1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

221209 Serbien EU

23 Desember 2009

Selasa ini (22/12) Presiden Boris Tadic menyerahkan lamaran menjadi anggota Uni Eropa. Warga Serbia melihat ini sebagai isyarat kebulatan tekad, tetapi juga sadar, bahwa jalan menuju keanggotaan Uni Eropa masih panjang.

Presiden Serbia Boris Tadic menyerahkan lamaran keanggotaan kepada Presiden Uni Eropa Fredrick Reinfeldt.Foto: dpa

Presiden Serbia Boris Tadic mempunyai harapan tinggi dari keanggotaan Uni Eropa: “Melalui integrasi di Uni Eropa kita dapat menciptakan lingkup politik luar negeri yang baru, dimana Serbia akan menjadi tempat penanaman yang luar biasa. Juga akan diciptakan lapangan kerja baru, yang merupakan persyaratan bagi perkembangan.“

Tetapi para pakar di kementerian luar negeri Beograd tidak melupakan, bahwa negara ini juga akan mendapat berbagai tantangan. Sonja Licht, kepala bidang perencanaan di kementrian ini, mengatakan, “Menurut saya, bagus bahwa kita menyerahkan lamaran keanggotaan Uni Eropa sedini mungkin. Tetapi yang paling penting adalah melakukan segala hal yang diperlukan untuk mempersiapkan diri bagi langkah-langkah berikutnya.“

Dengan ini Sonja Licht menyerukan kepada masyarakat Serbia untuk memadukan kekuatan mereka untuk tujuan tersebut. Ia mengatakan, “Sekarang kita mempunyai hubungan yang penuh tanggung jawab terhadap Uni Eropa. Karena itu, sekarang penting sekali untuk berkonsentrasi terhadap tujuan ini. Kita terutama harus memobilisasi masyarakat untuk melakukan apa yang diperlukan untuk mencapai standar yang ditetapkan Uni Eropa dan dengan cara ini secepat mungkin mendekatkan diri ke Uni Eropa.“

Zivorad Kovacevic, pemimpin organisasi “Gerakan Eropa“, sebuah LSM yang mempunyai visi integrasi Uni Eropa, setuju dengan Sonja Licht: “Kami sama sekali tidak dapat berada di luar kawasan Eropa. Kami tidak boleh mempertimbangkan lebih dulu alternatif lain, selain menjadi anggota Uni Eropa.”

Salah satu batu sandungan dalam perjalanan menuju keanggotaan Uni Eropa adalah masalah Kosovo, karena dalam Uni Eropa sendiri ada ketidaksepakatan mengenai masalah ini. 22 anggota Uni Eropa mengakui Kosovo sebagai negara berdaulat. Spanyol, Yunani, Cyprus, Slowakia dan Rumania menolak pengakuan tersebut. Dengan ini mereka mempunyai posisi yang sama dengan Serbia, bahwa proklamasi kemerdekaan negara muda Kosovo merupakan sebuah aksi pemisahan yang ilegal. Terutama Spanyol dan Cyprus khawatir, Kosovo dapat digunakan sebagai contoh oleh gerakan separatis di negara-negara itu sendiri. Selain masalah ini, masyarakat Serbia juga masih mempunyai permasalahan lain, yang juga tidak diinginkan Uni Eropa. Seperti masalah perbatasan, kewarganegaraan ganda atau masalah pengungsi. Demikian dikatakan Zivorad Kovacevic yang pro Uni Eropa.

Batu sandungan berikutnya adalah Ratko Mladic. Belanda menolak untuk meratifikasi kesepakatan asosiasi dan stabilisasi dengan Serbia, selama mantan jendral Bosnia ini belum dikirim ke mahkamah kejahatan perang internasional di Den Haag. Mladic bertanggung jawab atas pembunuhan massal di Srebrenica tahun 1995.

Selain itu muncul pertanyaan, kapan Uni Eropa kembali siap untuk perluasan lebih lanjut. Kroasia dan Islandia kemungkinan adalah dua calon anggota berikutnya. Namun mayoritas negara anggota beranggapan, setelah itu harus ada fase dimana prioritas utama Uni Eropa adalah untuk memperkuat institusinya di dalam tubuh organisasi itu sendiri.

Fabian Schmidt / Anggatira Rinaldi
Editor: Dyan Kostermanns