaksud adalah para teroris Sunnah yang oleh Al Qaida direkrut untuk melakukan pembunuhan. Itu menang belum terbukti, namun dugaan yang serius. Sebab jenis dan cara serangannya mirip serangan Osama bin Laden. Tampaknya terorisme internasional telah menemukan medan perang yang ideal di Irak.