Gencatan senjata di Suriah bubar. Serangan udara kembali dilancarkan ke Aleppo. Sedikitnya 32 orang tewas, termasuk sejumlah pekerja bantuan kemanusiaan. Juga 18 Truk pembawa bantuan hancur.
Iklan
Aleppo kembali digempur serangan udara mematikan, beberapa jam setelah militer Suriah di bawah Presiden Bashar al Assad menyatakan berakhirnya gencatan senjata, yang diupayakan AS dan Rusia.
Organisasi pemantau hak asasi manusia yang bermarkas di Inggris menyatakan Senin kemarin, sedikitnya 12 orang tewas akibat serangan terhadap konvoi truk yang membawa bantuan dan bahan pangan bagi warga Aleppo yang sangat membutuhkan.
PBB membenarkan dilancarkannya serangan terhadap konvoi bantuan. Dari 20 truk 18 terkena serangan, sehingga bahan pangan dan bantuan yang dibawa rusak atau musnah. Beberapa organisasi bantuan, termasuk Bulan Sabit Merah Suriah (SARC) mengatakan, konvoi itu membawa bantuan bahan makanan dan obat-obatan buat warga kota Aleppo dan sekitarnya.
PBB kutuk serangan
Ingy Sedky, juru bicara Komite Internasional Palang Merah mengatakan, mereka telah menerima kabar menyedihkan dari salah satu bagian SARC yang menderita serangan. Situasi di sekitar Aleppo kacau-balau dan Palang Merah merasa terpukul bahwa pekerja kemanusiaan dan misi kemanusiaan kembali ikut jadi korban konflik brutal ini.
Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura mengecam keras serangan tersebut. Konvoi kemanusiaan ini adalah hasil dari proses perundingan yang panjang dan alot, dengan persiapan sulit dan permintaan ijin berbelit untuk membawa bantuan bagi warga sipil yang terputus dari jalur bantuan apapun, demikian Staffan de Mistura.
Sementara Kepala Badan Bantuan Kemanusiaan PBB Stephen O'Brien menuntut dilakukan penyelidikan atas serangan. "Saya nyatakan tegas, jika serangan keji ini terbukti diarahkan untuk memusnahkan bantuan kemanusiaan, ini adalah kejahatan perang," demikian O'Brien. Ia menekankan juga, sebuah gudang milik SARC dan sebuah klinik juga terkena serangan.
Pemerintah Suriah menuduh pemberontak jadi pangkal ambruknya gencatan senjata. Damaskus menyebutkan kaum pemberontak melanggar kesepakatan sebanyak 300 kali. Rusia yang mendukung Presiden Assad juga menuduh pemberontak yang bersalah. Sementara pemberontak menuduh pemerintah yang bertanggungjawab, dan melanggar kesepakatan gencatan senjata lebih dari 250 kali.
AS tetap upayakan gencatan senjata
Menteri Luar Negeri AS John Kerry tetap berusaha menjalin kesepakatan gencatan senjata. Ia mengemukakan, "Kita belum mengalami tujuh hari damai dan penyaluran bantuan kemanusiaan."
Departemen Luar Negeri AS menyatakan sebenarnya sudah siap untuk melanjutkan gencatan senjata, dengan harapan akhirnya bisa mencapai kesepakatan dengan Rusia untuk bekerjasama secara militer melawan organisasi teror yang menyebut diri Islamic State (ISIS) dan kelompok lain yang berkaitan dengan al Kaeda.
Koalisi anti ISIS yang dipimpin AS disalahkan dalam kasus tewasnya lebih dari 60 tentara Suriah akibat serangan udara AS. Washington menyatakan penyesalan, dan menyebut markas ISIS sebagai sasaran sesungguhnya. Sementara Presiden Assad menyebut insiden itu sebagai "agresi AS" terhadap negaranya. Insiden ini menyebabkan tambah sulit tercapainya kesepakatan gencatan senjata baru.
ml/as (AP, AFP, dpa)
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.