Mesin tenun kembali dilirik ilmuwan untuk menenun serat masa depan. Material canggih ini telah digunakan di berbagai bidang berteknologi tinggi seperti kedokteran, otomotif atau arsitektur.
Iklan
Sebuah mesin tenun yang tidak membuat tekstil untuk pakaian, melainkan untuk airbag mobil. Mesin bergerak otomatis, cepat dan sempurna. Komponennya menggunakan tekanan untuk menempatkan benang ke dalam kain. Sebuah kamera secara otomatis mendeteksi kesalahan kecil sekalipun. Kemampuan deteksi lebih tepat daripada kemampuan seorang penenun terbaik. Jika untuk pakaian, kesalahan kecil masih bisa ditolerir. Tapi di bidang teknologi canggih seperti produksi airbag, presisi bisa menentukan antara mati dan hidup.
Ada lagi mesin yang merajut benang. Beberapa helai benang disatukan untuk membentuk selembar kain yang halus. Ini tidak dibuat untuk seorang penjahit, tetapi untuk seorang ahli bedah. Rajutan silang didesain untuk operasi paru-paru. Untuk disisipkan pada paru-paru yang tersumbat, dan dibuat dengan tangan. Ini didesain untuk mengurangi rasa sakit pada pasien kanker. Dibanding versi metal, rajutan silang ini fleksibel, dan bisa berfungsi sebagai penunjang pada materi yang mencegah kanker.
Insinyur Sebastian Gatzer: "Bidang perancangan jaringan sangat menarik, di mana kita mengambil sel dari pasien, dan mengkombinasikan sel dari tubuh pasien dengan struktur dasar tekstil, untuk menghasilkan implan hidup. Itulah rancangan untuk masa depan yang kami usahakan bisa terwujud."
Tekstil untuk Masa Depan
07:02
Sekarang, serat modern juga bisa ditemukan pada suku cadang mobil sport. Spoiler, cermin atau atap penutup bisa dibuat dari karbon. Material serat karbon ini sangat ringan, dan bisa diidentifikasikan berdasarkan struktur khasnya. Komponen yang sangat kuat dan mahal ini dibuat khusus sebagai lembaran berlapis sebelum dikuatkan dengan plastik. Lembaran khusus yang berkualitas tinggi ini diproduksi di Institut Teknologi Aachen.
Produksi benang untuk bahan karbon: bahan plastik ditembakkan ke cairan pelarut, dan dikuatkan menjadi seperti benang. Serat kemudian direndam berkali-kali. Tetapi di fase ini karbon belum dicampurkan. Saat produksi karbon benang-benang penguat dipintal bersama karbon dan dikokohkan lewat proses kimia. Pada suhu 200 hingga 300°C, karbon dicampur dengan benang plastik menjadi serat komposit. Sekarang, material tampak seperti serat karbon, tetapi belum mencapai taraf kekuatan yang dikehendaki.
Hanya lewat pemanasan berikutnya pada 1.200 °C kepadatan dan kekuatan seperti yang dimiliki berlian bisa tercapai. Dalam proses ini, atom-atom dalam karbon diurai dan diikat ulang. Pakar teknik mesin Gunnar Seide: "Dalam riset yang penting adalah, memproduksi serat karbon dengan metode efisiensi energi. Dengan itu produknya lebih ramah lingkungan, dan menghemat biaya, sehingga serat bisa digunakan secara luas."
Penderitaan Diselubungi Mode Cantik
Di balik gemerlap dunia mode tersembunyi penderitaan para buruh di pabrik tekstil. Pakaian yang merekat di tubuh konsumen Eropa menyelubungi kenyataan hidup memprihatinkan pekerja tekstil di Asia.
Foto: DW/M. Mohseni
Industri Global
Sebagian besar pakaian yang dikenakan dunia melalui tangan-tangan pekerja tekstil di negara berkembang. Merek besar internasional sudah lama memindahkan produksi mereka ke Asia Tenggara dan Amerika Latin, di mana buruh mendapat upah rendah. Jika pakaian diproduksi murah, menjaga kelestarian lingkungan dan hak pekerja tidak jadi prioritas.
Foto: picture-alliance/dpa
Produksi Massal
Produksi massal pakaian diawali di Inggris di masa revolusi industri, yang dimulai awal abad ke-18. Ketika itu industri tekstil mengalami 'boom' di kawasan London dan Manchester, yang punya lebih dari 100 pabrik katun di tahun 1850-an. Pekerja anak-anak, waktu kerja yang panjang, gaji kecil dan masalah kesehatan sudah umum di kalangan buruh.
Foto: gemeinfrei
Sejarah Penyalahgunaan
Setelah itu kondisi tersebut juga muncul di AS. Tahun 1911, 146 pekerja tekstil tewas dalam kebakaran di pabrik Triangle Shirtwaist, di New York, karena manajer mengunci pintu keluar. Sebagian besar korban adalah perempuan muda. Kondisi kerja mereka serupa dengan yang bisa dilihat di Asia sekarang. Jam kerja panjang, upah kecil dan bangunan yang tidak aman.
Foto: picture-alliance/dpa
"Made in China"
Ketika makin banyak negara bersaing untuk kurangi biaya produksi pakaian, banyak pabrik dipindahkan dari AS dan Eropa ke Asia dan Amerika Latin di tahun 1970-an. Sekarang Cina jadi produsen tekstil terbesar dunia. Pekerjanya sekarang dapat bayaran makin baik, sampai hampir enam juta Rupiah per bulan. Sekarang pemilik pabrik memindahkan produksi ke negara tetangga, yang upah buruhnya masih rendah.
Foto: picture-alliance/dpa
Upah Eksploitasi
Di negara bagian Tamil Nadu di India selatan, anak-anak perempuan bekerja dalam sistem Sumangali, yang dalam bahasa Tamil berarti "pengantin yang bawa kesejahteraan." Diperkirakan, 120.000 anak bekerja dalam 'periode pelatihan' selama empat tahun untuk mengumpulkan uang bagi biaya pernikahannya. Mereka bekerja 12 jam, dan hanya mendapat sekitar 8.000 Rupiah.
Foto: picture-alliance/Godong
Perjuangkan Upah Lebih Baik
Di Kamboja, diperkirakan 300.000 perempuan bekerja di pabrik tekstil dalam kondisi menyedihkan. Seorang pekerja mendapat sekitar 790.000 Rupiah per bulan. Ketika memprotes upah yang rendah, pekerja ditembaki. Di Bangladesh, sekitar empat juta bekerja di industri tekstil, sebagian besar perempuan. Negara itu sangat tergantung pada sektor industri garmen dengan upah rendah.
Foto: Reuters
Konsekuensi Tragis
Kesengsaraan pekerja tekstil modern dapat perhatian global ketika sebuah pabrik runtuh di Bangladesh, 24 April 2013. Lebih dari 1.100 orang tewas. Ini adalah salah satu kecelakaan paling besar akibat bangunan bobrok atau kebakaran. Tragedi itu mengakibatkan sekitar 80 perusahaan, seperti H&M dan Metro untuk tandatangani kesepakatan kondisi kerja lebih aman di Bangladesh.
Foto: Reuters
Dunia Berbeda
Pakaian yang dipamer di jendela toko menyelubungi kenyataan hidup menyedihkan bagi banyak pekerja tekstil. Merk-merk Jerman termasuk pelanggan pabrik tekstil yang menjalankan praktek kerja memprihatinkan. Jalur suplai panjang dan tidak adanya transparansi menyebabkan sulitnya pelacakan, dari mana dan bagaimana barang diproduksi.
Foto: DW/M. Mohseni
8 foto1 | 8
Saat ini masih ada ruang untuk memperbaiki hasilnya. Menenun serat karbon sulit, karena serat spesial itu lebih sensitif daripada tekstil biasa. Mesin ini bisa memperkuat titik-titik lemah pada materi. Menyisipkan serat penguat di antara serat yang sudah ditenun sangat sulit dari segi teknis. Sekarang sedang dikembangkan cara otomatis. Kaca pembesar menunjukkan, di mana posisi material yang sudah diperkuat. Dr. Benedikt Wendland: "Dengan cara itu bagian karoseri dan struktur bisa lebih ringan, dan biayanya juga lebih hemat, karena segalanya berjalan otomatis."
Tekstil modern juga digunakan sebagai materi bangunan. Fasad pada Institut Tekstil menggunakan beton ringan, di mana serat meneruskan cahaya dalam intensitas sesuai yang diinginkan, melewati beton. "Beton cahaya muncul karena ada permintaan dari bidang arsitektur. Beton yang berupa materi padat, gelap, membosankan diperluas fungsinya menjadi konduktor cahaya. Bidang ini dikembangkan lebih dari 80 tahun, hingga akhirnya beton cahaya, yakni materi yang mengkombinasikan beton dan serat bisa dipasarkan", demikian ujar Dr. Ing. Andreas Roye
Ornamen dan tulisan juga bisa direkayasa dalam materi baru ini. Sumber cahaya berasal dari elemen LED. Sebagai proyek besar pertama, sebuah mesjid di Abu Dhabi akan dilengkapi dengan beton cahaya buatan Aachen.
Tidak Semua Tas Diciptakan Setara
Apaka itu tas yang dibuat dari katun organik atau dari kertas. Jika berbelanja, ada alternatif lain di samping kantung plastik. Ini sebagian di antaranya.
Foto: DUH
Tidak Selalu Hanya Plastik
Beberapa pisang, beberapa apel. Ketika belanja orang hampir selalu gunakan kantung plastik. Rata-rata, tiap orang Jerman menggunakan 71 kantung plastik setiap tahunnya. Tetapi ada alternatif untuk kantung plastik yang sepenuhnya dari bahan sintetik.
Foto: Fotolia/pizzicati
Jangan Sentuh!
Kantung plastik yang hanya digunakan sekali biasanya seratus persen terbuat dari Polietilena, yang diproduksi dari minyak mentah dari fosil. Kantung plastik ini sangat tidak baik bagi lingkungan, karena perlu antara 400 sampai 500 tahun untuk terurai sepenuhnya. Terlalu lama, demikian Komisi UE, dan menuntut undang-undang khusus untuk ini.
Foto: Fotolia/rdnzl
Organik Tidak Selalu Baik
Kantung plastik yang secara biologis bisa diurai terdiri dari, misalnya, 70% minyak mentah dan 30% bahan organik yang bisa selalu ditemukan di alam. Kedengarannya bagus. Tetapi kantung plastik seperti ini hanya bisa didaurulang secara terbatas. Selain itu pendirian perkebunan untuk tumbuhan energi yang digunakan dalam produksinya sangat rumit.
Foto: picture-alliance/ZB
Tidak Tergantung Jumlah Yang Bisa Didaurulang
Ada juga kantung plastik sekali pakai yang terdiri dari 70% Polietilena yang didaurulang. Dalam soal ekologis, kantung plastik ini lebih baik daripada tipe kantung sekali pakai lainnya. Namun di Jerman sebagian besar kantung plastik dibuang ke tong sampah untuk sampah yang akan dibakar, sehingga tidak didaurulang.
Foto: picture-alliance/dpa
Lebih Buruk
Dari segi ekologis, tas untuk membawa barang yang terbuat dari kertas tidak lebih baik daripada kantung plastik biasa. Karena untuk membuatnya, dibutuhkan waktu lama dan serat kertas yang tidak mudah rusak. Serat dibuat lewat proses kimia. Tetapi dari segi perlindungan lingkungan, kantong kertas lebih baik.
Foto: PA/dpa
Kerugian Yang Tidak Disangka
Tas dari katun atau serat tumbuhan lain stabil dan bisa dipakai berkali-kali, sehingga tidak terlalu merusak lingkungan. Tetapi untuk memproduksi tas ini diperlukan lebih banyak materi dan energi daripada kantung plastik. Tas kain juga dibuat dari tumbuhan yang penanamannya butuh banyak air dan bahan baku.
Foto: Fotolia/Robert Kneschke
Lebih Baik dari Citranya
Tas dari Polipropilena, Poliester dan Polietilena tereftalat (PET) yang kuat tidak lebih buruk dari tas kain. Tas dari Polipropilena yang digunakan tiga kali, sudah lebih baik dari kantung plastik sekali pakai yang terbuat dari dari Polietilena, dari segi perlindungan lingkungan.
Foto: DUH
Yang Paling Baik Adalah...
Produk ramah lingkungan yang bisa digunakan berkali-kali adalah tas dari serat Poliester, yang jika dilipat, besarnya tidak lebih dari sebungkus saputangan kertas. Beratnya yang hanya 30 gram bahkan lebih ringan daripada banyak kantung plastik sekali pakai. Tapi dengan tas ini orang bisa mengangkat beban sampai 10 kilogram.